Tantangan Taliban Mengelola Negara: SYARIAT ISLAM DAN KEMISKINAN

SYARIAT DAN KEMISKINAN

Oleh: Taufik M Yusuf Njong

- Penerapan Syariat Islam di Afghanistan kedepan oleh Pemerintahan Taliban akan mengalami banyak tantangan, lebih dari tantangan yang mereka dapatkan saat dulu mereka berkuasa sebelum AS menggulingkannya. 

- Sejauh ini, dengan segala kekurangannya, Arab Saudi (tanpa melupakan Brunei) adalah negara Islam yang paling sukses menerapkan 'Syariat Islam' (termasuk Hudud dan Hisbah). Dan itu ditopang oleh kesejahteraan dan ekonomi yang stabil paska ditemukannya petroleum tahun 1938 di Dammam. 

- Sudan juga ikut menerapkan Hudud dan Hisbah mulai dari pemerintahan Ja'far An-Numery tahun 1983 lalu kemudian 30 tahun masa pemerintahan Omar Al-Basyir dan gerakan Islam (1989-2019). 

- Berbeda dengan Saudi yang makmur, Sudan justeru terpuruk dalam kemiskinan ditengah embargo dunia internasional. Krisis ekonomi (inflasi parah dan kelangkaan roti dan BBM) adalah salah satu sebab paling penting tumbangnya rezim Basyir. Sebagian masyarakat kemudian menjadi 'eneg' dengan gerakan Islam dan syariat Islam yang tertuduh hanya dijadikan alat kekuasaan.

- Faktor ekonomi juga salah satu sebab dikudetanya pemerintahan Mursi di Mesir dan dibubarkannya parlemen Tunisia yang 'didominasi' partai Islam En-Nahdha di Tunisia. Sementara Hamas tetap bertahan di jalur Gaza dengan kekuatan militernya dan bantuan ekonomi dari beberapa negara Islam. Krisis ekonomi juga sukses menjadikan Lebanon sebagai Failed State

- 'Siyasatuttajwi' atau politik 'memfaqirkan/memiskinkan' sebuah negara adalah salah satu cara paling mudah agar rakyat 'melawan' pemerintahan negaranya sendiri. Dan musuh-musuh Islam tentu memahami itu dengan baik. Kemiskinan adalah saudara dekat ketidakstabilan. Jangan sampai Syariat Islam diidentikkan dengan kemiskinan dan kekerasan. 

- Saudi, Sudan dan Afghanistan adalah tiga negara dengan masyarakat konservatif yang pernah menerapkan hudud. Berhasil atau gagal? Relatif dan subjektif. Tapi, Saudi jelas paling stabil dibandingkan 2 negara lainnya. 

- Taliban sepertinya sudah belajar dari 'kesalahan-kesalahan' mereka 20 tahun lalu, dan kini mencoba tampil sedikit lebih moderat (meski belum cukup) dan relatif bersih dari salafiyah jihadiyah, kecuali prinsip Hakimiyah yang menjadi ciri khasnya dari kebanyakan masyarakat berteologi maturidi/shufi. 

- 20 tahun 'penjahahan' AS, pastinya telah merubah banyak cara berpikir, gaya hidup dan budaya sebagian rakyat Afghan. Terutama mereka yang tinggal di ibukota. Memaksakan Syariat Islam dengan gaya konservatif jelas akan melahirkan benturan baru. 

- Tantangan kemiskinan dan bagaimana 'para santri' mengelola pemerintahan akan dipertaruhkan beberapa tahun kedepan terhadap suksesnya pemerintahan mereka yang 'islami'. Atau jangan-jangan kemiskinan akan membuat rakyat Afghan kembali brontak. 

- Berita baiknya, Taliban kini menguasai cadangan mineral (lithium) yang ditaksir bernilai Rp 14 Ribu Triliun. Ini bisa jadi modal awal yang bagus untuk kedaulatan jika mampu dimanfaatkan, sekaligus menjadi bumerang jika gerakan tersebut larut dalam perebutan sumberdaya tersebut sesama mereka atau menjadi proxy dari kekuatan asing

- Permasalahan etnis termasuk yang paling mengkhawatirkan. Kekuatan asing yang tidak menginginkan stabilitas Afghanistan tentunya sudah punya planning memecah belah Afghanistan dan menarik garis batas baru untuk suku-suku Tajik, Uzbek, Hazara dll yang termarjinalkan.

- Oh ya, putra Ahmad Shah Masoud sudah meminta Barat untuk mendukungnya melawan Taliban. Jika tak mampu mengendalikan Afghanistan, Barat kemungkinan akan memilih untuk menarik negara tersebut kedalam perang saudara lagi. 

Wallahu A'lam.
Baca juga :