Kisah Inspiratif Naby Keita (Pemain Muslim Liverpool), Dulu Hidup Miskin, Kini Bintang Liga Premier

[PORTAL-ISLAM.ID] Selain Mohamad Salah dan Sadio Mane, di Liverpool pemain muslim yang menjadi bintang adalah Naby Keïta.

Naby Keïta kembali tampil gemilang saat Liverpool menghancurkan Manchester United 5-0 tadi malam. Naby Keïta mencetak gol perdana bagi Liverpool dan juga memberi assist untuk gol pertama Mo Salah yang mencetak hattrick di pertandingan yang digelar di stadion Old Trafford.

Naby Keita bergabung dengan Liverpool dalam kesepakatan senilai 52,75 juta pounds (Rp10,2 miliar) dari RB Leipzig tiga tahun lalu. Gelandang box-to-box dengan kontrol hebat asal Guinea tersebut adalah pelari yang tak kenal lelah dan memiliki kemampuan untuk mencetak gol. 

Pemain berusia 26 tahun ini memang diberkati dengan banyak bakat. Tapi, dia terlahir dengan banyak keterbatasan ekonomi sehingga jalannya menuju panggung sepakbola internasionak tidak mudah.

Tumbuh di Conakry. Meski berstatus ibu kota negara, wilayah ini merupakan daerah miskin dan tidak aman secara politik di Guinea. Saat itu, Keita bermain tanpa alas kaki di jalanan, di sela-sela keramaian arus lalu lintas kota, dan kadang-kadang tertabrak mobil.

Itulah yang membuat Keita menjadi seperti sekarang: lapar untuk mencapai puncak dan tidak peduli apa pun yang akan menghalangi jalannya. "Kami bermain dengan apa pun yang kami bisa. Saya tidak punya apa-apa. Terkadang kami bermain dengan sepatu tua yang rusak," kata Keita kepada Goal.

"Saya tidak memiliki sepatu bola dan kaus kaki. Semua itu telah membantu saya lebih siap untuk apa pun sebagai profesional dan saya juga tidak takut pada apa pun di lapangan," tambah Keita.

"Saya cukup kecil. Jadi, saya harus berjuang untuk segalanya. Saya berjuang untuk mendapat kesempatan dan untuk rasa hormat. Itu sebabnya, bahkan, mobil tidak bisa menghentikan saya," ucap Keita.

Ibunya, Miriam, dan ayahnya, Sekou, yakin sang putra ditakdirkan untuk menjadi profesional, terutama karena dia akan menendang apa pun yang bergerak. "Dia mengatakan kepada saya bahwa apa pun yang jatuh dari meja, sekalipun itu sebotol air atau jeruk, saya akan menggiringnya," kata Keita tertawa.

"Apa pun yang ada di lantai yang bisa saya tendang, saya akan menghibur diri dengan itu. Ke mana pun dia akan membawaku, aku akan melakukan ini," beber Keita.

Pada usia sembilan tahun, Keita bergabung dengan Horoya AC, tim lokal di daerah tersebut. Di sana, dia diakui sebagai pemain terbaik diantara teman-temannya. Keita kemudian disarankan seorang pemandu bakat Afrika untuk pindah ke Eropa. Tapi, dia tidak begitu yakin.

Ketika dia mulai menonton Liga Premier di TV saat berusia 12 tahun, dia tahu dia ingin bermain di level tertinggi. "Tidak mungkin melakukan itu di rumah. Jadi, saya harus menguji diri saya di Eropa. Saya bertekad untuk menjadi pesepakbola. Bukan hanya karena saya menyukai permainan ini, melainkan agar saya dapat menafkahi keluarga saya," ujar Keita.

Kini, Keita sudah mengenakan jersey Liverpool. Teman-teman dan ayahnya adalah pendukung setia Liverpool. "Ayah saya adalah penggemar berat! Sejauh yang saya ingat, dia telah berbicara tentang klub ini. Bahkan, sebelum saya tahu apa itu Liverpool," beber Keita.

"Tentu saja, ketika dia mengetahui minat Liverpool kepada saya, dia sangat senang. Dia ingin berbicara tentang Istanbul (final Liga Champions yang legendaris lawan AC Milan), Steven Gerrard, dan setiap pertandingan besar atau pemain klub lainnya," ungkap Keita.
Saat cukup dewasa, Keita pergi ke Prancis pada usia 16 tahun. Di sana, dia memulai beberapa masa percobaan yang gagal. Dia mulai mempertanyakan apakah dia akan berhasil setelah ditolak oleh berbagai klub, termasuk Lorient.

Keita juga mengaku bahwa dia berjuang untuk memahami apa yang diinginkan pelatih darinya ketika dia mencoba untuk menunjukkan keahliannya. "Saya tidak tumbuh di akademi. Semua yang saya tahu berasal dari jalanan. Saat saya mendapatkan bola, saya akan berlari dengannya, menunjukkan beberapa keterampilan untuk mengalahkan pemain dan mencetak gol," ungkap Keita.

"Selama uji coba ini, pelatih meminta saya melakukan hal-hal yang belum pernah saya dengar! Mereka menggunakan istilah sepakbola yang saya tidak mengerti dan memberikan instruksi yang saya tidak tahu," tambah Keita.

"Saya tidak tahu tentang taktik dan ketika saya ditolak, itulah yang diberitahukan kepada saya," ucap Keita.

Klub pertama yang bersinar untuk Keita adalah Le Mans yang kekurangan uang dan ingin mengontrak pemain Afrika itu ketika berusia 18 tahun. Pemain Guinea itu direkomendasikan kepada mantan gelandang Hibernian, Frederic Arpinon, yang merupakan Direktur Olahraga FC Istres.

Keita kemudian ditawari percobaan dan dia langsung terkesan. Dia segera mendaftar dan langkah itu memulai perjuangannya. Tapi, dalam setahun, dia menemukan dirinya di klub Austria, Red Bull Salzburg, dan bermain bersama Sadio Mane, yang kini bekerja sama dengannya di Anfield.
"Dia membantu saya dengan segalanya, bahasa, teman, memahami klub dan kota. Salzburg meningkatkan saya sebagai pemain dan saya belajar banyak di sana. Saya mendapat pendidikan yang benar-benar taktis," ujar Keita.

"Sadio penting bagi saya. Bagi saya, dia adalah kakak laki-laki saya. Dia sangat suka belajar hal-hal baru, berkembang dan mendorong dirinya sendiri dan kami sama dalam hal ini. Dia adalah contoh yang baik bagi saya," pungkas Keita.[Libero]

Baca juga :