Pengamat Australia: Vonis 1,5 Tahun Ahmad Dhani Hanya Karena Twit Kasar, Itu Rezim Otoriter, UU ITE Jadi Senjata Politik


[PORTAL-ISLAM.ID] Musisi Ahmad Dhani yang merupakan oposisi dari rezim Jokowi divonis 1,5 tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini, Senin (28/1/2019), dan langsung masuk penjara.

Ahmad Dhani divonis atas tiga cuitan di Twitter pada 2017.

Tiga cuitan yang dimaksud, pertama pada tanggal 7 Februari 2017 dengan kalimat ''yg menistakan agama si Ahok.. yang diadili KH Ma'ruf Amin... ADP".

Kedua pada tanggal 6 Maret 2017, dengan mengunggah kalimat "Siapa saja yang mendukung Penista Agama adalah Bajingan, yang perlu diludahi mukanya --ADP".

Ketiga pada tanggal 7 Maret 2017 dengan mengunggah kalimat "Sila Pertama KETUHANAN YME, PENISTA Agama jadi Gubernur...  Kalian WARAS??? ... ADP".

Pengamat dari Australia, Ian Wilson, yang juga Dosen bidang Politik dan Studi Keamanan, Anggota Riset di Pusat Penelitian Asia, Universitas Murdoch, menyatakan vonis 1,5 tahun penjara Ahmad Dhani karena twitnya adalah perwujudan rezim otoriter, UU ITE dijadikan alat politik.

"Whatever you think of Dhani, 1.5 years in prison for a couple of crude tweets is deeply authoritarian. ITE and blasphemy laws little more than political weapons" (@iwilson69).

"Apa pun pendapat Anda tentang Ahmad Dhani, 1,5 tahun penjara karena beberapa tweet kasar sangat otoriter. ITE dan undang-undang penistaan tidak lebih dari senjata politik," kata Ian Wilson di akun twitternya, Senin (28/1/2019).

Baca juga :