Pelajaran dari "Pelajaran Sederhana dari Putri Kako" (Kompas, 30 Juni 2025)
- Silsilah keluarga Kekaisaran Jepang terlacak jelas sampai 2.600 tahun lalu, sedangkan ‘Kekaisaran’ Solo baru 10 tahun lebih sedikit—itu pun kalau kelak tidak berhenti mendadak karena dimakzulkan atau ditebas kasus korupsi.
- Putri Kako adalah keponakan Kaisar Jepang, anak kedua dari Putra Mahkota Pangeran Akishino dan Putri Kiko. Adiknya, Pangeran Hisahito, calon penerus takhta Kekaisaran Jepang. Tapi Putri Kako cuma naik pesawat ekonomi saat kunjungan ke Brasil, beda dengan dulu ada adik dari seseorang yang cuma wali kota Solo tapi naik jet pribadi milik bos perusahaan toko online asing.
- Kakak Putri Kako, Putri Mako, memilih melepaskan gelar dan keluar dari keluarga kekaisaran demi menikahi suaminya, Kei Komuro, seorang warga biasa, pada 2021 dan pindah ke New York. Di sini sebaliknya: orang biasa ngebet kawin dengan anak pejabat supaya kecipratan jabatan kepala daerah—yang kabarnya akan diperiksa KPK karena kasus korupsi pembangunan infrastruktur.
- Putri Kako adalah atlet ski yang berbakat. Ia juga belajar seni panggung dan psikologi di Universitas Leeds, Inggris, sedangkan putra sulung bekas ‘kaisar’ Solo adalah ‘atlet’ fun football yang masih membutuhkan pengaruh kekuasaan untuk memaksa kiper pura-pura gagal menangkis tendangan lemahnya supaya gol terjadi. Kuliahnya di mana? Ya, no comment-lah.
- Dalam tradisi kenegaraan Jepang, fenomena pamer kemewahan dianggap perbuatan aib. Di ‘Kekaisaran’ sini tidak. Seorang anggota keluarga ‘kekaisaran’ makan roti Rp400 ribu, datangkan chef ke kamar rumah sakit sehabis lahiran saja perlu dipamerkan. Norak, dan faktanya betul kata orang bijak: kelas orang memang tak bisa dibeli.
- Sejumlah kasus dugaan korupsi dan gaya hidup mewah di kalangan politisi Jepang menjadi skandal besar. Di sini, tahu sendirilah, gaya hidup mewah pejabat, keluarga, dan kroninya malah jadi konten yang di-subscribe oleh masyarakat—padahal segala fasilitas dan kemewahan itu adalah hasil pajak rakyat juga.
- Ada undang-undang di Jepang yang melarang pegawai pemerintahan menerima jamuan dari siapa pun dengan maksud mengambil keuntungan dari jabatannya. Di sini sebaliknya: menjamu pejabat justru dianggap kewajiban bawahan, dan pejabatnya malah bangga. Kunjungan cuma 15 menit, tapi mengecek bersih-tidaknya kamar mandi supaya ‘pantas’ untuk si pejabat bisa makan waktu seharian. Merasa taman di kantornya kurang indah, pejabatnya malah minta pengusaha patungan untuk renovasi. Jadi pejabat pun merasa perlu diprioritaskan di jalan raya, sehingga mobilnya nguing-nguing terus macam token listrik belum diisi.
- Ucapan pejabat yang kasar dan tak pantas adalah red flag. Mungkin sama menjijikkannya dengan bangkai busuk. Menteri Pertanian Jepang, Taku Eto, mundur (21 Mei 2025) ‘hanya’ karena berguyon ia menerima begitu banyak beras dari pendukungnya ketika rakyat tengah kesulitan pangan. Di sini, “ndasmu” adalah jamak; kepala babi “dimasak saja” adalah lumrah… Itu yang kelihatan di kamera—Anda bisa bayangkan kebun binatang macam apa yang terjadi di belakang layar.
Salam,
(Agustinus Edy Kristianto)