“Anies, daripada kamu sendirian, bayar sewa, udah pindah aja ke sini; di atas ada kamar. Selalu kosong kok,” begitu kata Pak Yahya Muhaimin.
Saya sedang menulis makalah pagi itu, saat Pak Yahya menelpon, meminta saya pindah dari apartemen dekat kampus University of Maryland ke rumah beliau sbg Atase Pendidikan di Washington DC. Beberapa kali beliau mengulang, sampai akhirnya saya pindah dan tinggal di lantai atas rumahnya di kawasan elit di Bethesda, Maryland.
Setelah tinggal di rumahnya, kami diskusi hampir tiap malam. Sampai lulus program Master, dan saat akan meninggalkan Washington pun berangkatnya dari rumah Pak Yahya. Belajar banyak dari seorang cendikiawan yang amat baik hati itu.
**
Suatu sore, tiba di apartement setelah dari kampus, terlihat sebuah amplop ada di kotak surat. Tertulis nama pengirimnya Yahya Muhaimin. Saat dibuka, hanya berisi selembar uang 100 dollar yang dimasukan dalam lipatan kertas HVS polos putih. Tidak ada tulisan apapun. Hanya selembar uang.
Saat itu saya sudah mahasiswa program doktor di Illinois. Sudah pindah dari rumah beliau yang di Maryland. Jaraknya lebih dari 1,100 km. Langsung masuk apartemen dan telepon Pak Yahya. Beliau tertawa sambil bilang, “Saya kemarin ingat kamu, mungkin kamu lagi susah ya. Kuliah doktor itu berat apalagi kalau udah ada anak, selalu kekurangan biaya. Dulu waktu saya kuliah juga gitu.” Itu bukan cuma sekali tapi berkali-kali. Tiap beberapa waktu Beliau selalu kirim amplop tanpa kata, berisi selembar uang 100 dolar. Uang itu bagi kami yang bea-siswanya sangat pas-pasan, terasa luar biasa bernilai.
—-
April 2021 itu kami mampir ke rumahnya di Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah. Saat itu mendengar kabar bahwa beliau sedang kurang sehat. Kami ngobrol, cerita banyak hal. Fisiknya memang telah lebih lemah, tapi pancaran wajahnya tetap terang, wajah jernih seorang cendikiawan yang amat-amat alim.
Kemarin beliau berpulang. Allah panggil pulang seorang yang amat mulia hatinya, amat teduh akhlaknya. Pribadi yang amat dalam komitmennya untuk memajukan umat. Beliau memang dosen di UGM di Jogja, tapi selama itu pula, selalu berkiprah memajukan pendidikan di kampung halamannya di Bumiayu.
Kami yakin, InsyaAllah, Allahyarham Pak Yahya dimuliakan di sisiNya, dialirkan tanpa henti pahala padanya lewat ilmu dan amal jariyahnya yang luar biasa banyaknya…
Kami semua adalah saksinya.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu.
(Anies Baswedan)