MENAMBANG EMAS DAN NIKEL DARI TANAMAN - Mencari Solusi Problem Tambang

MENAMBANG EMAS DAN NIKEL DARI TANAMAN

Oleh: Farid Gaban (Wartawan senior, aktivis Ekspedisi Indonesia Baru)

Apa yang sedang terjadi di industri (tambang dan pengolahan) nikel di Morowali dan Halmahera adalah bencana lingkungan dan sosial.

Menurutku, kita perlu mencari solusi atas problem tambang: yang di mana-mana memicu masalah serupa.

Salah satu solusi adalah lewat sains. Saya lagi banyak membaca jurnal-jurnal ilmiah berkaitan agro-mining atau phyto-mining. Menambang mineral lewat tanaman.

Indonesia punya keragaman hayati yang kaya. Ada begitu banyak jenis tanaman. Dan tanaman punya kapasitas menyerap mineral dari dalam tanah.

Kini sudah diidentifikasi beberapa jenis tanaman yang bisa menyerap nikel, emas, alumunium, cobalt, mangaan, dan beberapa jenis rare-earth mineral lain.

Tanaman penyerap banyak mineral disebut sebagai hyper-accumulator.

Di Serawak, Malaysia, sudah dicoba "perkebunan" nikel, yang bisa menghasilkan 200-250 kg nikel per hektar per tahun.

Di Indonesia, baik potensi mineral maupun jenis tanaman hyper-accumulator lebih banyak. 

Satu penelitian awal di Halmahera menunjukkan tanaman tertentu bisa potensial menghasilkan sampai 300 kg nikel per ha/tahun.

Agro-mining atau phyto-mining lebih ramah alam, bahkan lebih efisien dari tambang konvesional.

Tapi menurut saya, sains/teknologi saja tidak cukup jadi solusi. Pertanian saja, bahkan jika agro-mining, akan tetap merusak jika berskala luas dan bersifat monokultur. Kita sudah punya pengalaman dengan kerusakan akibat monokultur sawit.

Untuk menghindari penguasaan oleh segelintir oligarki, ini harus dibarengi dengan penguatan pertanian rakyat, termasuk dalam kepemilikan kebun maupun industri pengolahannya. Saya pribadi lebih tertarik model koperasi pertanian.

Konsep phyto-mining atau agro-mining makin meyakinkan saya kenapa Indonesia harus berpaling kepada keragaman hayati (biodiversitas).

Kekayaan terbesar kita ada pada biodiversitas, bukan emas atau nikelnya sendiri.

Konsekuensinya adalah kita harus melestarikan alam dan memperbanyak riset/pengetahuan tentang kekayaan hayati kita yang demikian kaya.

Tapi, salah satu yang paling penting diperhatikan adalah bahwa jangan lagi pengetahuan itu hanya memperkaya oligarki, baik asing maupun domestik. Harus disertai model sosial-ekonomi yang berkeadilan.***

Baca juga :