PERBEDAAN SOAL QABLIYAH JUM'AT
Oleh: Ustadz Ahmad Zarkasih
Perkara qabliyah jumat ini sejak lama sudah ada perselisihan pendapatnya, yakni antara jumhur ulama dengan madzhab imam Ahmad bin Hanbal. Jumhur merujuk kepada beberapa teks yang menginformasikan itu, bahwa Nabi s.a.w. dan sahabat melakukan qabliyah. Imam Ahmad memahami itu berbeda, apa yang dikerjakan bukan qabliyah jumat, akan tetapi itu adalah shalat sunnah zawal.
Selain berbeda dalam memahami teks yang ada, jumhur dan madzhab al-hanabilah juga berbeda dalam memahami jumat itu sendiri. Bagi jumhur, jumat itu pengganti zuhur dengan bukti bahwa jika orang tertinggal jumat, entah itu sakit, tertidur atau karena memang ia orang yang bukan wajib jumatan, mereka wajib shalat zuhur.
Terlebih lagi bahwa waktu jumat pun waktunya sama seperti zuhur, yakni ketika matahari mulai tergelincir ke arah barat (zawal). Maka hukum yang ada pada zuhur, berlaku juga (walau tidak semua) untuk jumatan. Salah satunya ialah adanya qabliyah itu sendiri.
Imam Ahmad melihat berbeda, jumat bukan zuhur. Zuhur tidak disyaratkan berjamaah, dan jumat ada syarat berjamaah yang tidak boleh tidak. Diperkuat lagi bahwa waktu jumat itu bukan waktu zuhur, tapi waktu jumat itu mulainya waktu dhuha, banyak teks syariah yang menunjukkan itu.
Pandangan ini juga berimbas pada hukum-hukum lainnya, seperti bolehnya menjama (jama’ taqdim) jumat dengan ashar dalam pandangan jumhur. Akan tetapi tidak ada kebolehan menjama’ jumat dengan ashar dalam pandangan al-Hanabilah. Tidak ada alasan menjamak jumat dengan ashar.
Kesimpulannya memang masalah qabliyah jumat ini masalah yang sejak awalnya sudah tidak disepakati. Mau ditarik ke kanan atau ke kiri sama saja, tidak ada yang keluar sebagai pemenang. Maka santai saja dalam menyikapi ini. tidak perlu ada yang saling menyalahkan apalagi sampai menghina.
Kita lihat, diantara 4 imam madzhab lainnya, beliau (Imam Ahmad bin Hanbal) hidup di masa yang terakhir. Beliau hidup, Imam Abu Hanifah sudah wafat, Imam Malik juga sudah dikubur, dan Imam Syafi’i juga sudah lebih banyak pengikutnya. Artinya Imam Ahmad hidup di masa di mana pendapat bahwa adanya qabliyah jumat itu sudah eksis dan diketahui secara umum oleh masyarakat. Tapi tidak pernah ada kata dari Imam Ahmad bahwa shalat qabliyah jumat itu bid’ah yang terlarang dilaksanakan dan yang mengerjakannya mendapatkan dosa. Tidak ada. Kita tidak pernah temukan itu.
Dan ulama-ulama dari kalangan jumhur pun begitu ramah. Kita tidak mendapati mereka dalam kitab-kitab mulia mereka menyalahkan Imam Ahmad dan ulama Hanabilah karena tidak memasukkan qabliyah jumat sebagai sunnah jumat. Tidak ada. Tak sekalipun kita dapati mereka menghina dan menyalahkan satu sama lainnya.
Maka, yang qabliyah ya monggo. Yang tidak suka itu juga tidak masalah. Agama ini membolehkan adanya perbedaan, tapi agama ini tidak merestui adanya permusuhan dan kebencian. –wallahu a’lam.
(*)