FUFUFAFA AIB BANGSA, BERSIHKAN NODA FUFUFAFA DARI LEGACY BERNEGARA INDONESIA
Setelah tak mampu membantah akun FUFUFAFA adalah Gibran Rakabuming Raka, mantan Ketua MK Prof. Jimly Asshiddiqie buru-buru membangun narasi untuk memaafkan dan melupakan. Dalihnya, toh itu sudah terjadi 10 tahun yang lalu.
Selama ini, sikap Jimly memang ambigu. Gradasi intensi opininya, sering memback up kekuasaan, meski dengan framing pandangan ketatanegaraan.
Tapi dalam kasus fufufafa ini, Jimly tak lagi dapat mempertahankan narasi FUFUFAFA bukan Gibran. Karena jejak digital dan hasil digital forensik netizen, tak mungkin dibantah oleh opini, meskipun opini dari ahli hukum tata negara dan mantan ketua MK.
Meminta menyudahi polemik FUFUFAFA, dengan narasi agar dilupakan demi menatap masa depan, adalah aib tambahan bagi bangsa Indonesia, setelah sebelumnya legacy bernegara ternoda oleh akun FUFUFAFA. Maaf mungkin saja bisa diberikan. Tapi melupakan, itu sesuatu yang tak mungkin dilakukan.
Sebagaimana adagium hukum pidana, permaafan tidak menghilangkan unsur pidana. Jika setiap kejahatan selesai dengan kata maaf, maka akan semakin masif perilaku kejahatan karena jika ketahuan cukup dihapus kesalahannya dengan permaafan. Akan banyak korban kejahatan yang menderita, karena pelakunya tidak disanksi pidana.
Sebaliknya, sanksi hukum sebagai bentuk pertanggungjawaban harus ditegakkan. Agar kedepan, tidak ada yang mengganggap sepele kejahatan. Agar masa depan Indonesia dibersihkan dari aib FUFUFAFA, dan Indonesia steril dari pemimpin yang niradab, brutal, rasis, dan psikopat.
Kelakuan FUFUFAFA dalam berbagai unggahan komentarnya, jelas mengkonfirmasi pemiliknya adalah pribadi yang yang niradab, brutal, rasis, dan psikopat. Kepribadian yang seperti ini, bukan hanya aib bagi bangsa, tetapi juga membahayakan masa depan bangsa Indonesia.
Narasi yang harus dibangun bukan melupakan, tetapi seret ke meja hijau, agar masa depan Indonesia bersih dari aib dan selamat dari ancaman dan bahaya pemimpin niradab, brutal, rasis, dan psikopat. Itu tuntutan secara hukum.
Adapun secara politik, pemilik akun FUFUFAFA harus segera dibatalkan dari proses pelantikan. Bangsa Indonesia akan terhina, baik dihadapan bangsanya maupun dimata dunia, jika tetap memaksakan seorang yang niradab, brutal, rasis, dan psikopat, dilantik menjadi Wapres.
Sarana untuk membatalkannya banyak. Diantaranya, terbitkan TAP MPR pembatalan pelantikan FUFUFAFA, lalu pasca Presiden dilantik, MPR bersidang untuk memilih dan menetapkan Wapres pengganti FUFUFAFA.
(Penulis: Ahmad Khozinudin, SH)