Agenda Terselubung Membentuk Dewan Pertimbangan Agung
- Pengusulan revisi UU Wantimpres berlangsung singkat. Siapa yang diuntungkan perubahan nama Wantimpres jadi Dewan Pertimbangan Presiden?
- Anggota DPR lainnya mengatakan DPA ini juga diduga disiapkan sejak awal untuk menampung Joko Widodo setelah purnatugas sebagai presiden.
Politikus Gerindra Supratman Andi Agtas menelepon satu per satu ketua kelompok fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR, Senin malam, 8 Juli 2024.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu menginformasikan rencana merevisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), termasuk poin-poin yang masuk dalam perubahan. Satu di antaranya perubahan nama Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Seorang anggota Baleg mengatakan Supratman menginformasikan kepada pemimpin kelompok fraksi bahwa politikus Partai Gerindra itu mendapat pesan dari Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad untuk merevisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden. Dasco merupakan atasan Supratman di Gerindra. Dasco menjabat Ketua Harian DPP Partai Gerindra.
Dasco, kata anggota Baleg ini, juga menyebutkan sejumlah poin yang akan diubah. “Poin-poin itu lantas dirumuskan, lalu Pak Supratman menginformasikannya ke kelompok fraksi,” kata anggota Baleg ini, dua hari lalu.
Saat dimintai konfirmasi, Supratman membenarkan sudah menelepon para ketua kelompok fraksi di Baleg. “Iya, kan bahwa akan ada usulan,” kata Supratman, Rabu, 10 Juli 2024.
Supratman membantah agenda revisi UU Dewan Pertimbangan Presiden ini atas arahan dari Dasco. “Enggak ada (perintah Dasco). Itu kan dari DPR, yang punya usulan, yang punya legislasi,” katanya.
Dasco yang dimintai konfirmasi tak bersedia menjawab pertanyaan Tempo. “Enggak mau komen, mau ditulis apa saja silakan,” kata Dasco lewat pesan WhatsApp, kemarin.
Setelah Supratman menelepon para ketua kelompok fraksi, draf revisi UU Dewan Pertimbangan Presiden beredar di anggota Baleg hingga sebagian anggota DPR di luar Badan Legislasi, esok harinya. Dalam draf itu, Baleg mengusulkan perubahan lima pasal, yaitu Pasal 1, 2, 7, 9, dan 12, serta ditambah aturan peralihan pada Pasal II.
Poin-poin utama revisi ini mengatur perubahan nama Dewan Pertimbangan Presiden menjadi Dewan Pertimbangan Agung, menetapkan status DPA sebagai lembaga negara, jumlah anggota DPA tak dibatasi atau disesuaikan dengan kebutuhan presiden, serta larangan rangkap jabatan. Revisi ini juga menghapus larangan anggota partai politik dan organisasi masyarakat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung.
Setelah rapat paripurna DPR pada Selasa, 9 Juli 2024, Baleg menggelar rapat tertutup untuk membahas usulan revisi UU Dewan Pertimbangan Presiden. Rapat itu berlangsung singkat. Lalu Baleg menggelar rapat untuk memutuskan revisi UU Dewan Pertimbangan Presiden menjadi usul inisiatif DPR.
Semua fraksi di Baleg menyetujui revisi tersebut menjadi usul inisiatif DPR. Baleg lantas mengajukan agenda revisi ini ke rapat paripurna DPR untuk mendapat persetujuan.
Anggota Baleg dari Fraksi PDIP, Sturman Panjaitan, mengatakan dirinya sempat terkejut setelah mengetahui UU Wantimpres direvisi. Ia mengatakan perubahan undang-undang ini tidak masuk Program Legislasi Nasional 2024.
“Kok, bisa muncul barang itu? Saya juga bertanya-tanya, tidak ada di Prolegnas, tidak ada di mana-mana,” kata Sturman saat ditemui di DPR, Rabu, 10 Juli 2024.
Supratman Andi Agtas mengatakan tidak masalah jika DPR mengubah nama Dewan Pertimbangan Presiden menjadi Dewan Pertimbangan Agung dengan status baru sebagai lembaga negara. Legislator dari daerah pemilihan Sulawesi Tengah ini berdalih bahwa nama Dewan Pertimbangan Agung dengan status sebagai lembaga negara tidak akan mengembalikan lembaga Dewan Pertimbangan Agung pada masa Orde Baru atau sebelum amendemen UUD 1945. Keberadaan DPA dalam UUD 1945 sebelum diamendemen menyebutkan bahwa status institusi tersebut sebagai lembaga tinggi negara.
“Kalau lembaga negara banyak sekarang. Dewan enggak mungkin balik ke UUD 1945. UUD itu mengenal lembaga tinggi, lembaga tinggi negara,” ujar Supratman.
Supratman juga membenarkan bahwa pasal yang melarang anggota partai politik maupun organisasi masyarakat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung dihapus dalam draf revisi. Ia mengatakan rapat Baleg sudah menyepakati penghapusan pasal larangan tersebut.
“Itu disepakati kemarin untuk tidak ada lagi larangan,” kata Supratman. “Jadi, bukan hanya untuk anggota partai politik, tapi juga semua yang duduk sebagai pimpinan ormas juga boleh (menjadi anggota).”
Seorang anggota Baleg mengatakan Dewan Pertimbangan Agung nantinya itu diperuntukkan pemerintahan Prabowo Subianto mendatang. Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka akan dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029 pada 20 Oktober 2024.
Ia mengatakan lembaga itu bakal menampung para tokoh nasional, pemimpin organisasi masyarakat, hingga pengurus partai politik pendukung Prabowo dalam pemilihan presiden 2024. Karena itu, jumlah anggota DPA tidak dibatasi, melainkan diserahkan kepada presiden untuk memutuskan sesuai dengan kebutuhannya.
Anggota DPR lainnya mengatakan DPA ini juga diduga disiapkan sejak awal untuk menampung Joko Widodo setelah purnatugas sebagai presiden. “Itu diduga buat Pak Jokowi,” kata anggota Komisi III DPR yang membidangi urusan hukum ini.
Saat dimintai konfirmasi soal ini lewat WhatsApp, Supratman belum menjawabnya. Baik Menteri Sekretaris Negara Pratikno maupun Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana juga belum merespons upaya konfirmasi Tempo.
Politikus Partai Gerindra, Maruarar Sirait, berharap Joko Widodo nantinya menjadi anggota DPA. Mantan politikus PDI Perjuangan ini mengatakan Jokowi memiliki pengalaman sebagai negarawan, dari wali kota, gubernur, hingga presiden. “Saya berdoa dan saya yakin,” kata Maruarar.
(Sumber: Koran TEMPO, 11 Juli 2024)