Pejabat paling sederhana
Kalian harus tahu, pejabat yang masa kecilnya sangaaaat sederhana itu bukanlah Bahlil, bukan Jokowi, bukan mereka semua.
Siapa?
Soeharto.
Waktu SMA, saya membaca biografi Soeharto. Buku ini dikasih oleh Istana, di acara yg dihadiri oleh Soeharto juga sih, saat itu dia masih presiden. Saya kelas 2 SMA, senang betul dikasih banyak buku, dan saya baca. Dari buku ini saya jadi tahu masa kecilnya. Juga dari buku-buku lain yg kemudian saya baca, banyak yg memberikan kesaksian betapa sederhananya keluarga Soeharto berasal.
Dia tinggal di rumah geribik bambu dengan lantai tanah. Kalian bayangkan sj rumah begini coba. Masa kecilnya dihabiskan menggembala kerbau, pendiam. Dan dia sering di bully teman-temannya. Dan kita belum membicarakan masalah keluarganya. Wah wah, kalian baca bab-bab ini, kalian bisa takjub dgn betapa sederhananya Soeharto berasal.
Dengan semua peristiwa dan pengalaman masa kecil itu, juga remaja, juga saat mulai merintis pekerjaan. Dengan semua perjuangan, air mata, keringat dan darah itu, MAKA, sekali lagi MAKA, seharusnya Soeharto akan jadi orang bijak dan keren bukan sampai akhir hayatnya?
Inilah pertanyaan menariknya. Karena Soeharto justeru tumbang setelah 32 tahun menjadi Presiden Indonesia. Hari-hari ini, tentu kalian sudah lupa sih, tapi adalah fakta sejarah, saat dia tumbang, dia disebut-sebut rezim diktator, ahli ahlinya KKN, dan semua julukan buruk lainnya yg disematkan media lokal, pun media internasional. Lagi-lagi, tentu saja, hari-hari ini, rakyat Indonesia lupa sih. Malah hanya soal waktu saja, dia jadi pahlawan nasional.
Tapi inti dari tulisan ini adalah: saya hingga hari ini terus bertanya-tanya, kok bisa, seseorang yang datang dari keluarga sangaaat sederhana, eh semakin tua, dia semakin rakus kekuasaan, ingin lagi, lagi, TIDAK mau berhenti jadi Presiden. Kok bisa, seseorang yg datang dari orang biasa saja, lahir di rumah geribik, semakin besar, semakin tua, dia malah semakin tamak atas dunia.
Pikirkanlah.
Agar kita bercermin. Merenung. Bukan malah bangga sekali, "Saya ini dulu miskin, loh." Sambil pamer mengibas-ngibas kekuasaan, kekayaan, botol 'aqua', gue gitu loh. Sampai lupa, itu tuh nggak secuil pun yg dibawa ke liang lahat.
(By Tere Liye)