[Catatan Untuk GARBI] Menyiapkan Wadah Pemikir Keumatan dan Kebangsaan


[Catatan Untuk GARBI]
Menyiapkan Wadah Pemikir Keumatan dan Kebangsaan

By: Nandang Burhanudin

Hal yang luput dari gerakan Islam kontemporer: tidak menyediakan wadah pemikir (Bahasa Inggris: think tank), yaitu suatu organisasi, lembaga, perusahaan, atau kelompok, yang melakukan riset, dalam bidang strategi sosial, budaya, keagamaan atau politik, teknologi, dan persenjataan, dll.

Era keterbukaan informasi dan demokrasi sejatinya membuka kesempatan bagi berdirinya lembaga ataupun organisasi think tank (wadah pemikiran/studi kebijakan).

Selain lazim memotret realitas sosial masyarakat, lembaga think tank juga biasa memberi rekomendasi kepada pengambil kebijakan. Empat Presiden Indonesia memilikinya.

Di level dunia, hadir lembaga-lembaga think tank terbaik di dunia 2016. 10 besar terbaik:

1. Brookings Intitution - (AS)
2. Chatham House - (Inggris)
3. Carnegie Endowment for International Peace (CEIP) - (AS)
4. Center for Strategic and International Studies (CSIS) - (AS)
5. Bruegel - (Belgia)
6. Council on Foreign Relations (CFR) - (AS)
7. International Institute for Strategic Studies (IISS) - (Inggris)
8. RAND Corporation - (AS)
9. Wilson Center - (AS)
10. Amnesty International - (Inggris)

Arah perjalanan bangsa dan umat ini pada kenyataannya tidak hanya ditentukan oleh para pemimpinnya. Tidak hanya dipengaruhi oleh siapa presiden, raja, emir dan para menteri di kabinetnya. Akan tetapi dipengaruhi siapa di balik semua keputusan disahkan bukan?

Perhatikan kebijakan Saudi era Ben Salman, UAE era Ben Zaid, Mesir era AsSisi, Indonesia era Jokowi, Malaysia era Mahathir, Turki era Erdogan. Kita akan melihat perbedaan itu seterang purnama.

Mempersiapkan wadah para pemikir sama halnya dengan menyiapkan arena perjuangan nyata bagi para analis. Sayangnya, tak sedikit Organisasi Islam lebih senang bila kadernya taat buta, daripada paham realita. Maka saat berkuasa, pengendali sebenarnya bukan domain organisasinya.

Jiwa-jiwa perindu Arah Baru Indonesia (GARBI), seharusnya fokus pada the future of Indonesia. Masa depan! Maka cara berfikirnya berbasis pada proliferasi.

Di antara tugasnya, seperti disampaikan James McGann, Director, Think Tanks and Civil Societies Program Foreign Policy Research Institute University of Pennsylvania Philadelphia, adalah;

1. Mereka memberi nasihat kebijakan kepada para pimpinan pemerintahan dan partai politik yang menjadi afiliasinya.

2. Mereka melatih dan mendidik anggota-anggota partai dan kandidat-kandidat untuk jabatan legislatif maupun eksekutif.

3. Mereka menyediakan suatu jaringan atau network berisi orang-orang dan pakar yang memiliki pemikiran politik yang sama, dan dengan demikian, dianggap sebagai basis rekrutmen bagi pemimpin-pemimpin politik.

Dari arahan di atas, bisa kita pahami bahwa Kader Arah Baru Indonesia harus berhenti bersikap reaktif alias sumbu pendek, jika ada retas-retas masa lalu yang dimunculkan untuk menghambat laju.

Tidak pula overkreatif dengan melakukan editing gambar tokoh-tokoh, dengan ditempelei logo gerakan. Jadikan masa lalu seperti spion. Sesekali melihat ke belakang. Itu pun jika moda transportasinya masih model bajaj atau angkot.

Fokuslah pada narasi kita: Naik, turbulensi, take off, landing, pilot. Sebab kita akan melakukan lompatan jauh, yang hanya bisa dipahami moda pesawat bukan angkot apalagi bajaj.

Mari fokus pemikiran brilian, narasi keumatan kebangsaan. Bukan jotos-jotosan, apalagi ghibah-ghibahan.

09-10-2018


Baca juga :