SENJATA PAMUNGKAS TEHERAN

STRATEGI PEMISKINAN ALA SAYYID ALI KHAMENEI

Ketika Ayatullah Ali Khamenei berpidato tentang pasukan yang akan "memiskinkan rezim Zionis", banyak yang menganggapnya retorika usang. Tapi tidak bagi jurnalis Gaza Fayyed Abu Shalamah.

Dalam thread analitisnya di platform X, jurnalis Palestina itu membongkar frasa itu sebagai senjata pamungkas Teheran: "Ini perang kocek melawan kocek," tulisnya, "dan Iran sedang menghitung sampai digit terakhir." 

Nyatanya, hitungan itu mulai terbukti. Setiap hari, Israel menggelontorkan $𝟳𝟮𝟱 𝗷𝘂𝘁𝗮 [± 𝗥𝗽 𝟭𝟭,𝟴𝟯 𝘁𝗿𝗶𝗹𝗶𝘂𝗻] untuk biaya perang, bahkan melonjak jadi $𝟭,𝟰𝟱 𝗺𝗶𝗹𝗶𝗮𝗿 [± 𝗥𝗽 𝟮𝟯,𝟲𝟳 𝘁𝗿𝗶𝗹𝗶𝘂𝗻] saat ketegangan memuncak April lalu. 

"Bayangkan negara sekecil itu," ujar Abu Shalamah di platform X-nya, "diseret ke medan perang abadi, sementara 46.000 perusahaannya mati perlahan bagai ikan kehilangan oksigen." 

Sementara itu, Iran justru bermain cermat. Meski bisa melumpuhkan ekonomi dunia dengan menutup Selat Hormuz, mereka sengaja tidak melakukannya. "Itulah kecerdikannya," jelas Abu Shalamah, "mengapa menghancurkan ladang minyak sendiri, jika cukup menusuk pelan musuh dengan pisau inflasi?" Alhasil, harga BBM di Tel Aviv naik 30%, sementara minyak Iran mengalir deras, bahkan ke pasar gelap Israel sendiri melalui negara lain tanpa sepengetahuan Iran.

Ketergantungan Israel pada industri dan perdagangan internasional pun jadi bumerang. "Lihat Bursa Saham Tel Aviv sekarang," sindir Abu Shalamah, "ibarat ponsel canggih yang baterainya tinggal 1%—setiap serangan Houthi di Laut Merah adalah charger yang tercabut." Tak heran Pentagon melaporkan stok rudal Iron Dome menipis "bak stok diskon di akhir musim"—metafora yang dipinjam Abu Shalamah dari laporan Wall Street Journal

Lantas, intervensi AS? "Itu kursi roda emas," ujarnya sinis, "mewah tapi tak menyembuhkan luka dalam." Ia merujuk pada veto Donald Trump terhadap rencana pembunuhan Ayatullah Ali Khamenei pekan lalu: "Pertanda pengakuan terselubung bahwa strategi pemiskinan Iran sedang bekerja." 

Dalam bukunya The Arithmetic of Resistance, Abu Shalamah memetakan tiga skenario. 

Pertama, gencatan senjata: itu akan membuat Israel bisa bernapas sejenak. 

Kedua, perang panjang: inflasi menggerogoti perekonomian Israel. 

Ketiga, bencana penutupan Hormuz: "Jika ini terjadi," tulisnya, "Israel kolaps seperti jejeran domino, dan kita tinggal menunggu jenazah ekonominya dibuang ke tong sampah sejarah." 

Di akhir tulisannya, ia menyisipkan lelucon khas Gaza: "Mengapa repot meruntuhkan tembok penjara, kalau tahanannya bisa mati kelaparan sendiri? Zionis-lah yang memulai perang, tapi kita yang tentukan akhirnya: dengan membuat dompet mereka menjerit." 

"𝑰𝒔𝒓𝒂𝒆𝒍 𝒑𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒓𝒖𝒅𝒂𝒍, 𝑰𝒓𝒂𝒏 𝒑𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖, 𝒅𝒂𝒏 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒕𝒂𝒌 𝒑𝒆𝒓𝒏𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒉𝒂𝒌 𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒑𝒆𝒏𝒋𝒂𝒋𝒂𝒉." 𝗙𝗮𝘆𝘆𝗲𝗱 𝗔𝗯𝘂 𝗦𝗵𝗮𝗹𝗮𝗺𝗮𝗵

[FB MASSAYIK ]

Baca juga :