KETIKA ITU... Turki dan Arab Saudi telah berencana untuk melancarkan operasi darat pada awal tahun 2016 di Suriah terhadap Assad. Arab Saudi bahkan mengirimkan pesawat tempur F-18 ke Turki, tetapi rencana itu tidak terlaksana karena AS menolak memberikan dukungan/koordinasi udara. AS menyatakan bahwa situasi menjadi rumit setelah intervensi Rusia di Suriah.
Ketika seorang wartawan Barat bertanya kepada seorang pejabat Saudi apakah berisiko melakukan operasi darat di Suriah dengan kehadiran Rusia, pejabat Saudi itu menjawab, "Kehilangan Suriah jatuh ke Iran lebih berisiko bagi kami daripada risiko Rusia."
Setelah Trump terpilih pada tahun 2016, Arab Saudi memihak UEA dan sepenuhnya meninggalkan keterlibatannya di Suriah.
Pada bulan Desember 2016, Rusia membantu Assad merebut kembali Aleppo dan kemudian mengalihkan fokus ke Ghouta Timur. Pada saat itu, pemerintah Saudi yakin perang di Suriah telah berakhir (mujahidin/oposisi kalah/tamat).
Arab Saudi, bersama dengan UEA, kemudian mengambil tindakan yang lebih agresif (berbalik arah), termasuk melakukan embargo terhadap Qatar dan pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di Turki. Peristiwa ini merusak hubungan Arab Saudi dengan Qatar dan Turki.
Pada tanggal 28 Februari 2020, ketika 34 tentara Turki tewas di tangan pasukan Assad saat mempertahankan Idlib, banyak warga Saudi di Twitter merayakan insiden tersebut. Reaksi ini menuai kritik dari aktivis Sunni Suriah seperti @MousaAlomar. Sekitar waktu yang sama, sebuah video muncul yang memperlihatkan tentara Turki menghajar tentara Assad, dan banyak tokoh terkemuka Saudi di Twitter mengecam Turki atas hal itu.
Seiring berjalannya waktu, Kerajaan Arab Saudi menerima Basyar al-Assad dan mulai memulihkan hubungannya dengan mengundangnya beberapa kali ke Kerajaan Arab Saudi.
Dan kini kita berada di sini… Arab Saudi menerima kunjungan kenegaraan pemimpin oposisi (mujahidin) Ahmed Al-Sharaa yang telah resmi menjabat Presiden Suriah masa transisi setelah berhasil menggulingkan Assad.
Mudah-mudahan, Arab Saudi telah belajar dari kesalahannya dan tidak akan lagi memihak ke kubu UEA yang kalah.
(Terjemahan dari akun X Abu Ahmed)
👇👇
Turkey and Saudi Arabia had planned to launch a ground operation in early 2016 in Syria against Assad. Saudi Arabia even sent its F-18 fighters to Turkey, but the plan did not go ahead because the U.S. refused to provide air support/corordination. The U.S. stated that the… pic.twitter.com/LK5nWq6U1E
— Abu Ahmed (@mubahalawitness) February 2, 2025