KERAS! Wasekjen MUI: Hentikan Menyinggung Agama!


[PORTAL-ISLAM.ID]  Agama adalah isu paling sensitif bagi rakyat Indonesia. Tidak ada perkara yang lebih menyakitkan di hati rakyat Indonesia melebihi perkara hinaan atas agama. Oleh karena itu, para pendiri negara meletakkan sila Pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan yang Maha Esa. UUD 1945 juga meletakkan masalah agama di Pasal 29, yang kini di amandemen menjadi pasal menjadi Pasal 28e:” Negara menjamin tiap tiap warga negara untuk memeluk agama/kepercayaan dan menjalankan agama/kepercayaannya masing masing.

Di zaman Bung Karno memimpin negeri ini, dibuat sebuah Pasal tambahan pada KUHP yakni Pasal 156a untuk mengantifikasi ada penistaan agama yang dapat membuat keadaan rakyat dan negara menjadi kacau. Tidak tanggung tanggung ancamannya adalah maksimal 5 tahun penjara.

Kasus Meiliana, Tanjung Balai, Sumatera Utara
adalah salah satu contohnya.
Kejadian yang sudah berlalu 2 tahun ini memasuki klimaksnya dengan dijatuhkannya vonis bersalah 18 bulan penjara. Sebagai bentuk wujudnya hukum di negara ini.

Sayangnya, kasus ini DIGORENG seolah olah hanya masalah kecil yakni memprotes keras nya suara speaker masjid. Bagi yang awam dan tidak rajin cross-check berita ini menjadi opini adanya tindak kezaliman hukum atas saudari Meiliana.

Padahal proses panjang sampai 2 tahun telah dilakukan oleh pihak Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Menuduh ini hal ini sebagai masalah yang keliru, sama saja dengan menuduh pihak penegak hukum telah membuat kesalahan dan kezaliman yang nyata.

Negara kita adalah negara hukum. Jika tidak puas maka orang bisa menempuh upaya hukum seperti banding, misalnya. Menggiring opini atas perkara Meiliana untuk kemudian ditembakkan ke arah pencabutan pasal penghinaan agama(seperti yang sudah lama digaungkan) adalah hal yang sangat berbahaya.

Jika pasal penghinaan agama dicabut dari KUHP, maka umat bisa menjadi liar. Tidak ada penyaluran(kanalisasi) masalah. Dikhawatirkan akan berlaku “hukum rimba” kepada mereka yang disangka sebagai penista agama. Tentu kita semua tidak menginginkannya.

Kami, MUI kota Tanjung Balai, MUI Sumatera Utara, dan MUI Pusat turun langsung dan sudah investigasi masalah ini. Bahkan MUI Sumatera Utara sudah mengeluarkan Fatwa atas kasus ini.

Saksi saksi menjelaskan bahwa Sdr Meiliana malah mengeluarkan kata kata tidak pantas kepada kaum muslimin secara langsung(memakai kata kata “BUJANG”, sebuah kata yang sangat TABU bagi masyarakat Melayu Tanjung Balai(kemaluan wanita). Dan, lagi dia telah lama dan berkali kali menolak seruan azan dilakukan si masjid dekat rumahnya, bahkan sejak bulan Ramadhan sebelum kejadian itu meledak. Andai saja saat itu dia minta maaf,maka masalah sudah selesai. Masalahnya dia menolak untuk minta maaf. Sehkngga berlanjut lah masalahnya ke ranah hukum.

Mestinya kita bersyukur umat Islam di sana mau taat pada hukum…

Akhirnya kami meminta kepada semua pihak patuhi hukum uang berlaku dan jangan komentar jika tidak mengetahui keadaan sebenarnya. Hanya akan menambah keruh suasana saja.

Tidak puas atas putusan hukum boleh banding. Baik pihak pengadu atau pihak terdakwa.

Semoga hukum tetap tegak dan NKRI tetap jaya. Amin.

Penulis: Ust. Tengku Zulkarnain (Wasekjen MUI)
Baca juga :