[PORTAL-ISLAM.ID] TIGA poros koalisi pengusung bakal calon presiden mengincar dukungan dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Mereka berupaya mendekati sejumlah tokoh NU agar bisa mendulang suara dari basis nahdliyin—sebutan untuk warga NU.
Setelah Anies Baswedan resmi berpasangan dengan Ketum PKB Gus Muhaimin Iskandar, dua poros capres lain saat ini mendekati tiga figur yang menjadi incaran, yaitu Menko Polhukam Mahfud Md., Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Yenny Zannuba Wahid, putri mantan presiden Abdurrahman Wahid.
“Setiap kali ada pemilu, suara dari nahdliyin memang menjadi penentu kemenangan,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Syaiful Huda, Ahad (24/9/2023) kemarin, dikutip dari Tempo.
PKB saat ini sudah bergabung dengan Koalisi Perubahan bersama Partai NasDem dan Partai Keadilan Sejahtera untuk mengusung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Huda optimistis duet Anies-Muhaimin (AMIN) itu bisa menarik pemilih dari kalangan nahdliyin. Sebab, Muhaimin adalah orang NU dan PKB adalah partai politik yang didirikan oleh sejumlah tokoh NU.
Menurut dia, basis utama pemilih dari kalangan nahdliyin terkonsentrasi di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pemilih nahdliyin di dua wilayah ini merupakan pemilih ideologis yang tidak mudah didekati dengan pendekatan pragmatisme. Karena itu, dia meyakini pasangan Anies-Muhaimin bakal menjadi magnet untuk menyatukan suara pemilih nahdliyin.
“Poros pengusung Ganjar dan Prabowo tidak ada tokoh yang punya latar belakang NU,” ujarnya. “Sedangkan Gus Imin (Muhaimin) menjari representasi tunggal yang punya latar belakang NU.”
Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Timur Anwar Sadad memahami strategi yang dijalankan oleh Koalisi Perubahan itu. Pilihan untuk menempatkan Muhaimin sebagai calon wakil presiden memang menjadi langkah strategis dalam mempertahankan suara nahdliyin. Namun itu bukan berarti peluang untuk mendulang suara dari akar rumput NU tertutup sama sekali.
“Kami berusaha menarik Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa untuk menjadi juru bicara atau tim pemenangan Prabowo,” kata Anwar.
Prabowo dan Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani, kata dia, telah beberapa kali berkomunikasi dengan Khofifah untuk menjadi anggota tim pemenangan di Koalisi Indonesia Maju. Sebab, Khofifah dianggap bakal berperan penting untuk membantu Prabowo mencapai kemenangan karena mempunyai tingkat elektoral yang tinggi, khususnya bagi warga nahdliyin. Adapun Khofifah saat ini juga menjabat Ketua Umum Pengurus Pusat Muslimat NU.
“Bahkan elektoral Khofifah dibuktikan lembaga survei untuk saat ini tidak tertandingi sebagai calon Gubenur Jawa Timur,” ucapnya. “Sebagai kekuatan politik di Jawa Timur, kami tidak bisa mengabaikan NU.”
Selain itu, koalisi pengusung Ganjar berupaya melibatkan tokoh-tokoh dari NU dalam Tim Pemenangan Nasional. Nama Mahfud, Khofifah, dan Yenny Wahid adalah di antaranya. Mahfud tercatat pernah menjadi anggota Majelis Syuro NU, sehingga bisa dikatakan dia memiliki kedekatan emosional dengan nahdliyin. Sedangkan Khofifah dan Yenny Wahid adalah dua perempuan yang memiliki pengaruh kuat di NU. “Ketiganya juga mempunyai hubungan baik dengan PDI Perjuangan,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan Andreas Pereira.
Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo, Benny Ramdani, optimistis suara nahdliyin bakal tetap berada di poros Ganjar. Dari berbagai sigi lembaga survei, kata dia, suara mayoritas warga nahdliyin memilih Ganjar. “Kami meyakini semua punya strategi. Termasuk kami, Anies mengambil Cak Imin dan mendeklarasikan lebih awal,” kata Benny. “Tapi kami tidak khawatir karena punya strategi khusus untuk menjaga suara dari nahdliyin.”
Peneliti Indikator Politik Indonesia, Kennedy Muslim, mengatakan, data survei selama ini menunjukkan jumlah pemilih yang merasa dekat dengan NU cukup stabil di angka sekitar 53 persen dari seluruh umat Islam di Indonesia. "Angkanya sekitar 100 juta pemilih dari kalangan nahdliyin," ucapnya.
Namun, kata Kennedy, jika dibelah lebih jauh, berdasarkan pilihan capres ataupun partai, pemilih dari kelompok nahdliyin tidaklah homogen. Selain itu, suara basis NU sendiri memiliki spektrum yang beragam tergantung wilayah dan latar belakang demografinya. Dengan demikian, capres yang akan bertarung mesti memiliki strategi masing-masing dalam mencoba merebut sebagian besar basis NU yang sangat besar tersebut.(*)