[PORTAL-ISLAM.ID] Tidak puas dengan penanganan wabah virus corona baru atau Covid-19, seorang aktivis melayangkan gugatan class action terhadap Presiden Joko Widodo.
Enggal Pamukty, aktivis yang pernah bekerja di sebuah media siber itu, Selasa siang (31/3/2020), mewakili masyarakat mendatangi PN Jakarta Pusat untuk mendaftarkan gugatannya.
Namun gedung PN Jakarta Pusat tutup lebih awal karena pembatasan waktu kerja. Gugatannya pun akan didaftarkan ulang.
"Gue tadi dateng ke PN Jakpus untuk ajuin gugatan. Tapi sekarang tutup, pelayanan pengajuan gugatan cuma sampe jam 12. Besok gue dateng lagi. Mohon dukungan," kata Enggal di akun Twitter @EnggalPMT. Dalam postingnya, ia menyertakan foto dirinya di depan PN Jakarta Pusat dan foto halaman muka gugatannya.
Gugatan class action (perwakilan kelompok) adalah sebuah metode pengajuan gugatan dalam hukum perdata. Gugatan ini diajukan oleh seorang individu untuk mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak dan memiliki kepentingan hukum yang sama.W tadi dateng ke PN Jakpus utk ajuin gugatan. Tp sekarang tutup, pelayanan pengajuan gugatan cuma sampe jam 12.— Bandit Merah Putih (@EnggalPMT) March 31, 2020
besok w dateng lagi ✊🏿🔥
Mohon dukungan pic.twitter.com/beET1GzsV5
Dalam materi gugatan class action yang diunggah di twitter, disebutkan:
27. Bahwa Penggugat menuntut agar Tergugat selaku Presiden Republik Indonesia memberikan ganti rugi terhadap segala kerugian yang timbul akibat kelalaian, ketidakseriusan, keterlambatan, dan kelambanan Tergugat dalam mengantisipasi dan menangani Covid-19;
28. Bahwa Penggugat menuntut Presiden Republik Indonesia sebagai Tergugat agar melalui Menteri Kesehatan segera menetapkan status Karantina Wayah kepada daerah yang memiliki kenaikan angka penderita Covid-19 sesuai amanat UU tentang Karantina Kesehatan Nomor 6 tahun 2018 supaya Covid-19 segera teratasi;
Mencontoh Prancis
Lebih dari 600 dokter di Perancis yang menamakan diri C19 menggugat Perdana Menteri Édouard Philippe dan Menkes ke pengadilan, 19 Maret lalu. Gugatan dilayangkan setelah seorang dokter meninggal akibat pandemi Corona COVID-19.
PM Prancis dianggap melakukan 'kebohongan negara' dalam mengelola krisis yang timbul karena COVID-19. Para praktisi ini menuduh pemerintah tidak mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlambat penyebaran pandemi di Perancis meskipun mereka sadar akan bahayanya.
Menkes Buzyn bahkan sempat mengeluarkan pernyataan 'meremehkan' terkait penyebaran virus ini.
“Risiko penularan virus ini di tengah populasi sangat rendah. Impor penularannya dari Wuhan hampir sama dengan nol,” kata Agnes Buzyn pada 24 Januari, saat masih menjabat sebagai Menkes, mencoba meyakinkan publik betapa kecilnya potensi pandemi ini.
600 dokter di Perancis menyeret PM Perancis ke pengadilan karena dinilai terlambat menangani Corona virus. Dari sekitar 13 ribu kasus Corona dan 400 meninggal satu diantaranya adalah dokter.— Hasmi Bakhtiar (@hasmi_bakhtiar) March 22, 2020
Di Perancis ada namanya Cour de Justice de la République (CJR) yaitu pengadilan khusus untuk kasus yang melibatkan pejabat publik termasuk perdana menteri. Para dokter tsb merasa pemerintah terlambat menangani Corona virus padahal sudah diperingatkan sehingga timbul banyak korban— Hasmi Bakhtiar (@hasmi_bakhtiar) March 22, 2020
Gw mau mengingatkan bahwa di negara demokrsi yang namanya kebijakan pemerintah boleh dikritisi bahkan dg cara yang paling keras sekalipun yaitu membawanya ke ranah hukum. Salah besar jika ada jubir istana ingin merampas kemerdekaan rakyat dg alasan sedang fokus melawan Corona.— Hasmi Bakhtiar (@hasmi_bakhtiar) March 22, 2020