"Kenapa yang kerjaannya s*x bebas, gak menutup aurat rejekinya selalu ada? Sedang gue rajin shalat nutup aurat rejekinya susah..."

Jawabannya, karena rejeki itu bukan cuma materi. Yang Anda nilai serba ada itu boleh jadi batinnya kering, pikirannya pusing, dan pada akhinya mereka tidak kalah sengsara dengan orang-orang yang kemapanan duniawinya terbatas. Keliatannya doang serba ada. Isi hatinya mah belum tentu bahagia. Boleh jadi Tuhan menjauhkan Anda dari keberlimpahan materi itu, supaya hidup Anda bisa lebih tenang. Tidak banyak beban. Dan tidak banyak pikiran. 

Rejeki itu ibarat baju. Yang cocok bagi satu orang, belum tentu cocok bagi orang yang lain. Biarkan Tuhan "memasangkan" baju-baju itu sesuai dengan kecocokan hamba-Nya masing-masing. Baju mahal, mewah, dan bermerek, kalau nggak cocok, buat apa? Mending baju sederhana tapi pas dan cocok. Kalau Anda diberi kekayaan, boleh jadi kekayaan itu tidak cocok untuk Anda. Bahkan boleh jadi itu bisa mencelakakan Anda. Bukankah banyak orang kaya tapi hidupnya sengsara?

Akui saja, bahwa jangakauan nalar kita itu memang terbatas. Apa yang menurut kita baik, boleh jadi itulah keburukan yang sesungguhnya. Saya pernah mengalami hal itu. Pengen sesuatu. Eh, di akhir saya sadar, ternyata yang saya minta itu justru buruk untuk diri saya sendiri. Ujung-ujungnya saya malu. Setelah itu saya mulai belajar pasrah. Dan saya merasakan, bahwa kenyamanan hidup memang ada dalam kepasrahan itu. Kalau kepasrahanan itu hilang, maka kesengsaraan sudah bersiap-siap untuk menjemput kita. 

Jadi, gimana hidup yang enak itu? Pertama, usaha dulu. Setiap keinginan memang harus diusahakan. Kalau nggak mau usaha, jangan punya keinginan. Kalau usaha sudah, tugas selanjutnya adalah pasrah. Yakinlah bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk Anda. Penderitaan hidup itu seringkali terlahir dari kesalahan pola pikir kita sendiri. Bukan karena keterbatasan yang kita miliki. Orang yang hidup terbatas bisa bahagia kalau hatinya merasa puas. Sebaliknya, yang hidupnya serba ada boleh jadi sengsara kalau dia tidak pernah puas dengan pemberian Tuhannya. 

Ngapain sih ribet-ribet mikirin hidup yang udah jelas-jelas sementara. Toh nanti juga ada akhirnya. Kalau sudah tahu hidup ini akan ada akhirnya, terus kenapa kita nggak memikirkan yang jelas-jelas abadi dan kekal saja? "Loh tahu dari mana Anda bahwa kehidupan yang kekal itu ada?". Dari seorang manusia yang semasa hidupnya tidak pernah berbohong. Mengaku sebagai nabi, dan bukti kenabiannya banyak. Dia datang dengan firman Tuhan. Dan di dalamnya ada uraian tentang hari itu. 

Nalar sehat mengharuskan saya untuk percaya. Karena untuk mengatakan tidak ada, saya tidak punya bukti apa-apa. Dan pantang bagi siapapun yang bernalar sehat untuk mengingkari sesuatu tanpa bukti. Kalau buktinya sudah ada, dan bukti itu benar, hanya orang-orang sombong yang tetap menunjukkan pengingkaran. Agama datang untuk mempermudah hidup kita. Sayang, ia sering dipersulit oleh orang-orang yang tidak memahaminya.

(Muhammad Nuruddin)

Baca juga :