Hormati atau Pergi!

Hormati atau Pergi!

By Tere Liye*

Om John ini bule dari Eropa. Dia ini sangat mendukung kebebasan. Menurut dia, adalah hak dia mau ngapain saja, bebas gitu loh.

Suatu hari, dia wisata ke Bali. Dan dia datang persis tahun baru Saka.

Dia mau keluyuran di pantai, eh dicegat sama Pecalang, dibilangin dengan lemah lembut, harap kembali ke hotel, tdk berkeliaran.

Om John marah, dia mulai berceloteh bawa2 tentang kebebasan. Bilang itu hak dia mau wisata. Bilang di India sana, tahun baru Saka orang2 justeru merayakannya dengan ramai.

Nah, Om John benar sekali. Itu hak dia mau wisata. Di India, tahun baru Saka juga memang dirayakan dengan meriah, bahkan bikin festival. Tapi Om John keliru satu hal yang fatal, bahwa lain padang lain belalang lain lubuk lain ikannya, di Bali, tahun baru Saka dirayakan dengan kontemplasi. Nyepi.

Maka, mau sengotot apapun Om John, pilihan dia hanya 2. Hormati, atau pergi balik Eropa. Bukan malah maksa. Bawa2 pemahaman sendiri, bawa2 kebebasan versi sendiri.

Inilah contoh kecil jika semua orang mau berpikir.

Perbedaan budaya, nilai2 itu nyata adanya. Hanya karena kita merasa logika dan cara berpikir kita bilang itu boleh, tidak otomatis orang lain akan sama. Kebebasan kita akan berhenti saat berbenturan dengan kebebasan orang lain.

Lebih2, dalam posisi kita bertamu ke rumah orang lain, wah wah, pahamilah hal ini dengan bijak. Dan pastikan kita adil melihatnya. Jangan hanya karena kita memang kadung benci dengan kelompok tertentu, kita tidak setuju apapun itu, untuk sementara jika kelompok lain atau kelompok sendiri yang melakukannya, kita akan setuju.

Pahamilah, apa sih hakikat sejati dari kata 'toleransi'? Kata itu berasal dari akar kata 'toleran', artinya bisa 'membiarkan', 'menenggang rasa', 'menahan', atau 'sabar membiarkan sesuatu'. Kita disuruh toleran, bukan berarti kita ikutan gaya hidup orang lain, ikut nilai2 orang lain, tapi kita disuruh 'sabar dan membiarkan'. Karena setiap orang beda.

Lantas, apakah itu toleran saat kita maksa sekali? Provokatif? Melawan? Nyolot? Pun saat kita terpaksa ngikut, di hati tetap ngomel2? Itu sih bukan toleran.

Itulah kisah Om John.

*source: fb

Baca juga :