[CATATAN] Dari Mu'tamar Ke-10 Partai An Nahdah Tunisia


Oleh: Hasmi Bakhtiar
S2 Lille Perancis

1. Salah satu yang menarik dari Mu'tamar An Nahdah Tunisia yang ke-10 yang digelar di kota Rades (20 Mei 2016) ini adalah wacana rekonsiliasi jama'ah. Kedewasaan mereka patut dicontoh.

2. An Nahdah kalau ingin bangkit memamg harus memulai islah dari internal.

3. Pidato Fathi al Ayyad (ketua majelis syuro) dan Ghannouchi (ketua An Nahdha) dalam mu'tamar Ke-10 semalam cukup menarik.



4. Ini rumah kita bersama. Tidak ada yang lebih berhak untuk menjaga dan menempati selain kita. Keren!

5. Kalo maen pecat palagi pakai fitnah gimana mau menang? Emang kuat berdakwah sendirian?

6. Tujuan gerakan islam di manapun adalah melakukan perbaikan, dan itu butuh modal yang tidak sedikit.

7. Kalau gw lihat isi pidato mereka berdua punya pesan yg sama, yaitu kesiapan jamaah adalah modal utama dalam mencapai perbaikan yg diinginkan.

8. Kader An Nahdha sangat beragam, dan jamaah harus siap menjadi payung bagi mereka semua dengan berbagai macam karakter.

9. Makanya tema yang diusung adalah rekonsiliasi. Sebelum berbicara di panggung nasional, rekonsiliasi ini harus sudah selesai di internal.

10. Yang lebih menarik, MS An Nahdha membuka issue tentang pemisahan 'da'wi dan 'siyasi' hanya beberapa hari sebelum mu'tamar.

11. Tetapi kader An Nahdha membludak saat mu'tamar. Artinya, wacana yang ditawarkan jamaah sudah 'masak' di internal.

12. Harakah memiliki problem yang berbeda. Wacana MS An Nahdha memisahkan 'da'wi' dan 'siyasi' mungkin bagian dari ikhtiyar dalam berjuang.

13. Tapi cara An Nahdha menjaga kesolidan para kader dalam menerima wacana qiyadah ini menarik dipelajari.

14. Memisahkan 'da'wi' dari 'siyasi' itu suatu hal yg menakutkan bagi sebagian kader, tapi tugas qiyadah menjelaskan dg bahasa yg mudah difahami.

15. Ketika dakwah menjelma menjadi parpol, maka gaya dakwah dan politik harus dimiliki sekaligus, dan ini tidak mudah.

16. Tidak mudah bagi para qiyadah dan juga tidak mudah bagi para kader.

17. Karena sifat dakwah adalah merangkul, sedangkan politik sifatnya bertarung, mengalahkan.

18. Dan dua sifat ini harus dimiliki oleh para qiyadah dan kader, dengan catatan, digunakan pada tempatnya.

19. Kadang kesalahan kader bahkan qiyadah salah tempat menggunakan dua sifat ini. Seharusnya merangkul malah bertarung atau sebaliknya.

20. Dan ini kadang terjadi tidak hanya ketika menghadapi 'musuh' di luar, tapi juga ketika menghadapi 'teman' di dalam.

21. Dalam konteks politik, yang berbeda harus dikalahkan, sedangkan dalam konteks dakwah, yang berbeda harus dirangkul.

22. Kalau dibalik, lawan politik dirangkul tetapi yang berbeda di internal dihabisi, ini sama saja menghabisi rumah tempat kita berteduh.

23. Dan kesalahan seperti ini sering terjadi dalam sebuah harakah yang di dalamnya bergabung 'da'wi dan 'siyasi' sekaligus.

24. Pemisahan 'da'wi' dan 'siyasi' bukan berarti menafikkan 'syumuliyatul islam'.

25. Tapi lebih kepada membagi porsi para kader untuk hasil yang lebih maksimal dalam konteks 'taawun'.

26. Harakah harus berani tampil sesuai zaman, tetapi bukan berarti kehilangan identitas.

27. Dan sebelum mengeluarkan identitas di panggung nasional atau lebih, identitas ini harus dimiliki oleh para kader dan terlebih qiyadah.

28. Ketika jamaah salah kapan harus mengeluarkan dua sifat (merangkul dan bertarung) maka identitas akan buram.

29. Dan ini tidak hanya membuat usaha menaklukkan eksternal akan sangat susah, lebih dari itu, internal pun akan terbelah.

Baca juga :