Letjen TNI (Purn) Suryo Prabowo: Semakin Beragam, Tapi Harus Tetap Satu


[PORTAL-ISLAM] Catatan mantan Kepala Staf Umum TNI Letnan Jenderal TNI (Purn.) Johannes Suryo Prabowo yang ditulis di blog pribadinya, terkait kondisi Indonesia, aksi umat Islam dan upaya adu domba sesama komponen bangsa.

Gambar di atas Cover buku "Aksi Bela Islam 212 Gerakan Hati Kekuatan Bangsa" disematkan di catatan Letjen TNI (Purn) Suryo Prabowo di blognya.

Tulisan ini sangat layak untuk disimak dan disebarluaskan untuk merawat NKRI yang menaungi keberagaman.

Simak....

"Semakin Beragam, Tapi Harus Tetap Satu"

Saat Aksi Bela Islam III yang digelar tanggal 2 Desember 2016, saya sedang berada di puncak kesibukan menyiapkan rangkaian ritual pernikahan putra saya. Tanggal 4 Desember (Dua hari setelah Aksi 212) baru saya dapat menyelesaikan rangkaian  ritual pernikahan putra kami secara adat Jawa dan Manado. Termasuk juga secara Gereja dan Tercatat di Catatan Sipil. Kemudian resepsi di Aula Gereja SaMaRe Bintaro. Disusul kemudian pada Minggu sore (4/12) diselenggarakan resepsi pernikahan di lapangan tembak KOPASSUS sesuai dengan tradisi militer.


Dengan adanya pernikahan ini, keluarga besar saya semakin beragam. Besan saya dari Menado-Banyuwangi dan Hongaria-Serbia. Sedangkan keluarga saya berasal dari Madura-Solo dan Batak-Karo. Dalam keluarga itu sangat jelas kami berbeda, lintas suku, lintas agama, lintas daerah bahkan lintas negara. Tapi kami adalah keluarga Indonesia yang percaya Bhinneka Tunggal Ika.


Aksi Damai 212 pun demikian. Dihadiri oleh jutaan orang Indonesia dari segala penjuru daerah. Tentu tidak mudah dan tidak murah menggelar aksi dan perhelatan besar seperti itu. Toh, aksi berjalan dengan super damai, super aman dan super tertib.

Karena itu, saya layak memberi apresiasi sebab aksi tersebut telah mampu membuktikan tidak saja kepada Indonesia, tetapi pada dunia, bahwa begitu banyaknya umat Islam yang bergabung dalam Aksi 212. Tetapi tetap mampu menyampaikan pesan kepada pemerintah dengan super damai, dan tidak membuat saya takut, meski saya seorang penganut Katolik.

Tapi tentunya sangat kebangetan bila para penguasa masih saja tidak bisa memahami aspirasi saudara saya, agar berlaku adil dalam menangani kasus #ahok.

Seorang teman ada yang berpendapat bahwa, bila Aksi 411 ibaratnya seperti Tawaf, Aksi 212 itu seperti Wukuf. Kalau masih belum ditangkap juga, selanjutnya tinggal melempar jumroh. Entahlah, dalam situasi pemerintahan seperti ini sulit memprediksi berbagai eskalasi yang terjadi.

Satu-satunya peristiwa yang saya alami saat Aksi 212 adalah banyaknya wartawan media online yang meminta pendapat saya tentang penangkapan para aktivis, atas dugaan perencanaan makar.

Saat itu komentar saya adalah, bila saya masih menjabat Pangdam Jaya, pastinya saya akan melakukan tindakan yang sama. Siapa saja yang akan membelokan aksi damai untuk kepentingan politik praktis, pasti akan saya amankan. Tetapi tidak menggunakan argumen dugaan perencanaan makar, dan menangkap mereka di waktu subuh seolah-olah mereka akan melakukan teror. That’s all.


Usai Aksi 212, muncul Aksi 412 sebagai tandingan. Apakah aksi Super Damai 212 itu bukan aksinya bangsa Indonesia, dan dinilai merongrong kewibawaan pemerintah?

Sehingga harus dilawan dengan membuat aksi tandingan yang dinamai Aksi KITA INDONESIA, dengan mengerahkan partisipasi karyawan, dan donasi dari para pengusaha ?

Bagaimanapun juga, kewibawaan pemerintah hanya bisa dibangun oleh prestasi kerja, integritas dan komitmen pemerintah dalam memenuhi rasa keadilan rakyat.

Bukan dengan kemampuannya berperilaku sebagai Korlap (Koordinator Lapangan) dalam mengorganisasi aksi tandingan dihari CFD (Car Free Day), agar terlihat seolah-olah diikuti oleh banyak peserta.

Tidak hanya rakyat… TNI, Polri, Satpam, PNS, Ormas, Parpol plat merah, karyawan dan keluarganya, perusahaan, bahkan Rumah Sakit juga DIPAKSA REPOT karena DIWAJIBKAN oleh penguasa untuk mengikuti Aksi 412.

Bahkan rakyat yang sedang berolahraga bersama keluarga pun ditunggangi untuk menggandakan jumlah peserta Aksi 412 agar terlihat masif.

Memang sepertinya adu jago dalam pengerahan massa, hanya ada di Indonesia. Kasihan rakyatku…

Sumber: https://www.suryoprabowo.com/semakin-beragam-tapi-harus-tetap-satu/


Baca juga :