Kepemimpinan Lemah, Jakarta Kian Parah

[detik.com] - Tanah longsor di Wasior Papua Barat, letusan Gungung Merapi di Jawa Tengah dan Daerah Istmewa Yogyakarta, serta gempa dan tsunami di Mentawai, di Sumatera Barat. Semua adalah bencana alam yang tidak bisa diprediksi secara pasti oleh manusia. Korban demikian besar, karena tidak bisa diantisipasi sebelumnya. Langkah-langkah mitigasi pun sering tiada arti.

Tidak demikian halnya dengan macet dan banjir di Ibukota Jakarta, seperti yang terjadi pada Senin (25/11/2010) lalu. Memang korban jiwa tidak seberapa. Tetapi tekanan psikologis yang luar biasa, akbit macet berjam-jam dan tergenang sepanjang hari, membuat warga Jakarta gampang naik pitam. Kerugian material juga tidak sedikit, lebih-lebih jika kerugian waktu dikonversi dalam bentuk uang.

Celakanya, hujan sebagai penyebab utama banjir, yang datangnya bisa diprediksi itu justru tidak bisa diantisipasi. Dalam tiga tahun terakhir banjir kian menjadi-jadi, meskipun Banjir Kanal Timur sudah beroperasi. Pada titik inilah warga Jakarta menengok Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo sebagai biang masalah, karena selama tiga tahun pemerintahan, Bang Foke -demikian dia menyebut dirinya- gagal total mengendalikan banjir.

Tidak hanya itu, Foke juga gagal memecahkan masalah kemacetan lalu lintas, sehingga setiap hari warga Jakarta waktunya habis di jalanan. Selama masa pemerintahannya nyaris tidak ada program signifikan untuk mengurangi kemacetan. Pembangunan subway dan monorail, hanya jadi bahan diskusi. Bahkan jalur busway yang sudah disiapkan oleh pendahulunya pun terbengkalai, tak termanfaatkan. Singkat kata, Foke gak ade majunye selama memimpin Jakarta.

Apa yang salah dengan kepemimpinan Fauzi Bowo? Dengan latar belakang belajar ilmu tata kota di Jerman sampai strata tiga, Fauzi Bowo adalah ahli tata kota, cukup bisa diandalkan dalam menyelesaikan masalah Jakarta. Bahkan dalam kampanye calon gubernur tiga tahun lalu, Foke mengklaim bahwa penggerak pembangunan DKI Jakarta selama ini adalah dirinya. Dia adalah orang di belakang layar di balik sukses Gubernur Sutiyoso. Oleh karena itu, dia mempunyai kepercayaan tinggi untuk memimpin Jakarta.

Dengan dukungan kuat dari hampir semua partai politik, kecuali PKS yang mencalonkan Adang Dorojatun, Foke sukses memenangi pilkada DKI Jakarta. Namun setelah tiga tahun berkuasa, Foke hanya dikenal sebagai gubernur yang banyak nampang melalui baliho-baliho di jalanan. Nyaris tidak ada kemajuan nyata. Kemacetan kian menjadi-jadi, tiap hujan datang banjir menerjang.

Tetapi mengapa Foke nyaris gagal total membangun Jakarta? Pertama-tama, kepemimpinan Foke secara umum dinilai tidak cocok dengan karakter penduduk Jakarta yang plural, pintar dan berani protes. Kedua, kepemimpinan Foke tidak didukung oleh birokrasi yang memadai. Ketiga, meskipun dukungan politik kuat, bukan berarti tidak ada masalah. Dan Keempat, Foke hanya bisa berteman dengan pejabat pusat, tetapi tidak mempu mempengaruhinya.

Jakarta yang padat semakin semrawut. Penduduknya kian gampang naik pitam akibat didera kemacetan setiap hari, akibat genangan setiap hujan datang. Jakarta semakin parah. Tiga tahun dipimpin Foke, kagak ade majunye.

*sumber: detik.com

---
posted by: pkspiyungan.blogspot.com
Baca juga :