Tercatat sudah 10 orang korban meninggal akibat kekerasan seksual di Jawa Tengah, dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, memilih menutup mata dan mengabaikan kasus tersebut.
Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Jawa Tengah menyatakan terdapat ratusan kasus kekerasan terhadap perempuan tahun ini.
Mulai awal hingga pertengahan 2014 tercatat 222 kasus dengan korban berjumlah 386 perempuan.
"Jumlah pelaku kekerasannya sebanyak 365 orang," kata Kepala Divisi Informasi dan Dokumentasi LRC-KJHAM Jawa Tengah Witi Muntari di Semarang, Senin, 4 Agustus 2014.
Dari ratusan korban itu, ujar Witi, ada 10 orang yang meninggal dunia. Rinciannya, 2 orang meninggal karena kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), 6 orang meninggal karena kasus kekerasan dalam pacaran (KDP), 1 korban meninggal karena kasus perkosaan, dan 1 korban akibat kekerasan sebagai buruh migran.
Berdasarkan jenisnya, 83 kasus masuk kategori KDRT dengan 83 perempuan menjadi korban.
Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Jawa Tengah menyatakan terdapat ratusan kasus kekerasan terhadap perempuan tahun ini.
Mulai awal hingga pertengahan 2014 tercatat 222 kasus dengan korban berjumlah 386 perempuan.
"Jumlah pelaku kekerasannya sebanyak 365 orang," kata Kepala Divisi Informasi dan Dokumentasi LRC-KJHAM Jawa Tengah Witi Muntari di Semarang, Senin, 4 Agustus 2014.
Dari ratusan korban itu, ujar Witi, ada 10 orang yang meninggal dunia. Rinciannya, 2 orang meninggal karena kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), 6 orang meninggal karena kasus kekerasan dalam pacaran (KDP), 1 korban meninggal karena kasus perkosaan, dan 1 korban akibat kekerasan sebagai buruh migran.
Berdasarkan jenisnya, 83 kasus masuk kategori KDRT dengan 83 perempuan menjadi korban.
Sedangkan 65 kasus berupa perkosaan dengan 77 korban, 30 kasus prostitusi dengan 157 korban, 28 kasus KDP dengan 52 korban, 9 kasus trafficking dengan 17 korban, 6 kasus buruh migran dengan 6 korban, dan 1 kasus pelecehan seksual dengan 1 korban.
Lebih lanjut Witi menyatakan, bahkan di Ibukota Provinsi Semarang, yang semestinya menjadi perhatian Gubernur karena dekat dengan tampuk kekuasaan, belum ada standar prosedur pemberian layanan bagi perempuan korban kekerasan.
Di beberapa kabupaten lain malah tidak punya anggaran khusus untuk layanan medis korban perempuan, serta tidak menyediakan bantuan hukum korban kekerasan.
Ketidakpedulian pemerintah Jawa Tengah juga dirasakan Onny, warga Weleri yang awal 2014 menjadi korban KDRT dengan pelaku suaminya sendiri.
"Boro-boro dipedulikan pemerintah. Lapor ke polisi mau minta visum malah disuruh minta maaf ke suami", ujar Onny gusar.
Angka kekerasan pada perempuan memang setiap tahun mengalami peningkatan.
“Setiap tahun pasti angkanya jadi lebih tinggi. Ini artinya masyarakat sudah mulai confident untuk melapor,” kata Justina Rostiawati, seorang komisioner dari Komnas Perempuan.
Jumlah korban melapor banyak. Namun ada lebih banyak lagi korban yang melapor namun tak tertangani, dan ada jauh lebih banyak lagi korban tak melapor. Untuk itu, pemerintah diminta lebih proaktif dalam menangani kasus kekerasan kepada perempuan.
“Tapi belum tentu tahun sebelumnya jumlah korban lebih sedikit. Mungkin tidak. Di sini (komnas perempuan)korban banyak, tapi dia tidak melapor", tutup Justina. (fs)
Lebih lanjut Witi menyatakan, bahkan di Ibukota Provinsi Semarang, yang semestinya menjadi perhatian Gubernur karena dekat dengan tampuk kekuasaan, belum ada standar prosedur pemberian layanan bagi perempuan korban kekerasan.
Di beberapa kabupaten lain malah tidak punya anggaran khusus untuk layanan medis korban perempuan, serta tidak menyediakan bantuan hukum korban kekerasan.
Ketidakpedulian pemerintah Jawa Tengah juga dirasakan Onny, warga Weleri yang awal 2014 menjadi korban KDRT dengan pelaku suaminya sendiri.
"Boro-boro dipedulikan pemerintah. Lapor ke polisi mau minta visum malah disuruh minta maaf ke suami", ujar Onny gusar.
Angka kekerasan pada perempuan memang setiap tahun mengalami peningkatan.
“Setiap tahun pasti angkanya jadi lebih tinggi. Ini artinya masyarakat sudah mulai confident untuk melapor,” kata Justina Rostiawati, seorang komisioner dari Komnas Perempuan.
Jumlah korban melapor banyak. Namun ada lebih banyak lagi korban yang melapor namun tak tertangani, dan ada jauh lebih banyak lagi korban tak melapor. Untuk itu, pemerintah diminta lebih proaktif dalam menangani kasus kekerasan kepada perempuan.
“Tapi belum tentu tahun sebelumnya jumlah korban lebih sedikit. Mungkin tidak. Di sini (komnas perempuan)korban banyak, tapi dia tidak melapor", tutup Justina. (fs)