Kenapa Harga BBM di Iran Lebih Murah dari Indonesia?
Tidak Menginduk ke Barat Ternyata Lebih Sejahtera
(Oleh: Redaksi Amin Jabbar Post)
🔴Ringkasan:
Harga bensin di Iran hanya Rp 80–950 per liter. Di Indonesia, harga termurah mencapai Rp 10.000.
Kenapa bisa begitu? Apakah Iran lebih kaya dari Indonesia? Tidak. Jawabannya terletak pada siapa yang menguasai sumber daya alam, dan siapa yang berani mengambil sikap berdaulat terhadap pasar global.
Iran memilih untuk berdiri sendiri, sementara Indonesia memilih jalan tunduk pada logika korporasi dan lembaga finansial internasional.
🟠Iran: Negara Terisolasi Tapi Energinya Milik Rakyat
Iran adalah negara yang secara resmi mengatur bahwa semua cadangan minyak dan gas adalah milik negara. Konstitusinya menyebut dengan tegas: SDA dikelola penuh oleh negara, melalui National Iranian Oil Company (NIOC). Tidak ada Exxon, Chevron, atau Shell di sana. Perusahaan asing hanya boleh menjadi kontraktor teknis, bukan pemilik blok.
🔵Harga bensin di Iran dibedakan:
Subsidi (RON 87): 3.000 rial/liter ≈ Rp 80/liter (dengan kuota 60 liter/bulan)
Non-subsidi (RON 95): 30.000 rial/liter ≈ Rp 850–950/liter
Pemerintah Iran berani menaikkan harga, tetapi setiap kali itu terjadi—rakyat turun ke jalan. Kenapa? Karena mereka merasa berhak atas kekayaan negaranya. Energi di Iran adalah milik publik. Bahkan di tengah sanksi internasional, Iran tetap bisa mensubsidi rakyatnya.
🟤Indonesia: Kaya SDA Tapi Dikuasai Korporasi
Indonesia punya cadangan migas, batu bara, dan nikel. Tapi siapa yang menguasai ladang minyak Indonesia? Cek saja Blok Rokan, Blok Cepu, dan wilayah kerja lainnya. Mayoritas dikelola oleh perusahaan asing seperti ExxonMobil, Chevron, dan segelintir konglomerat nasional.
Sistem yang digunakan adalah Kontrak Bagi Hasil (PSC). Pemerintah hanya mendapatkan porsi setelah "cost recovery" dibayarkan ke kontraktor. Artinya: keuntungan negara dipotong dulu untuk membayar pengeluaran perusahaan. Rakyat hanya menerima sisanya.
Harga bensin:
Pertalite (RON 90): Rp 10.000–10.500/liter
Pertamax (RON 92): Rp 12.400–13.100/liter
Pertamax Turbo (RON 98): Rp 14.400–15.000/liter
Pemerintah beralasan harga global naik, subsidi berat. Tapi siapa yang menentukan harga global? Siapa yang menikmati ekspor migas Indonesia? Jawabannya bukan rakyat.
🟢UMR dan Pajak: Beda Kebijakan, Beda Dampak
UMR Indonesia rata-rata Rp 3–5 juta. Di Iran hanya sekitar US$186 atau setara Rp 2,9 juta. Tapi bandingkan harga kebutuhan dasar:
Bensin di Iran < Rp 1.000/liter, di Indonesia > Rp 10.000
Listrik di Iran disubsidi besar; di Indonesia naik bertahap
Transportasi dan logistik Iran lebih terjangkau bagi kelas bawah
Pajak di Iran:
Penghasilan pribadi: 10–35%
Pajak perusahaan: 25%
PPN: 9% (bahan pokok bisa dikecualikan)
Pajak di Indonesia:
Penghasilan pribadi: 5–30%
Pajak perusahaan: 22%
PPN: 11% (berlaku pada hampir semua barang)
Iran mungkin dikenai pajak tinggi, tapi kompensasinya langsung kembali ke rakyat. Di Indonesia, pajak besar tapi rakyat tetap membayar harga pasar untuk kebutuhan dasar.
🟣Produksi Minyak: Siapa Lebih Besar?
Iran: Produksi 3,3 juta barel per hari (bpd)
Indonesia: Sekitar 610.000 bpd (Juni 2025)
Iran 5 kali lebih besar dalam produksi, tapi bukan itu yang utama. Yang penting adalah penguasaan atas produksi tersebut. Iran mengatur distribusi, ekspor, dan subsidi sendiri. Indonesia menyerahkannya pada kontrak-kontrak jangka panjang yang banyak merugikan negara.
🟠Siapa yang Lebih Sejahtera?
Kalau sejahtera diukur dari kemudahan rakyat memenuhi kebutuhan dasar, maka Iran unggul:
- Harga energi lebih murah
- Negara hadir langsung dalam distribusi SDA
- Meskipun ada inflasi, rakyat tetap dilindungi negara
Indonesia memang lebih stabil, lebih demokratis, tapi kesejahteraan rakyat pekerja tetap rapuh. Harga energi naik, listrik mahal, upah tak cukup, dan ketimpangan tetap tinggi.
🔴Penutup: Merdeka Tapi Tidak Berdaulat
Harga bensin Iran lebih murah bukan karena mereka lebih kaya, tapi karena mereka tidak menginduk ke logika ekonomi Barat. Mereka memilih jalan sulit: sanksi, isolasi, embargo. Tapi di balik semua itu, mereka berdiri di atas tanah mereka sendiri. Energi, pangan, dan harga ditentukan oleh rakyat melalui negara.
Indonesia? Kita terlalu patuh. Kita terlalu takut ditinggal investor. Kita rela menggadaikan sumur minyak demi investasi, lalu rakyat disuruh bersyukur karena subsidi BBM masih diberikan—meski cuma setetes.
"Bangsa yang menyerahkan energinya pada pasar bebas, akan dijajah meski tanpa senjata."
(fb)