Kyai Ma'ruf Sindir Jokowi


[PORTAL-ISLAM.ID]  Kyai Ma’ruf Amin sudah mulai aktif berkampanye. Dia sepertinya ingin membayar utang karena selama hampir dua bulan istirahat karena kaki yang keseleo.

Sayangnya, beberapa ucapan Kyai Ma’ruf ketika berkampanye malah menimbulkan persoalan baru. Alih-alih membantu Jokowi, sebaliknya berpeluang kian menggerus elektabilitas.

Sebelumnya Kyai Ma’ruf dipersoalkan karena wacana yang diusung ingin menjadikan Al Quran sebagai jualan kampanye di Sumbar. Programnya memberantas buta Al Quran di Ranah Minang. Jualan kampanye semacam ini dianggap menyinggung hati warga di Tanah Pagaruyung.

Ketika berkampanye di kampung halamannya Tangerang (10/2) Kyai Ma’ruf menyinggung adanya capres yang memanfaatkan ulama, hanya kalau perlu.

"Biasanya ulama yang akan diminta bantuannya menjelang suatu pemilihan, tetapi setelah selesai, para ulama kembali ditinggalkan. Sangat berbeda pada saat pemerintahan Jokowi," cetus dia.

Banyak yang menafsirkan pernyataan Kyai Ma’ruf ini sesungguhnya menyindir Jokowi. Seperti orang sedang bermain biliard. Target utamanya, bukan bola yang disodok.

Orang Melayu menyebut gaya bahasa semacam ini sebagai “Sindir menantu. Tampar mertua.” Menyindir capres lain, tapi target sesungguhnya adalah Jokowi.

Sudah lama beredar kabar dan itu juga sudah terkonfirmasi, Kyai Ma’ruf Amin sudah ditinggalkan Jokowi. Selama Kyai Ma’ruf sakit pun, Jokowi tak pernah menjenguk.

Padahal kan yang butuh suara NU, Jokowi. Kyai Ma’ruf dipilih dan bukan Mahfud MD karena Jokowi takut kaum nahdliyin meninggalkannya. Jangan lupa Kyai Ma’ruf adalah Rais Aam PBNU. Jabatannya tertinggi di PBNU.

Tanda-tanda bahwa Kyai Ma’ruf sudah ditinggalkan Jokowi mencuat ke publik ketika tidak diajak hadir dalam pertemuan Jokowi dengan para Ketum dan Sekjen Partai di sebuah restoran di Jakarta (15/1). Ketua TKN Erick Thohir kepada wartawan mengatakan Kyai Ma’ruf tak diajak karena kursi tidak cukup.

Erick pasti bercanda. Tapi bercandanya keterlaluan. Untuk seorang kyai besar dan calon wapres, masak TKN tidak bisa minta tambahan satu kursi.

Tanda paling nyata bahwa Kyai Ma’ruf sudah ditinggal dan kehadirannya dianggap antara ada dan tiada sangat terlihat pada debat pertama dua hari kemudian (17/1). Dia hanya diberi peran sangat sedkit oleh Jokowi.

Peran utamanya yang menonjol hanya ketika mengambil undian. Dari 10 kali undian pengambilan pertanyaan, Kyai Ma’ruf mengambil 9 kali dan Jokowi hanya sekali.

Jokowi juga memilih berkampanye sendirian di televisi dengan tema “Visi Presiden.” Kyai Ma’ruf lagi-lagi tidak dilibatkan. Beda dengan kubu sebelah. Mereka kompak tampil ketika Prabowo menyampaikan Pidato Kebangsaan.

Sebagai seorang ulama sepuh, Kyai Ma’ruf pasti sangat paham bahasa yang tersurat, maupun tersirat. Jika tidak diingatkan dari sekarang, nasibnya akan sama, bahkan lebih buruk dibanding Wapres Jusuf Kalla.

Jusuf Kalla juga seorang tokoh NU. Kehadirannya dibutuhkan Jokowi untuk mendulang suara di kalangan pemilih Islam dan Indonesia bagian Timur. Setelah terpilih, JK tidak diberi peran. Yang paling banyak berperan justru Luhut Panjaitan. Secara bercanda Luhut sering dijuluki sebagai RI-3. Super minister.

Sementara Kyai Ma’ruf, sudah tidak diberi peran sebelum beliau terpilih menjadi wapres. Karena itu wajar bila beliau cepat-cepat mengingatkan dari sekarang.

Sebagai orang Jawa, Jokowi kudunya paham sindiran-sindiran halus seperti itu. Kudu tanggap ing sasmita. Tanggap menangkap makna simbolis yang disampaikan Kyai Ma’ruf.

Penulis: Nasruddin Djoha
Baca juga :