PERSOALAN SERIUS TENAGA KERJA INDONESIA & KUTUKAN SUMBER DAYA ALAM

Dari 150 juta tenaga kerja di Indonesia, hanya 40% yang bekerja di sektor formal dengan gaji yang layak. Sisanya, yaitu 90 juta orang atau 60%, bekerja di sektor informal. Artinya, mereka bekerja tanpa kepastian penghasilan—misalnya sebagai buruh tani, pedagang kecil, atau ojek online.

Kondisi ini seperti Indonesia memiliki 90 juta tenaga kerja siap pakai, namun karena kebijakan industri yang kurang tepat, potensi mereka tidak termanfaatkan dengan baik. Ini disebut "human capital waste" atau pemborosan potensi sumber daya manusia secara besar-besaran.

Indonesia sebenarnya sedang mengalami "bonus demografi" (banyaknya penduduk usia produktif), tetapi tidak terasa manfaatnya karena banyak dari mereka tidak terserap ke pekerjaan formal.

Kenapa 90 juta orang ini tidak bisa bekerja di sektor formal? Salah satu penyebabnya adalah fokus Indonesia pada ekspor komoditi seperti batubara, minyak, karet, dan kelapa sawit. Meski komoditi ini menghasilkan keuntungan besar, namun tidak membutuhkan banyak pekerja. Berbeda dengan sektor manufaktur yang lebih banyak menyerap tenaga kerja formal.

Namun, Indonesia lebih memilih ekspor komoditi karena dianggap lebih mudah—misalnya tinggal menambang batubara lalu dijual. Akibatnya, industri manufaktur seperti pabrik tidak berkembang. Ini yang sering disebut “kutukan sumber daya alam,” karena keuntungan dari komoditi membuat Indonesia enggan mengembangkan industri lain seperti manufaktur yang membutuhkan tenaga kerja lebih banyak.

Kalau 90 juta orang tetap bekerja di sektor informal, ekonomi Indonesia akan lemah. Kelas menengah yang kuat sulit terbentuk kalau banyak orang tidak memiliki penghasilan yang jelas.

Untuk memperbaiki keadaan, Indonesia bisa memperkuat sektor manufaktur yang sudah cukup kuat di pasar ekspor, seperti tekstil, sepatu, elektronik dasar, dan otomotif (mobil listrik berpotensi tinggi). Selain itu, sektor pengolahan makanan berbasis ikan juga berpotensi besar; jika dikelola dengan baik, ekspornya bisa meningkat lima kali lipat.

Intinya, dengan menguatkan industri manufaktur, 90 juta orang tadi bisa mendapatkan pekerjaan formal dengan penghasilan yang stabil.

(IB strategi bisnis)

Baca juga :