Dr. Jamal Sahin: Sekularisme Turki, 100% Tidak Membawa Kebahagiaan

[PORTAL-ISLAM.ID] Dr. Jamal Sahin, pimpinan Hayrat Foundation Turki di Indonesia, mengatakan bahwa sekularisme Turki tak membawa kemajuan dan kebahagiaan bagi rakyatnya. Dia mengatakan hampir 80 tahun kekuasaan pemerintah sekuler, ekonomi Turki tak maju dan sistem kesehatan begitu buruk.

“Nyatanya hingga 2002 (era sebelum Erdogan berkuasa -red) ekonomi Turki tak juga maju. Sistem kesehatan buruk, pendidikan tak menjangkau semua lapisan. Sekularisme Turki, 100% tidak membawa kebahagiaan,” ungkap Jamal dalam kajian Minhaj, “Islam vs Sekularisme, Respon Ulama dan Intelektual Muslim” pada Kamis (21/10/2021), sebagaimana dikutip oleh Hidayatullah.com.
 
Jamal, yang berkebangsaan Turki, mengungkap bagaimana pemerintahan sekuler Turki menekan umat Islam selama bertahun-tahun kekuasaannya. Dalam acara yang diselenggarakan oleh Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) tersebut, ia juga mengatakan tak berbangga hati dengan hal tersebut.

“Saya tidak berbangga dengan hal ini, ini adalah tragedi besar dalam sejarah Turki.”

Jamal mengatakan meski 90% warga Turki adalah Muslim, konstitusi negara tersebut hingga kini tidak mengakui Islam dalam konstitusinya. Dia juga mengungkap bahwa 650.000 ulama menjadi korban dalam upaya Turki menjaga sekularisme-nya.

Namun sayangnya, menurut Jamal, sekularisme Turki ini banyak dicontoh oleh negara lain, seperti Mesir, Tunisia, dan sebagainya. Dan semuanya, ujarnya, tak berhasil juga menghadirkan kemajuan bagi rakyatnya.
 
Dr. Jamal menyebut kemajuan Turki dimulai pada tahun 2002 setelah pemerintahan Erdogan mulai berkuasa. Dia mengungkap, kini masyarakat Turki khawatir jika pemerintahan sekarang berubah dan sekularisme kembali.

Jamal mengatakan bahwa tak semua warga Turki mengagumi Mustafa Kemal Attaturk, tokoh pendiri Republik Sekuler Turki. Hanya sekitar 25%, ujarnya, warga Turki yang memuja sosok Kemal Attaturk dengan berlebihan, dan mereka merupakan kalangan sekuler.

“Masyarakat Turki terbagi dua: umat Islam dan umat Kemal Atataturk. Kelompok kedua menganggap sosok Kemal Attaturk sebagai pencipta Turki, bahkan nabi dan tuhan,” ungkapnya.

Terkait polemik penamaan jalan di Jakarta dengan Mustafa Kemal Attaturk, Jamal menyarankan nama alternatif lain dapat diambil. Seperti penggunaan nama Istanbul, ibu kota Turki, sebagai nama pengganti.
 
Jamal juga mengungkap bahwa penolakan umat Islam Indonesia atas penggunaan nama Kemal Attaturk tak akan mengganggu hubungan Turki-Indonesia.

“Saya kira tak akan menganggu, tak banyak warga Turki di Indonesia, sehingga penamaan tersebut tak akan begitu berdampak,” ucapnya.

Baca juga :