Anies: Mereka Belum Move On, Kritik Menghakimi Saya Hanya Bermodal Asumsi

Anies: Mereka Belum Move On, Kritik Menghakimi Saya Hanya Bermodal Asumsi

Gubernur DKI Anies Baswedan selama ini menolak wawancara dengan media internasional mengenai isu pencalonannya –sebagai salah satu kandidat terkemuka—dalam pilpres mendatang.

Karena itu mengejutkan ketika dia menerima permintaan media internasional berbasis di Singapura “The Straits Times” yang dipublikasi kemarin (6/7/2022) dengan judul ‘Sometimes I’m being judged by assumption,’ says Jakarta governor Anies Baswedan


Dalam wawancara panjang lebar 28 Juni 2022 yang diawali dengan pertanyaan sederhana diperluas oleh Anies menyentuh hal-hal yang paling gencar dituduhkan oleh para penentangnya: isu intoleransi.

Pemilihan presiden Indonesia berikutnya mungkin dua tahun lagi, tetapi partai politik telah memulai perburuan calonnya, tulis The Straits Times di awal laporannya.

“Salah satu kandidat terdepan adalah Dr Anies Baswedan, Gubernur Jakarta berusia 53 tahun yang akan mengakhiri masa jabatan lima tahunnya pada 16 Oktober,” catat Times.

Media itu memantau, Anies secara konsisten menempati peringkat tiga besar dalam jajak pendapat elektabilitas baru-baru ini, dan ‘mahkota’ terbaru di topinya tiba bulan lalu dalam bentuk dukungan publik dari partai NasDem, salah satu dari tujuh partai dalam koalisi pemerintah.

“NasDem telah menunjuk saya sebagai salah satu calon potensialnya. Saya menghargai itu,” kata Dr Anies dalam wawancara eksklusif yang berlangsung di Balai Kota.

Menurut Times, Anies menolak untuk membahas pencalonan NasDem ini. Dapat dimengerti, karena ini masih pada tahap dini sebelum ‘dagang sapi’ dimulai, menuju Pilpres 2024.

Mengutip pemberitaan Tempo, Times, mencatat pada akhir Juni lalu Ketua NasDem Surya Paloh telah melobi dukungan untuk Anies, dan bahkan merekomendasikannya kepada Presiden Joko Widodo.
Times tampaknya memahami, betapa pentingnya mengawali suatu peningkatan karir bagi politisi dari jabatan gubernur naik menjadi orang nomor satu di Republik. Sesuai Konstitusi, kata kuncinya, calon presiden/wakil presiden hanya dapat diajukan oleh partai atau aliansi partai yang menguasai setidaknya 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara pada pemilihan legislatif sebelumnya.

Hari demi hari dan bulan demi bulan berlalu menuju hajatan demokrasi terbesar di bulan Februari 2024 Times, mencatat bintang politik Anies terus meningkat. Ada penghadang kecil di depan, yaitu persepsi publik kelompok tertentu bahwa gubernur ini telah berpartisipasi dalam politik identitas dan menjadi panutan kelompok garis keras agama untuk memenangkan pemilihan gubernur 2017.

“Kadang saya dinilai dengan asumsi. Dan selama kampanye tahun 2017, satu-satunya cara menilai seseorang adalah dengan asumsi,” malah Anies sendiri mengajak Times, memperluas topik bahasan menyentuh hal-hal sensitive itu.

“Dr Anies telah mengalahkan petahana China-Kristen Basuki Tjahaja Purnama, yang dikenal sebagai Ahok, dalam kampanye yang secara luas diklaim oleh media sebagai even yang memecah-belah dan penuh dengan ketegangan agama dan etnis,” tulis Times.

Ahok kemudian dipenjara karena penodaan agama karena menghina Islam selama pidato pra-pemilu tahun 2016, catat media berbasis di Singapura ini.

Times, juga mencatat klaim beberapa pihak bahwa Dr Anies, yang dikenal sebagai seorang nasionalis toleran sekaligus seorang Muslim moderat dan progresif selama ini dituduh telah meninggalkan kaum minoritas untuk keuntungan politik.

“Tetapi, selama ini dia memilih untuk bungkam dan menghindari wawancara dengan media asing selama beberapa tahun, dengan mengatakan “cara terbaik untuk mengklarifikasi, mengoreksi bukanlah dengan membuat pernyataan lain”, dan lebih memilih untuk membiarkan tindakannya selama masa jabatannya berbicara sendiri (sebagai bukti -red),” tulis media internasional itu.

“Bisakah Anda menunjukkan kepada saya kebijakan atau tindakan (Gubernur DKI Jakarta) dalam empat tahun terakhir yang tidak bersahabat dengan minoritas, yang tidak memberikan kesempatan yang sama?” kata Anies kepada Times menantang kelompok ‘Anies Bashing’ yang masih terus menyerangnya.

“Jika Anda tidak dapat menunjukkan kebijakan itu kepada saya, maka Anda harus menghapus asumsi ini dan merevisinya berdasarkan kenyataan,” kata Anies mengutip pernyataan yang senantiasa diulanginya menjawab kritik yang tidak tepat sasaran.

Times, mencatat, ketika Anies dibesarkan dalam keluarga Muslim yang saleh di Yogyakarta, orang tuanya telah memberinya pendidikan Barat yang membentuk “cara berpikir modern”, mengatur dan hidup dengan keragaman.

Mantan Rektor Universitas dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini memiliki gelar PhD dalam ilmu politik dari Northern Illinois University, dan gelar Master dalam manajemen publik dari University of Maryland.

Ketika dia menjadi peserta pertukaran pelajar pada tingkat sekolah menengah di Amerika Serikat, dia tinggal bersama keluarga angkat Katolik Roma yang taat.

“Pada dasarnya saya mengunjungi gereja setiap hari Minggu, bukan untuk misa, tetapi untuk sarapan… mereka punya donat, selalu donat,” kata Anies bercerita.

“Ibu angkat saya membawa saya dari satu gereja ke gereja lain untuk berbicara tentang Islam, untuk berbicara tentang Indonesia di gereja,” tuturnya.

Anies mengakui, benefit dari latar-belakang sebagai siswa SMA di AS terbukti menjadi keuntungan ketika ia menjadi gubernur Jakarta dan menemukan dirinya “di kursi pengemudi pada sebuah kota yang sangat beragam”.

“Saya sangat suka bahwa setiap kebijakan yang dibuat di kota kita adalah kebijakan yang mencerminkan Konstitusi kami, yang mencerminkan nilai-nilai demokrasi modern,” ujarnya.

Ditanya apa yang telah dia lakukan untuk minoritas, Dr Anies mengatakan pemerintahannya telah membangun krematorium umum untuk warga Hindu, yang pertama di Jakarta. Sebelumnya, banyak umat Hindu yang tidak mampu membayar biaya tinggi di fasilitas swasta harus pergi ke Bali, yang mayoritas beragama Hindu, untuk mengkremasi jenazah.

“Sungguh memprihatinkan. Dan kemudian kami membangunnya di sini. Dan masyarakat (Hindu) menangis (haru). Saya terkejut … Saya tidak pernah membayangkan itu akan menjadi momen yang menyentuh,” kenang Anies.

Program lain yang diluncurkan pemerintahannya adalah Bantuan Operasional Tempat Ibadah atau BOTI, menyediakan dana pemerintah untuk tempat ibadah (dari semua agama) untuk menutupi biaya operasional.

“Baru beberapa hari yang lalu… seseorang datang kepada saya, dan itu (pertemuan) sangat emosional,” katanya.

“Dia bilang, ‘Pak Anies, gereja kami kosong selama pandemi, tidak ada yang menyumbangkan uang ke gereja kami. Terima kasih atas dana BOTI karena kami kini mampu membayar semua orang yang memelihara gereja kami,” kata Anies.
Anies menyadari kontestasi menuju pilpres sekarang kian memanas, namun dia tetap fokus mengelola Jakarta dan bertekad mengubahnya ke dalam visi kota global, dengan keunggulan yang mencakup sistem transportasi umum yang andal dan efisien, taman dan ruang hijau, serta trotoar yang juga berfungsi sebagai “ruang ketiga”.

“Agar orang-orang berkumpul, berinteraksi, dan bermain bersama,” katanya.

“Jakarta adalah pusat perekonomian. Dan karena itu, kami melihat peningkatan kesejahteraan di kota ini,” katanya.

“Tapi di sisi lain, kita menghadapi degradasi lingkungan dan… melebarnya kesenjangan sosial-ekonomi. Jadi, kita mencoba mengatasi dua hal ini.”

Pemerintahannya sejauh ini telah mengurangi emisi karbon sebesar 26 persen, lebih rendah dari pada target 30 persen untuk Jakarta pada tahun 2030.

Cakupan angkutan umum di Jakarta meningkat dua kali lipat dari 40 persen pada 2016 menjadi hampir 90 persen saat ini, dengan jumlah penumpang angkutan umum melonjak dari 350.000 per hari pada 2018 menjadi satu juta dalam waktu kurang dari tiga tahun, katanya.

Dia menambahkan, angkutan umum tidak dimaksudkan untuk mengakhiri kemacetan lalu lintas, tetapi untuk memberikan kepastian, prediktabilitas, dan kecepatan.

“Bahkan di Tokyo, London, atau New York, tempat-tempat transportasi umum yang sangat berkembang, masih terlihat kemacetan. Tapi bedanya dengan angkutan umum, Anda akan mencapai tujuan lebih cepat,” katanya.

“Ini salah satu hal yang kami senangi karena merupakan perubahan perilaku dan menciptakan budaya baru.”

Berbeda dengan di Singapura yang sudah menjadi kebiasaan naik angkutan umum, “Bagi kami di Indonesia ini masih awal dari proses itu, khususnya di Jakarta,” ujar Anies.

“Dr Anies menyatakan sebenarnya tidak mengharapkan pujian dari media. Tetapi dia juga tidak takut pada kritik bahkan hinaan,” catat Times.

“Tapi saya mengharapkan objektivitas. Saya mengharapkan informasi yang sama diberikan,” katanya.

“Tolong kritik, saya senang untuk itu, dan senang menerima kritik itu.”

Dia percaya pada akhirnya dia sendiri yang mempertanggung-jawab perbuatannya kepada Sang Pencipta.

“Apa yang Tuhan akan tanyakan kepada saya … tidak hanya berapa banyak sekolah yang Anda bangun, berapa banyak trotoar yang Anda bangun, berapa banyak rumah sakit yang Anda perbaiki, tetapi Tuhan juga akan bertanya kepada saya, bisakah orang-orang beragama dengan bebas menjalankan agamanya?” ujar Anies.

“Dan jika saya tidak memberikan kesempatan yang sama, bagaimana saya bisa menjawab pertanyaan itu di hadapan Tuhan?” kata Anies menutup wawancara eksklusif itu.

(Haz Pohan, Pemred KBA News)


Baca juga :