MONIQUE RIJKERS: SUARA ZIONIS DARI TANAH NUSANTARA

MONIQUE RIJKERS: SUARA ZIONIS DARI TANAH NUSANTARA

Ketika dunia mengecam pendudukan Israel atas Palestina, suara nyaring justru datang dari dalam negeri bukan untuk membela korban, tapi membela penjajahan.

Monique Rijkers bukan tokoh asing di kalangan pemerhati isu Timur Tengah di Indonesia. Lahir di Makassar, lulusan mikrobiologi industri, dan berkarier sebagai jurnalis selama 14 tahun, ia pernah meraih 10 penghargaan jurnalistik. Tapi namanya melesat bukan karena berita, melainkan karena keberaniannya membela Israel secara terbuka di negeri dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia.

Pada 2017, Monique bertemu langsung dengan Benjamin Netanyahu di Yerusalem, dalam forum Christian Media Summit

Di media sosial, ia dikenal sebagai penggerak kanal YouTube FaktaIsrael, dan pendiri organisasi Hadassah of Indonesia—yang mengklaim sebagai wadah edukasi budaya dan keragaman. Namun banyak pihak menilai misinya satu arah: melegitimasi keberadaan Israel, bahkan mendistorsi sejarah Palestina.

“Hamas itu teroris. Mereka membunuh warga sipil Israel,” ucap Monique dalam berbagai wawancara publik.

“Gaza sebaiknya dikelola Mesir. Tepi Barat oleh Fatah. Palestina tidak layak punya negara bila diperintah Hamas,” lanjutnya.

Lebih kontroversial lagi, ia pernah mengusulkan agar penduduk Gaza diimpor ke Indonesia sebagai “provinsi ke-35.”

🔍 DUKUNGAN ATAU PROPAGANDA?

Monique menolak tuduhan bahwa dirinya adalah buzzer Zionis. Ia mengklaim organisasinya tidak menerima dana dari Israel, apalagi Mossad. Tapi jejak digitalnya menyisakan pertanyaan: mengapa narasi yang ia bangun selalu mengaburkan penjajahan, membela agresor, dan menyerang kelompok perlawanan?

Ketika ratusan anak Palestina terbunuh oleh bom, Monique lebih dulu menyalahkan Hamas.
Ketika rumah-rumah dihancurkan Israel, ia menyarankan rakyat Palestina pindah, bukan menuntut keadilan.

🌐 PANGGUNG DUNIA, BISING DI DALAM NEGERI

Suaranya mungkin minoritas, tapi dalam geopolitik digital, Monique punya panggung. Ia mewakili sebagian kecil elite intelektual Indonesia yang menormalisasi penjajahan atas nama perdamaian, menyebut peluru sebagai “respon proporsional,” dan pendudukan sebagai “hak eksistensial.”

Namun pertanyaan etisnya tetap bergema:

- Apa jadinya jika korban penjajahan dibungkam oleh sesama warga Indonesia?
- Apakah kebebasan berpendapat juga melindungi mereka yang membela kejahatan kemanusiaan?

🔴 KESIMPULAN

Monique Rijkers adalah wajah lain dari perang narasi. Ia tidak membawa senjata, tapi membawa opini yang menusuk luka bangsa Palestina. Ia tidak menginjak tanah pendudukan, tapi ikut menyebarkan narasi yang menjustifikasinya.

Di saat dunia bertanya mengapa Israel menindas Palestina, Monique menjawab dengan kata-kata indah yang mengubur fakta.

Dan di negeri ini, suara Zionis itu berbicara dalam bahasa Indonesia.

(By AMin Jabbar)


Baca juga :