Kasus CPO yang menyeret Airlangga Hartarto, Dulu heboh dengan istilah "Mafia Minyak Goreng"

Catatan Agustinus Edy Kristianto:

Wartawan jangan kelebihan energi menyerbu markas Golkar saja tapi geserlah sebagian ke Pengadilan Tipikor PN Jakpus, sebab di situlah perkara yang diduga menyeret Airlangga Hartarto (AH) disidangkan hari ini (12 Agustus 2024).

Sesuai jadwal di SIPP, saya lihat ada sidang pemeriksaan saksi untuk terdakwa korporasi PT Wilmar Nabati Indonesia (No. 40) dan PT Musim Mas (No. 41). Bersama Permata Hijau Group, ketiganya adalah entitas korporasi yang jadi terdakwa kasus korupsi fasilitas izin ekspor CPO pada Juli 2020-Maret 2022 yang merugikan keuangan negara Rp1,65 triliun.

Ketika pada 24 Juli 2023, AH diperiksa Kejagung, Kapuspenkum jelas bilang, "Pemeriksaan saksi (AH) untuk menambah alat bukti bagi tersangka korporasi." (Majalah Tempo).

Saat ini ketiga korporasi sudah disidangkan maka Kejagung mengelak santai saja bahwa belum ada penetapan tersangka AH karena masih mencermati perkembangan sidang ketiga terdakwa korporasi itu. 

Ya, keterangan di persidangan adalah alat bukti. Mungkin ini yang ditunggu.

Ada lima terdakwa yang sudah diputus berkekuatan hukum tetap dalam kasus ini: Stanley MA (SM Corporate Affairs Permata Hijau Group), Indra Sari Wisnu (Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag), Weibinanto Halimdjati/Lin Che Wei (tim asistensi Menko Perekonomian), Master Parulian Tumanggor (Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia), dan Pierre Togar Sitanggang (General Affairs PT Musim Mas).

Pintu masuk dugaan keterlibatan AH dalam kasus itu melalui Lin Che Wei. 
Kompas dan Tempo sebagai dua media arus utama sama-sama mengaitkan antara surat panggilan pemeriksaan AH di Kejagung pada 13 Agustus 2024 mendatang dengan keputusan AH mundur dari ketum Golkar.

Ada juga dugaan peran dari mantan Menteri Perdagangan M. Luthfi yang sempat saya tulis pada masa kampanye lalu ketika yang bersangkutan terlihat pasang badan sekali buat Gibran---seolah tengah cari aman.


Biar jelas, saya lampirkan tabel dan anotasi putusan perkara itu yang dibuat oleh Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Satya Bumi, Walhi dkk. (tabel di bawah) 

Pertanyaan orang, apakah hukum dijadikan alat politik?

Ya, iyalah. Hukum dan politik adalah saudara erat. Hukum adalah produk politik. Politik adalah kunci penegakan hukum. 

Pada dasarnya hukum dan politik bertujuan mulia. Hukum untuk keadilan. Politik untuk good life. Moral/etika dan logika/akal sehat adalah prasyarat untuk mencapai tujuan mulia hukum dan politik itu.

Masalahnya, etika dan akal sehatnya dipakai tidak?

Apakah AH 'dipaksa' mundur dari Ketum Golkar karena tersandera kasus ekspor CPO?

Bisa iya, bisa tidak. Sering kali, politik adalah seni menebak-nebak. Tapi jika dugaan itu benar maka itu sama artinya dengan kenyataan bahwa saat ini Indonesia memiliki Menko Perekonomian yang 'berstatus' sebagai sandera kasus korupsi ekspor CPO.

Apakah tekanan itu karena AH tak mau calonkan anak si itu jadi calon kepala daerah?

Bisa iya, bisa tidak. Tapi jika anggapan itu benar maka menguatkan keyakinan banyak orang bahwa pada periode pertama si anu mempersiapkan masa depan anak pertama dan kedua; periode kedua mempersiapkan masa depan anak ragil. Jadi tuntaslah kewajiban si anu memakmurkan keluarganya sendiri.

Menguatkan pula anggapan orang bahwa ternyata tak cuma kursi kekuasaan yang diingini tetapi juga kekayaan materi, kejayaan sejarah, keharuman nama, kekuatan birokrasi... Dia mau semuanya!

Sepanjang tanpa etika dan akal sehat, politik bisa melaju dalam jalur imajinasi yang seliar-liarnya. 

Atau mungkin begitulah memang keterampilan si anu: menebang kayu, memotong-motong, mengikir, memoles, menjadikannya kursi, menjual, lalu diduduki---bisa juga diludahi dan diinjak-injak!

Salam.

Baca juga :