KEGAGALAN ISLAM POLITIK?

KEGAGALAN ISLAM POLITIK?

Waktu bedah buku Virdika Rizky Utama yang laris manis tentang penjatuhan Gus Dur di Menes, Banten, saya telah bilang bahwa pihak yang paling teruntungkan dari proses itu sebenarnya adalah Megawati. Dengan membiarkan aksi Amien Rais dan kelompok Islam politik lainnya saat itu, dia melenggang menuju kursi kepresidenan. Posisinya ketika itu sebagai wakil presiden dan kenyataan bahwa dia adalah pemenang pemilu 1999 adalah justifikasi yang memang menguatkan. 

Amien Rais lalu mendapat apa? Ya begitu-begitu saja. Kelompok Islam politik, termasuk PKS, justru mendapatkan posisi yang lumayan di era kepresidenan SBY. Mungkin selama periode itu, 2004-2014, bisa dikatakan adalah masa kejayaan Islam politik di Indonesia pasca-Soeharto. 

Jokowi secara cerdik memanfaatkan kenyataan tersebut sebagai senjata "nabok nyilih tangan". Paham bahwa banyak pihak yang tidak suka terhadap keberadaan kelompok Islam politik itu, dia membangun basis yang kuat di kalangan nasionalis sekuler dan Muslim tradisionalis. Terlebih sejak dikeluarkannya Perppu Ormas 2017 dan terutama lagi sejak perubahan komposisi elit pemerintahan pasca-2019, dapat dikatakan gerak kelompok Islam politik telah dihentikan. 

Tentu saja perubahan akan terus terjadi. Namun, yang mau saya katakan adalah posisi kelompok Islam politik pada dasarnya selalu berada di bawah hegemoni kelompok nasionalis sekuler. Mereka (kelompok Islam Politik) hanya bisa tampil ke permukaan sejauh dimanfaatkan oleh elit politik sekuler, sebagaimana terjadi era akhir pemerintahan Soeharto dan SBY. 

Pokok ini jarang disadari. Wacana sekularisme berhasil menghegemoni pikiran kita: seolah-olah Islam politik adalah ancaman nyata. Kenyataannya mereka berulang kali berhasil diperdaya. 

Kelompok Islam politik sendiri tentu saja menyadari itu. Namun, sejauh mana kesadaran mereka bisa diaktualisasikan dalam visi dan aksi nyata masih tanda tanya. Terus terang saya ragu dengan kemampuan mereka memperbaharui diri. Karakternya yang kaku membuat mereka kurang adaptif dengan perubahan, sehingga mimpi-mimpi politik mereka selalu berhasil dipatahkan.

(Oleh: Amin Mudzakkir)

Baca juga :