Mudik Dilarang, Wisata Diizinkan, Pemerintah Membingungkan 👀

[PORTAL-ISLAM.ID] Untuk mencegah penyebaran Corona, pemerintah kembali melarang masyarakat mudik Lebaran. Namun, di saat yang sama, pemerintah justru membuka tempat wisata selebar-lebarnya. Duh, jadi bingung deh… 👀

Keputusan larangan mudik ini diambil dalam Rapat Koordinasi (Rakor) yang dipimpin Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, di Gedung Kemenko PMK, Jakarta, kemarin (26/3/2021). Yang hadir dalam rapat itu antara lain Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Satgas Penanganan Covid-19 Letjen Doni Monardo, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.

“Tahun 2021, mudik ditiadakan,” ucap Muhadjir, usai Rakor.

Muhadjir paham, kebijakan ini mengecewakan bagi para perantau. Namun, mau tidak mau, kebijakan ini harus diambil. Sebab, angka penularan dan kematian akibat Corona di Indonesia masih tinggi.

Larangan mudik ini tidak hanya berlaku bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan TNI/Polri, tapi juga bagi pegawai swasta dan seluruh masyarakat Indonesia. Larangan mudik efektif berlaku pada 6 sampai 17 Mei 2021. “Ini sesuai arahan Bapak Presiden dan hasil keputusan Rapat Koordinasi tingkat menteri,” tegas Muhadjir.

Namun, larangan mudik ini, tidak 100 persen. Ada yang dikecualikan. Antara lain, bagi pegawai yang sedang melakukan perjalanan dinas. Syaratnya, ada surat tugas yang diteken pejabat minimal eselon 2 bagi ASN dan BUMN. Kalau masyarakat, harus ada surat keterangan dari kepala desa bahwa ada keperluan mendesak.

Untuk cuti bersama, tetap diberikan. Hanya saja, cuma 1 hari. Yakni 12 Mei, atau H-1 Lebaran. Hari Rabu. Buat pegawai dengan skema 5 hari kerja, maka libur Lebaran ini juga bisa jadi hari kejepit. Karena bisa lanjut libur di hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Bisa panjang juga liburnya.

Keputusan ini tentu bikin kecewa banyak pihak. Apalagi sebelumnya Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi sempat mengatakan tidak ada larangan mudik. Karena akan ada mekanisme protokol kesehatan ketat yang disusun bersama Tim Satgas Penanganan Covid-19. “Pada prinsipnya, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan tidak melarang (mudik),” kata Budi, dalam Rapat Kerja dengan Komisi V DPR, Selasa (16/3/2021).

Wisata Diizinkan

Yang bikin publik makin sakit hati, larangan mudik itu dilakukan saat pemerintah lagi menggembar-gemborkan bakal membuka pintu bagi turis asing untuk masuk ke sejumlah destinasi wisata di Indonesia. Dengan catatan, kasus Covid-19 turun, dan mendapat dukungan negara tetangga.

“Mudah-mudahan Juni-Juli kita sudah bisa mulai wisatawan mancanegara,” kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, dalam Rapat Kerja Nasional Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), di Jakarta, Kamis (18/3/2021).
 
Bahkan, di Kepulauan Riau (Kepri), pintu wisata akan dibuka lebih awal. Yakni 21 April 2021. Lewat safe travel corridor untuk wisatawan asal Singapura. Sandiaga bilang, ada 2 zona yang disiapkan, yakni Nongsa dan Bintan Lagoi. “Kita harapkan bisa bergerak cepat untuk menyiapkan safety travel corridor,” imbuh Sandi, di kesempatan berbeda, Senin (22/3).

Inkonsistensi

Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman menyayangkan inkonsistensi kebijakan dan strategi pemerintah dalam menangani pandemi. Di satu sisi, mudik dilarang. Tapi, di lain sisi, wisata malah dibuka.

“Sudah terbukti, inkonsistensi dalam strategi dan kebijakan terkait arus mudik dan mobilisasi ini, memperburuk pandemi,” kata Dicky, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Ia mengingatkan, pemerintah jangan terlena dengan turunnya kasus Covid-19 saat ini. Karena, bisa saja penurunan itu akibat jumlah tes yang rendah. Tidak terlihat, bukan berarti tidak terjadi. “Deteksi dini kita hampir satu tahun ini tidak signifikan perbaikannya,” kritiknya.

Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengkritisi gaya komunikasi pejabat selama pandemi Covid-19. “Seringkali pejabat-pejabat kita itu nggak pikir panjang. Komunikasi politik dan komunikasi publiknya tidak baik. Itu sangat berbahaya. Bisa menimbulkan ketidakpercayaan publik,” kata Pandu, dalam obrolan dengan Rakyat Merdeka, tadi malam.

Dalam hal pemilihan kata, misalnya. Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI ini, menilai penggunaan diksi “dilarang” mudik kurang tepat. Lebih baik diksi dibatasi. “Orang Indonesia kan semakin dilarang, justru keinginan untuk melanggar semakin tinggi. Karena kalau berhasil, bisa dianggap prestasi,” imbuhnya.

Buktinya, tahun lalu, larangan mudik tetap kebobolan. Banyak yang tetap bisa pulang kampung dengan berbagai cara.

Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay juga melihat adanya inkonsistensi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan. Selain juga minimnya ketegasan dalam penerapan protokol kesehatan. “Saya melihat ada kebijakan antara menjaga kesehatan dan menjaga ekonomi. Sehingga jadi campur aduk. Ini (mudik) diketatin, ini (wisata) dilonggarin. Sehingga kelihatan inkonsistensi,” ucap Ketua Fraksi PAN ini.

Di Twitter, larangan mudik ini trending topic. Hingga pukul 23.WIB, ada 22 ribu cuitan dengan kata kunci mudik.

Dokter Onkologi, Zubairi Djoerban ikut berkicau dengan kata kunci itu. “Mudik dilarang. Oke. Dan saya tidak dalam posisi setuju atau nggak. Tapi, lebih ingin konsistensi pada tiap implementasi kebijakan Covid-19. Jika di dalam Commuter Line saja masih berkerumun, tentunya akan membuat publik bertanya-tanya terhadap tiap kebijakan baru yang dibuat,” kritiknya di akun @ProfesorZubairi.

“Melarang orang mudik itu niat bagus. Tapi pelaksanaan di lapangan sangat-sangat susah,” timpal dokter Tirta Mandira Hudhi di akun @tirta_hudhi.***

(KORAN RAKYAT MERDEKA, Sabtu, 27 Maret 2021)

Baca juga :