[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI dari PKS, Dr. Mulyanto, M.Eng., menilai Perpres No. 117/2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM tertanggal 31 Desember 2021 hanya lip service atau pemanis ucapan.
Meskipun Perpres itu terkesan Pemerintah peduli pada rakyat karena mewajibkan Premium sebagai jenis BBM Khusus Penugasan dengan wilayah penugasan meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tapi dalam Perpres tersebut tidak disebutkan berapa besaran kuotanya.
Menurut Mulyanto, Perpres itu terkesan pemerintah mendengar aspirasi masyarakat yang menginginkan BBM dengan harga yang terjangkau. Terlebih di saat seperti ini, dimana pemerintah juga telah menetapkan untuk memperpanjang masa pandemi COVID-19.
"Namun demikian ada beberapa catatan yang perlu mendapat perhatian kita bersama, yakni dalam Perpres tersebut jumlah kuota premium akan dibatasi sebanyak 50 persen dari penjualan Pertalite. Berapa angka persisnya, tidak jelas," kata Mulyanto, Selasa 4 Januari 2021
Mulyanto menegaskan bahwa pada tahun-tahun sebelumnya angka kuota ini ditetapkan dengan jelas. Misalnya kuota tahun 2019, 2020 dan 2021 masing-masing sebesar 11 juta kl, 11 juta kl, dan 10 juta kl, sementara penyerapannya masing-masing sebesar 11.6 juta kl, 8.7 juta kl, dan 3.4 juta kl.
"Tentu kita paham, penyerapan Premium yang rendah ini bukan karena animo masyarakat yang rendah, namun lebih karena Pertamina menahan-nahan distribusinya, sehingga Premium menjadi langka di pasaran. Berbagai keluhan masyarakat terkait kelangkaan BBM Khusus Penugasan ini di berbagai tempat membuktikan hal tersebut," kata Mulyanto.
"Jadi sebenarnya Perpres No. 117/2021, yang tidak menghapus Premium ini sebenarnya sama juga bohong alias tidak punya makna di lapangan," ujarnya.
Karena dengan kebijakan Premium yang tanpa penetapan kuota yang jelas, maka dapat diduga pendistribusiannya tidak akan bertambah baik. Justru Mulyanto menilai pendistribusiannya malah akan semakin kacau.
"Bisa dibayangkan, dengan jumlah kuota Premium yang jelas saja, pada tahun-tahun sebelumnya sebesar 10 sampai 11 juta kl tetap terjadi kelangkaan Premium, apa lagi dengan kebijakan premium tanpa kuota. Jadi Perpres ini sebenarnya hanya basa-basi saja," kata doktor nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology itu.
Dia menambahkan, "Ini tidak menyelesaikan tuntuan masyarakat yang menginginkan BBM dengan harga yang terjangkau melalui mekanisme subsidi," pungkasnya.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo baru saja menandatangani aturan tentang penyediaan, distribusi dan harga jual eceran BBM. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 117 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.[VIVA]