KISAH Anies Baswedan Gerakkan Puluhan Ribu Massa Menentang Kebijakan Pemerintah Orde Baru Hingga Diancam Bunuh

Body
[PORTAL-ISLAM.ID]  Banyak orang melihat Anies ini orangnya soft (lembut). Tapi di lapangan berbeda. Anies tampil di podium, menggerakkan massa, dan berhadapan dengan tentara. Ini menunjukkan sisi Anies yang lain.

KALA itu Anies Baswedan sudah tidak lagi menjadi ketua Senat Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM). Tetapi Anies masih punya pengaruh dalam gerakan mahasiswa di Yogyakarta, dan hadir dalam berbagai aksi demonstrasi.

Isu soal Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB), misalnya. Anies ikut merancang demonstrasi menentang SDSB. Ia mengajak kawan-kawannya untuk menggerakkan massa.

Tak pelak ribuan orang memenuhi jalan masuk, boulevard, Gelanggang Mahasiswa UGM, dan sekitarnya. Lalu berlanjut longmarch ke Gedung DPRD setempat yang berada di bilangan Jalan Malioboro. Saat itu kalender menunjukkan bulan November 1993.

Elan Satriawan, Sekjen BEM UGM 92/93 juga Ketua Umum Senat Mahasiswa UGM 93/94, mengatakan protes longmarch itu yang paling panjang. Mungkin sampai lebih dari satu kilometer. Pesertanya bukan hanya mahasiswa, berbagai elemen masyarakat juga turut berbaur.

“Kita waktu itu longmarch dari Bundaran UGM ke DPRD di Malioboro. Bukan cuma mahasiswa. Tetapi berbagai elemen masyarakat yang lain juga bergabung dalam longmarch itu,” kata Elan dalam tayangan video yang diterima KBA News, Sabtu, 16 April 2022.

Menurutnya, banyak orang melihat pada waktu itu bahwa Anies ini orangnya soft (lembut). Tapi di lapangan Elan melihat seorang Anies yang berbeda.

“Dia tampil di podium, dia menggerakkan massa, dia kemudian berhadapan dengan tentara yang sekali lagi menunjukkan sisi Anies yang lain,” imbuhnya.

Selama ini, demikian Elan mengaku, dirinya dan kawan-kawan melihat Anies dari seorang ketua Senat Mahasiswa UGM yang memimpin aktivis intra kampus. Tapi pada saat demontrasi menentang SDSB, Elan dan kawan-kawan melihat seorang Anies yang kemudian tampil dengan kualifikasinya.

Sidik Jatmiko, mahasiswa UGM, stringer/reporter BBC London, menggambarkan bagaimana saat itu Anies berhadapan dengan aparat keamanan dan mampu bernegosiasi dengan baik yang sebelumnya sempat diancam agar tidak keluar dari dalam kampus.

“Anies pada waktu itu oleh pihak keamanan dikatakan, ‘Anda tidak boleh keluar dari kampus, mengganggu jalanan lalu lintas’. Kalau Anda berani keluar kampus, Anda akan kami sikat habis,” demikian bunyi ancaman itu ditirukan Sidik.

Nah, di situlah kepandaian Anies. Kata Sidik, Anies adalah seorang pemimpin mahasiswa yang waktu itu punya keahlian bernegosiasi.

Menurut Sidik, Anies itu orangnya cool, tenang, kemudian dia bisa menyampaikan pendapat dengan spelling, kata-kata yang jelas. Tapi juga sekaligus dia sangat hormat, tetap menaruh hormat kepada lawan bicara.

“Ini tidak mudah. Banyak orang menyampaikan aspirasi tapi kemudian dengan emosi. Kelebihan Anies adalah dia mampu bernegosiasi dengan cukup tenang,” imbuhnya.

Sidik menambahkan, apa yang Anies maksudkan, jelas. Kemudian bisa menegosiasi yang mana-mana, yang penting tujuan akhir tercapai. Dan, semua bisa berlangsung dengan tertib.

Nah, yang terjadi kemudian, demonstrasi yang semula penuh ketegangan kemudian diperbolehkan. “Oke, Anda boleh keluar dari kampus UGM tapi harus tertib,” ujar Sidik menirukan ucapan aparat keamanan.

Walhasil, meski dikawal polisi dan difasilitasi truk tetapi di sepanjang jalan Anies tetap bisa berpidato. Ia naik di bak terbuka dan bisa berpidato menggunakan megaphone.

Sebenarnya apa itu SDSB dan seberapa dalam dampaknya bagi masyarakat sehingga kemudian ditentang para mahasiswa juga elemen masyarakat?

Masih dalam satu video yang sama, Rimawan Pradibtyo, mahasiswa UGM 92/93 menceritakan ada sekira 11 kupon SDSB ia bagikan kepada mahasiswa.

“Mereka mengatakan, ‘Pak ini apa?’ Loh ini bukti otentik bahwa negara ini pernah melegalkan yang namanya judi,” sebut Rimawan.

Secara apik, Rimawan mengilustrasikan bagaimana situasi dan kondisi orang yang telah kecanduan dengan yang namanya SDSB itu.

“Kalau ada kecelakaan itu orang berduyun-duyun datang. Jangan harap untuk nolong, yang akan dilihat adalah misalkan ini ada bus masuk jurang, orang akan masuk ke situ. Apa yang dilihat terlebih dulu, orang akan melihat plat nomornya,” sebutnya.

Senada, Elan Satriawan mengatakan adanya SDSB pada waktu itu membuat orang melakukan banyak sekali hal-hal yang tidak masuk akal.

“Jadi SDSB pada waktu itu alasannya (menurut pemerintah) adalah digunakan untuk membiayai olahraga,” imbuhnya.

Salman Dianda Anwar, Wakil Ketua BEM 92/93, menambahkan SDSB itu menimbulkan keresahan. Sering terjadi percekcokan antarkeluarga, sampai menjadi isu nasional waktu itu.

“Ketika itu kita menangkap aspirasi ini dari masyarakat, kemudian di bawah kepemimpinan Senat Mahasiswa, oleh Mas Anies mencoba menyikapi persoalan ini,” kata Salman.

Anies ikut merancang demonstrasi menentang SDSB. Selain mengajak kawan-kawannya untuk menggerakkan massa, Anies juga ikut berorasi dan mengamati keadaan saat demonstrasi berlangsung.

Muhammad Husnil dalam buku Ketika Anies Baswedan Memimpin: Menggerakkan, Menginspirasi (2017), menyebutkan, bila ada orator yang membakar massa, Anies akan maju dan menenangkan massa.

“Dia mengajak massa untuk lebih mengedepankan rasionalitas dan intelektualitas ketimbang emosi,” imbuhnya.

Diceritakan Husnil, aksi demo menentang SDSB sempat berhenti sejenak untuk shalat Jumat. Setelah itu mereka berjalan kaki menuju Malioboro dengan kawalan tentara dan polisi.

Begitu tiba di depan Gedung DPRD, mereka berorasi kembali. Anies dan pemimpin massa meminta bertemu dengan para wakil rakyat. Mereka menuntut wakil rakyat menyampaikan kepada pemerintah agar membubarkan SDSB.

Beberapa hari kemudian, Anies mengajak kawan-kawannya di Gerakan Masyarakat Islam Yogyakarta (GMIY) untuk ikut berdemonstrasi menentang SDSB di Jakarta. Setiba di Jakarta, mereka bertemu dengan Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Jakarta (FKMIJ) dan Persatuan Mahasiswa Islam Bandung (PMIB).

Tuntutan serupa juga disampaikan sejumlah kalangan di berbagai daerah. Karena desakan yang begitu kuat, pemerintah akhirnya membubarkan SDSB pada 25 November 1993.

SDSB merupakan upaya pemerintah mengeruk dana masyarakat untuk kegiatan sosial dan olahraga. Disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI No. 21/BSS/XII/1988.

SDSB bentuk lain dari berbagai lotere yang muncul sejak akhir 1960-an, dari Lotre Totalisator (Lotto), Undian Harapan, Sumbangan Sosial Berhadiah (SSB), Pekan Olahraga dan Ketangkasan (Porkas) hingga Kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah (KSOB).

Semua mengandung unsur judi karena memberikan harapan semu. Ia membuai banyak orang, termasuk rakyat kecil seperti tukang becak dan buruh tani. Ia membuat mereka berharap kaya tanpa harus bekerja keras banting tulang. Tak heran jika penententangan selalu muncul. [warta-berita]
Baca juga :