Metamorfosis Isiswati
Kelompok takfiri ISIS gencar melakukan propaganda online sejak awal 2013. Awalnya segmen pasar mereka terfokus bagi kalangan Jihadi (pengikut Al-Qaeda) di seluruh dunia .
Kepada massa pro Al-Qaeda, propaganda yang dipakai adalah ISIS = Daulah (negara), Al-Qaeda = Tanzhim (ormas), maka sudah selayaknya yang diikuti adalah "negara".
Propaganda ini berhasil, karena hampir seluruh takfiri garis keras di tubuh pro Al-Qaeda berganti baju menjadi pro ISIS.
Setelah upaya islah berbelit gagal, Al-Qaeda secara resmi menyatakan ISIS adalah anak durhaka. Di sini ISIS mulai serius meluaskan segmen pasar kepada siapa saja, termasuk orang-orang yang bahkan awam tentang Islam.
Mencitrakan diri sebagai "State of Heaven", ditunjang bakat-bakat dari seluruh dunia yang hijrah ke sana, propaganda ISIS sangat kuat secara narasi dan berkualitas secara visual.
ISIS juga merekrut secara peer to peer. Menghubungi langsung personal para target, bukan hanya Muslim bahkan juga non Muslim, khususnya perempuan.
Ada yang diiming-imingi cinta oleh para pemuda romantis ISISer. Ada pula yang dicuci otak bahwa ISIS satu-satunya jalan ber-Islam dengan benar.
Lainnya tertarik karena janji palsu keberhasilan di sektor ekonomi, kesehatan, perjodohan, dapat rumah gratis, mobil gratis. Bahkan ada orang yang ke sana sekedar untuk kabur dari kejaran utang, hidup susah atau sakit tak kunjung sembuh.
Banyak gadis muda yang tergaet lewat kisah romantis, utamanya dari Eropa.
3 gadis SMP Inggris pernah menghebohkan dunia, ketika hilang dari rumah.
Mereka kemudian terdeteksi di bandara Turki. Satu nama yang paling terkenal adalah Shamima Begum. Umurnya 15 tahun, keturunan Bangladesh.
Orang tuanya berusaha melacak dan mengikuti ke Turki, namun semua buntu.
Shamima masuk wilayah Suriah, dan hanya 10 hari kemudian dinikahkan tanpa wali dengan seorang mualaf Belanda yang juga terjaring propaganda ISIS.
Namun kisah "State of Heaven" Shamima Begum tak berlangsung lama. Perlahan namun pasti sejak akhir 2015 ISIS mengalami kemunduran.
Propaganda kesejahteraan pindah channel jadi ajakan mengejar kematian di medan pertempuran. Yang datang karena pencitraan langsung ketar-ketir.
Satu per satu wilayah mr. Big Daddy dipreteli oleh lawan-lawannya. Di barat Suriah ada FSA dan Turki, di tengah Suriah ada milisi Kurdi SDF yang didukung Amerika, di selatan ada rezim brutal Assad dan Rusia.
Di Irak ada Kurdi Peshmerga serta milisi brutal Syi'ah yang didukung Iran dan Amerika.
Setelah ibukota ISIS Raqqah jatuh ke tangan SDF, pratis tak ada lagi pemerintahan efektif, mereka terus terdesak ke timur di wilayah kecil sepanjang sungai Eufrat.
Ibukota terakhir ISIS di Suriah adalah Baghouz. Bombardir Amerika yang tak pandang bulu ke wilayah sempit tersebut sangat memilukan jika melihat nasib anak-anak.
Baghouz jatuh dengan mudah, ISIS terpencar. Sebagian besar tertangkap Kurdi. Sebagian lain menghilang dan melanjutkan gerilya dari gurun-gurun Suriah.
Sebelum itu, sudah terjadi pergolakan di tubuh mereka. Banyak yang menyesal bergabung karena tak seindah yang diimpikan. ISIS menghukum member-member yang dituduh tak loyal, termasuk suami Shamima.
2019 adalah akhir petualangan Shamima sebagai Isiswati. Mereka tertangkap oleh pasukan SDF dan ditempatkan ke sebuah kamp khusus.
3 tahun berlalu, Shamima malah melepas hijabnya dan berpenampilan seperti wanita Eropa pada umumnya. Jejak "State of Heaven" tak ada lagi.
Sial baginya, pemerintah Inggris menghapus kewarganegaraan, dia juga dilarang masuk ke Inggris. Tak seperti sejumlah negara Eropa lain yang menerima balik eks-ISISers, dengan syarat dihukum penjara dulu dan dinyatakan sudah tidak ekstrim.
Di kamp penampungan ISISer terbagi 2 kubu, pertama adalah takfiri garis keras, yang bergabung karena ideologi dan berperang sampai akhir. Mereka tak menyesal sebab dulu datang karena keyakinan kuat untuk menghancurkan sistem global yang rusak dengan perang dan kini kukuh bercita-cita membangkitkan lagi ISIS.
Kedua adalah orang-orang menyesal karena bergabung atas dasar termakan pencitraan (ada yang Taqiyah juga mungkin).
Shamima dan keluarganya berjuang melalui jalur hukum agar kewarganegaraan Inggrisnya dikembalikan. Menggunakan argumen saat itu ia masih di bawah umur dan merupakan korban perdagangan manusia.
Di sini fakta menarik terungkap. Intelijen berbagai negara beroperasi di perbatasan Turki diduga bertujuan untuk menyelundupkan mata-mata atau sengaja membuang orang-orang radikal ke wilayah ISIS supaya tidak menjadi masalah di negara asal.
Inilah alasan mengapa sepanjang 2014-2016 jalur masuk ke ISIS via Turki seperti melewati jalan tol.
(Pega Aji Sitama)