Ustadz Wira Bachrun:
Kita tidak perlu kaget mendengar ide Donald Trump untuk mengusir warga Gaza dari tanah air mereka sendiri.
Dulu pendahulunya juga melakukan hal yang sama terhadap suku Indian penduduk asli Amerika. Mereka dipaksa untuk meninggalkan tanah air mereka ke area konservasi di utara negara bagian Texas.
Coba cari info tentang Indian Removal Act., tahun 1830.
***
Bertemu Netanyahu, Trump Sebut AS akan Ambil Alih Jalur Gaza
Presiden Donald Trump menyatakan Amerika Serikat akan mengambil alih Jalur Gaza, Palestina, dan meratakan wilayah tersebut.
"AS akan mengambil alih Jalur Gaza dan kami juga akan melakukan pekerjaan di sana," kata Trump dalam konferensi pers usai bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Selasa (4/2/2025).
Sambil berdiri di samping Netanyahu, Trump mengatakan Washington akan menguasai Jalur Gaza dan bertanggung jawab untuk membongkar seluruh bom berbahaya yang belum meledak serta memusnahkan seluruh senjata di area itu.
Ia juga berjanji untuk "menyingkirkan bangunan yang hancur, meratakannya."
***
Warga Gaza Tolak Ide Trump soal Relokasi: Kami Pemilik Tanah Ini!
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berencana merelokasi sementara warga Gaza, Palestina. Warga Gaza menolak keras ide gila Trump itu.
Dilansir AFP, Selasa (4/2/2025), Hatem Azzam, warga kota Rafah, Gaza selatan, geram dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menyarankan warga Gaza harus pindah ke Mesir atau Yordania. Azzam mengatakan Gaza bukanlah tumpukan sampah.
"Trump menganggap Gaza adalah tumpukan sampah -- sama sekali tidak," kata pria berusia 34 tahun itu, menyerang kata-kata Trump tentang rencananya untuk 'membersihkan semuanya'.
Azzam menilai Trump sedang berkhayal. Dia juga mengkritik Trump yang memaksakan Mesir dan Yordania menerima migran. "(Trump) ingin memaksa Mesir dan Yordania untuk menerima migran, seolah-olah mereka adalah ladang pribadinya," kata Azzam.
Baik Mesir maupun Yordania telah dengan tegas menolak gagasan Trump, demikian pula warga Gaza dan negara-negara tetangga lainnya.
Kemarahan Azzam muncul saat Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertemu di Washington pada Selasa malam dan membahas rencana untuk wilayah Palestina yang porak-poranda akibat perang selama lebih dari 15 bulan.
"Trump dan Netanyahu harus memahami realitas rakyat Palestina dan rakyat Gaza. Ini adalah orang-orang yang berakar kuat di tanah mereka -- kami tidak akan pergi," kata Azzam kepada AFP.
Ihab Ahmed, warga Rafah lainnya, menyesalkan bahwa Trump dan Netanyahu masih tidak memahami rakyat Palestina dan keterikatan mereka dengan tanah tersebut.
"Kami akan tetap berada di tanah ini apa pun yang terjadi. Bahkan jika kami harus tinggal di tenda-tenda dan di jalanan, kami akan tetap berakar di tanah ini," kata pria berusia 30 tahun itu.
Ahmed mengatakan kepada AFP bahwa warga Palestina telah memetik pelajaran dari perang 1948 yang terjadi setelah mandat Inggris, ketika ratusan ribu warga Palestina diusir dari rumah mereka saat Israel didirikan, dan tidak pernah diizinkan untuk kembali.
"Dunia harus memahami pesan ini: kami tidak akan pergi, seperti yang terjadi pada tahun 1948," jelasnya.
Tanggapan Hamas
Sami Abu Zuhri, pejabat senior Hamas, menanggapi:
Kami menolak pernyataan Trump yang mengatakan, “Tidak ada alternatif bagi penduduk Jalur Gaza kecuali meninggalkannya,” dan kami menganggapnya sebagai resep untuk menciptakan kekacauan dan ketegangan di kawasan itu.
Rakyat Gaza tidak akan membiarkan rencana ini terlaksana, dan yang diperlukan adalah mengakhiri penjajahan dan agresi terhadap rakyat kami.
Jangan usir mereka dari tanahnya!