LOBI-LOBI PENGUSAHA MENGEGOLKAN "NEW NORMAL"


Lobi-lobi pengusaha ikut mendorong pemerintah memberlakukan normal baru di tengah pandemi corona. Tanpa indikator jelas, pemerintah menetapkan puluhan daerah untuk menerapkan tatanan baru.

BERSAMA sejumlah koleganya dari kalangan pengusaha, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani bertandang ke Istana Negara beberapa hari sebelum Lebaran untuk memenuhi undangan Presiden Joko Widodo. Kepada Presiden, Rosan menyampaikan soal memburuknya situasi ekonomi di tengah pagebluk Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Dalam forum tersebut, Rosan juga menyampaikan unek-unek para pebisnis mengenai langkah pemerintah yang memprioritaskan stimulus ekonomi bagi pelaku usaha mikro serta badan usaha milik negara. “Presiden berjanji stimulus akan lebih merata dan me-review terus kebijakan insentif untuk kalangan pebisnis,” kata Rosan kepada Tempo pada Kamis, 28 Mei lalu, di Jakarta.

Menurut Rosan, keluhan tentang kondisi perekonomian berkali-kali ia sampaikan saat berdiskusi dengan sejumlah pejabat, seperti Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, hingga Dewan Pertimbangan Presiden. Kepada mereka, Rosan menyebutkan bahwa penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) turut membuat bisnis sejumlah perusahaan ambruk.

Awal April lalu, Rosan juga bersurat ke Presiden. Dia menyarankan pemerintah menyediakan sedikitnya Rp 1.600 triliun untuk biaya penanggulangan wabah. Anggaran itu meliputi Rp 400 triliun untuk perbaikan fasilitas kesehatan, Rp 600 triliun buat bantuan sosial, dan Rp 600 triliun sebagai perangsang arus kas korporasi yang mulai kempis. Usul itu jauh di atas dana yang disediakan pemerintah senilai Rp 405 triliun.

Tak lama setelah surat itu dikirim ke Istana, Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Mohamad Suleman Hidayat membicarakan isi warkat tersebut saat bertemu dengan Menteri Sri Mulyani. Mantan Menteri Perindustrian itu menyarankan pemerintah segera menghitung jumlah kebutuhan dana talangan untuk sektor kesehatan, bantuan sosial, dan stimulus ekonomi. Tapi, ucap Hidayat, Sri Mulyani tidak memberikan kepastian mengenai stimulus tersebut.

Sri Mulyani belum bisa dimintai tanggapan. Ia tak merespons panggilan dan pesan Tempo ke nomor telepon selulernya. Namun, pada 1 April lalu, Sri Mulyani menyatakan akan menggandeng Kejaksaan Agung serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk mengawasi penyaluran stimulus. Ia mengingatkan para pengusaha agar tak sengaja membangkrutkan bisnis demi memperoleh insentif di masa pandemi Covid-19. “Kami akan benar-benar mengidentifikasi industri yang mendompleng sakit gara-gara corona,” ujarnya.

Di tengah pemberlakuan PSBB, kalangan pengusaha gencar melobi sejumlah pejabat agar kegiatan ekonomi bisa kembali dibuka. Mohamad Suleman Hidayat pun mengaku ikut melobi, tapi enggan menyebutkan nama pejabat yang didekatinya. Anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Perekonomian, Raden Pardede, mengatakan para pebisnis juga melancarkan lobi ke lembaganya. Menurut dia, mereka mengeluh pendapatan melorot drastis dan kesulitan membayar upah pekerja serta tagihan listrik selama PSBB. Para pengusaha, Raden menambahkan, mengharapkan insentif dari pemerintah.

Kementerian Koordinator Perekonomian sempat menyiapkan kajian fase pemulihan ekonomi di tengah wabah virus corona. Materi presentasi yang dibuat Raden kemudian bocor ke publik. Dari slide yang beredar, pemerintah bakal membuka sejumlah sektor bisnis dalam lima tahap terhitung mulai 1 Juni hingga 27 Juli. Raden mengaku membuat kajian itu untuk membangkitkan perekonomian setelah Covid-19 mereda. “Pemulihan ekonomi tak bisa dilepaskan dari faktor kesehatan masyarakat,” tutur Wakil Ketua Umum Kadin ini.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani mengaku berkomunikasi dengan tiga menteri sekitar dua pekan sebelum Lebaran. Salah satu yang ia lobi adalah Menteri Pariwisata Wishnutama. Hariyadi mengatakan arus kas perusahaan hanya dapat bertahan sampai akhir Juni jika PSBB terus berlaku. “Saya meminta pemerintah realistis untuk hidup berdampingan dengan virus ini dan segera mengelola ekonomi dengan waspada,” kata bos Grup Sahid itu. Wishnutama membenarkan adanya komunikasi tersebut. “Kondisi saat ini sangat tidak menguntungkan untuk semua sektor pariwisata,” ucapnya.

Belakangan, Presiden Jokowi mulai menganjurkan masyarakat hidup berdampingan dengan Covid-19 dan menerapkan new normal alias normal baru. Mencuplik pernyataan Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa virus corona tak akan hilang, Jokowi meminta masyarakat tetap produktif sambil menerapkan protokol kesehatan secara ketat. “Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, berdamai dengan Covid-19. Sekali lagi, yang penting masyarakat produktif, aman, dan nyaman,” kata Presiden melalui keterangan resmi dari Istana Merdeka, Jumat, 15 Mei lalu.

•••

INSTRUKSI menerapkan tatanan baru disampaikan Presiden Jokowi dalam rapat dengan sejumlah kementerian dan lembaga pada Rabu, 20 Mei lalu. Seorang pejabat yang mengikuti telekonferensi itu bercerita, Jokowi meminta penerapan tersebut harus didasari sains dan mengacu pada panduan WHO. Menurut pejabat tersebut, semua pemimpin lembaga sepakat menerapkan normal baru.

Rapat itu juga membahas kriteria daerah yang bisa melonggarkan pembatasan sosial dan memulai tatanan baru. Sumber yang sama bercerita, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengusulkan pelonggaran pembatasan sosial dimulai dari wilayah atau pulau yang jumlah kasus positifnya turun dalam dua pekan terakhir. Salah satu yang dipertimbangkan untuk dibuka adalah Bali. Meski tak menerapkan pembatasan sosial secara resmi, Bali hanya mencatatkan 443 kasus positif corona dengan 320 orang telah sembuh hingga Jumat, 29 Mei lalu.

Kepala BNPB yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, pada Kamis, 28 Mei lalu, mengatakan ada kriteria yang harus dipenuhi daerah yang bakal menerapkan normal baru. Di antaranya ketiadaan atau penurunan jumlah kasus corona secara konsisten. “Kondisi di setiap daerah berbeda,” katanya.

Dalam telekonferensi yang sama, sejumlah menteri di bidang ekonomi mengusulkan kawasan industri, pertambangan, pertanian, dan perkebunan bisa beroperasi kembali pada tahap berikutnya. Menurut pejabat yang mengikuti pertemuan itu, kawasan yang diprioritaskan adalah kota dengan skala ekonomi besar, seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Pejabat itu mengatakan pelonggaran pembatasan sosial di kota-kota tersebut akan ditinjau berdasarkan indikator yang direkomendasikan sejumlah lembaga.

Sehari setelah telekonferensi dengan Presiden, Kamis, 21 Mei lalu, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mulai menyusun indikator pelonggaran dengan menggelar diskusi online bersama sejumlah pakar kesehatan. Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas Pungkas Bahjuri Ali mengatakan faktor ekonomi dan kesehatan masyarakat menjadi pertimbangan dalam penyusunan indikator pelonggaran pembatasan sosial dan protokol normal baru. “Formula new normal yang disusun akan berlaku untuk menjamin ekonomi kita tetap berjalan,” ujar Pungkas. Menurut dia, indikator tersebut akan rampung pada pekan pertama Juni.

Panji Fortuna Hadisoemarto dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, yang mengikuti pertemuan itu, menyarankan pelonggaran PSBB tak dilaksanakan serentak, melainkan per wilayah. Panji menyarankan pemerintah mengikuti panduan WHO dalam menyusun indikator pelonggaran, seperti data epidemiologis yang meliputi penambahan kasus harian, kesiapan sistem kesehatan, dan surveilans kasus corona.

Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, yang juga hadir dalam rapat, tak sepakat jika petunjuk WHO dijadikan referensi tunggal. Dia menyorongkan indikator lain, seperti jumlah pasien dalam pengawasan, kasus positif, dan kematian, sebagai variabel epidemiologis. Pandu juga memasukkan tren tes usap dan proporsi warga tetap tinggal di rumah sebagai indikator kesehatan publik. Terakhir, jumlah ventilator dan alat pelindung diri juga diperhitungkan sebagai faktor kesiapan fasilitas kesehatan.

Pandu menganggap pelonggaran pembatasan sosial dan penerapan tatanan baru belum bisa dilakukan. Menurut dia, secara epidemiologis, Indonesia masih berada dalam zona merah karena tren kematian selalu meningkat dan tren kasus positif corona masih fluktuatif. Ia juga mengingatkan, tes usap yang dilakukan pemerintah belum cukup masif. “Tesnya masih sangat sedikit,” tutur Pandu.

Hingga Jumat, 29 Mei lalu, pemerintah sudah memeriksa 205.250 spesimen dengan tes polymerase chain reaction. Empat hari sebelumnya atau 25 Mei, Singapura sudah menggelar lebih dari 330 ribu tes usap. Situs Worldometer pada Sabtu, 30 Mei lalu, menunjukkan angka pengujian di Indonesia sekitar 1.100 per 1 juta penduduk. Indonesia jauh tertinggal dibanding Singapura dan Malaysia, yang angka pengujiannya masing-masing mencapai 57.249 dan 16.083 per 1 juta penduduk.

Ketua Satuan Tugas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia Zubairi Djoerban juga menilai kasus yang terkonfirmasi di Indonesia lebih sedikit dibanding kenyataan. Baik Pandu maupun Zubairi khawatir pemaksaan pelonggaran PSBB dan pemberlakuan normal baru berpotensi menimbulkan gelombang kedua wabah corona.

•••

DI tengah pembahasan indikator pelonggaran dan kekhawatiran akan munculnya gelombang kedua wabah, Selasa, 26 Mei lalu, Presiden Jokowi mengumumkan bahwa 4 provinsi dan 25 kabupaten/kota bisa bersiap menerapkan tatanan baru. Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin merilis rincian daerah yang segera menerapkan new normal. Walau begitu, Bey membantah kabar bahwa Istana yang menentukan kriteria daerah yang bakal menjalankan kebijakan normal baru.

Hari itu juga, Jokowi memerintahkan personel kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia turun ke jalan dan memastikan masyarakat mematuhi protokol kesehatan di daerah yang akan mempraktikkan tatanan baru. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyebutkan 340 ribu pasukan diterjunkan untuk mengamankan 1.800 lokasi. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Doni Monardo mengatakan penugasan TNI-Polri dalam mengawal pemberlakuan normal baru di 4 provinsi dan 25 kabupaten/kota tidak bertujuan menakuti masyarakat. “Semata-mata membantu agar masyarakat betul-betul taat dan patuh kepada protokol kesehatan,” ujar Doni.

Di antara 25 kabupaten/kota yang akan memberlakukan tatanan baru, Kabupaten Sidoarjo di Jawa Timur salah satunya. Namun Sidoarjo masih menjadi zona merah dengan 609 kasus positif sampai 29 Mei lalu. Kepala Dinas Kesehatan Sidoarjo Syaf Satriawarman mengatakan pertambahan kasus baru di daerahnya masih mencapai 18 kasus per hari. Bahkan, setelah Lebaran, Syaf harus mengisolasi sebuah desa di Kecamatan Waru karena 127 warganya terinfeksi virus corona. “Kami pun kesulitan mendapatkan hasil tes yang cepat karena laboratorium di Surabaya penuh,” kata Syaf.

Kota Tangerang juga masuk daftar itu. Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang Liza Puspadewi mengatakan, meski laju pertambahan kasus sudah menurun, hingga tiga kasus baru per hari, daerahnya masih kesulitan memperoleh hasil tes usap secara cepat. Menurut dia, pemerintah Kota Tangerang masih mengandalkan tes di laboratorium di Jakarta yang hasilnya baru bisa diketahui dalam 10-14 hari. “Data kasus positif yang saya pegang hari ini adalah data per 15 Mei,” tutur Liza pada Rabu, 27 Mei lalu.

Sumber: Tempo

Baca juga :