𝐏𝐚𝐫𝐭𝐚𝐢 𝐀𝐧𝐚𝐤 𝐁𝐚𝐰𝐚𝐧𝐠
Oleh: Arsyad Syahrial
Dulu zaman saya masih kecil ada istilah "Anak Bawang", yaitu anak kecil yang ikutan main dengan anak-anak yang lebih besar usianya dari dirinya. Anak Bawang ini bukan diajak main, tapi mengajakkan dirinya kepada anak-anak yang lebih besar agar bisa bermain bersama.
Konsekwensi jadi "Anak Bawang" ini adalah masuk (bermain) iya, tapi dihitung tidak. Biasanya ia hanya disuruh-suruh belaka, namun tak dianggap bermain. Jadi tahu diri lah, tak usah bersikap aneh-aneh, sudah untung masih bisa bermain bersama.
Sebenarnya prinsip "Anak Bawang" ini terus ada, bahkan setelah kita dewasa pun juga. Lihat saja di sebagian perusahaan yang kultur perusahaannya masih tradisional, karyawan yang baru masuk dan umurnya muda akan diperlakukan sebagai Anak Bawang. Karyawan Anak Bawang harus pandai-pandai membawakan diri agar bisa diterima di kelompok karyawan yang lebih senior darinya.
Ternyata di dunia perpolitikan pun prinsip Anak Bawang pun juga terjadi. Ada parTAI yang sudah capek-capek membuang calon yang keren demi 100 titik (yang kebanyakan juga cuma posisi wakil) dan harapan dapat kursi mantreee, sampai-sampai mengabaikan suara konstituen dengan mendukung Politik Dinasti, mengusung bandar narkoboy plus mucikari. Lalu kege-eran memberikan 42 nama calon mantreee, eh ternyata dipanggil satu pun juga enggak. 🙈
Mengakunya paling paham bahkan expert di bidang politik, sedangkan ummat dianggap gak paham politik. Jadi menyuruh ummat diam dan tsiqoh saja kepada mereka. Eh ternyata dibiarin sampai anyep tuh 42 nama… 🤣
Apa enggak rugi bandar bahkan bangkrut itu namanya…?
Sudahlah ditinggalkan konstituen dan ummat, dibiarin pulak sampai anyep oleh majikan baru… 🥱
BTW, masih yakin itu bakal digantiin biaya kampanye sekarang. Masih percaya sama janji-janji semisal itu? 🧐
Kok ya… ah sudahlah… 😓
Selamat duduk termenung di pojok ya, Partai Anak Bawang? 😆
(*fb penulis)