[PORTAL-ISLAM.ID] Musibah bertubi-tubi menimpa rakyat Indonesia. Belum selesai penanganan korban gempa NTB, kini musibah melanda Sulawesi Tengah.
Gempa Donggala yang disusul Tsunami di Palu Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9/2018), data BNPB sampai hari Minggu kemarin dilaporkan korban meninggal mencapai 832 orang.
Terkait dengan emergency dan kedaruratan, pemerintah diminta untuk memprioritaskan penanganan musibah beruntun ini.
Salah satu bentuk keseriusan pemerintah adalah dengan mengalokasikan dana yang hampir mencapi Rp 1 Triliun yang dianggarkan untuk pertemuan rentenir dunia IMF-World Bank yang akan digelar 8-14 Oktober ini di Bali, sudah semestinya dibatalkan dan dananya bisa dipakai untuk penanganan bencana.
"855 Milyar dana pertemuan tahunan IMF-WB yang dialokasikan pemerintah ada baiknya dialokasikan untuk bergotongroyong membantu saudara2 kita di Palu, Donggala dan Lombok. Dan, saya yakin IMF-WB sangat memahami kondisi kemanusiaan yang dialami Indonesia saat ini," ujar Dahnil Anzar Simanjuntak di akun twitternya, Minggu (30/9/2018).
Koordinator jubir Prabowo-Sandi ini juga mengusulkan agar pemerintah menetapkan status bencana Lombok Donggala Palu sebagai Bencana Nasional agar bantuan dunia internasional mengalir.
"Demi kebaikan semua, kenapa tidak Pemerintah menyatakan ketidakmampuan menangani semua. Lombok saja belum tuntas, maka nyatakan Palu, Donggala, Lombok sebagai bencana nasional, dan dunia internasional akan banyak membantu. Ini tentang kemanusiaan bukan citra politik jelang pilpres," kata Dahnil.
Pertemuan IMF-Bank Dunia Mubazir
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai penyelenggaraan pertemuan rutin Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia tidak penting dan mubazir.
Hal tersebut, katanya, lantaran dana yang dikeluarkan pemerintah sangat besar.
"Jadi kalau kita lihat ini suatu hal yang mubazir dan tidak penting, dengan sekian banyak dikeluarkan di Bali," ucap Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (28/9/2018).
"Yang jelas kita sudah atau akan keluarkan anggaran minimal satu triliun, karena ada APBN Rp 850 miliar, serta ada dari Bank Indonesia dan instansi lain, jumlahnya mungkin di atas satu triliun," sambung Fadli.
Politikus Partai Gerindra itu berujar, dana sebesar itu lebih bermanfaat jika digunakan untuk korban gempa Lombok. Sementara, menurutnya, keuntungan bagi pemerintah dengan terselenggaranya pertemuan IMF-WB pun tidak jelas.
"Kalau anggaran ini di-switch ke kepentingan lain seperti korban gempa, itu jauh lebih bermanfaat. Hasilnya (pertemuan IMF-Bank Dunia) juga belum tentu ada apa-apa, lihat saja hasilnya. Enggak akan ada apa-apa, hanya janji," tutur Fadli Zon.
Fadli Zon menilai, model pembangunan IMF-Bank Dunia tidak untuk kepentingan rakyat. Justru, menurutnya, cenderung menguntungkan kaum kapitalis.
"Model pembangunan yang diinisiasi IMF-World Bank yang cenderung model kapitalisme, yang selalu merugikan kepentingan rakyat dan menguntungkan kapital," tutupnya, seperti dilansir WartaKota.
855 Milyar dana pertemuan tahunan IMF-WB yg dialokasikan pemerintah ada baiknya dialokasikan untuk bergotongroyong membantu saudara2 kita di Palu, Donggala dan Lombok. Dan, saya yakin IMF-WB sangat memahami kondisi kemanusiaan yg dialami Indonesia saat ini.— Dahnil A Simanjuntak (@Dahnilanzar) 30 September 2018
Demi kebaikan semua, knp tidak Pemerintah menyatakan ketidakmampuan menangani semua. Lombok saja belum tuntas, maka nyatakan palu, donggala, lombok sbg bencana nasional, dan dunia internasional akan banyak membantu. Ini tentang kemanusiaan bukan citra politik jelang pilpres— Dahnil A Simanjuntak (@Dahnilanzar) 29 September 2018
Se7 pertemuan Imf dan Bank dunia dibatalkan jgn gengsilah,mengingat gempa NTB hingga skrg blm beres skrg disusul gempa&tsunami Palu Sulteng yg lbh dasyat yg memerlukan dana besar,drpd uang negara ya uang rakyat dihamburkan unt pesta sekejab,mending unt kemaslahatan rakyat
— Budiono taslim (@budiono_taslim) 30 September 2018
Kita lihat Nasionalisme Rezim saat ini.
— #SayaDUA (@abu_waras) 30 September 2018
Apakah mereka akan lebih mengutamakan kepentingan Rakyatnya sendiri, atau mereka lebih mementingkan kepentingan Asing?