MEMBACA ISU KUDETA MYANMAR DAN KUDETA DEMOKRAT

MEMBACA ISU KUDETA MYANMAR DAN KUDETA DEMOKRAT

--Sepintas Clue Geopolitik--

Secara politik praktis, isu KLB Demokrat di Sumut merupakan bagian kecil ungkapan tua di dunia politik: "it's just business, nothing personal." Jadi, jangan bicara soal politik moral pada isu tersebut, atau etika politik, jangan pula bahas loyalitas antara senior-yunior dll. Bahwa peristiwa tersebut tidak ada hubungan dengan pribadi melainkan kepentingan politik (praktis). Kendati dari sisi personal, sanepo yang muncul ialah: 'sing tua ora ngerti tuone -- sing nom kurang tata kramane'. Terjemahan bebasnya: yang tua tidak paham umurnya -- yang muda tak punya sopan santun. Silahkan tafsir sendiri.

Politik praktis bukanlah yang tersurat melainkan apa yang tersirat, kata Pepe Escobar. Dan catatan kecil ini, mencoba intip hal-hal tersirat. Membaca sesuatu di balik peristiwa, tetapi nanti hanya berbentuk clue alias poin petunjuk saja. Tak lebih.

Membaca isu KLB dalam perspektif asymmetric war, ia cuma isu awal. Pintu pembuka bagi tema/agenda yang hendak digelar dan kelak akan berujung pada 'skema' yang merupakan tujuan pengambilalihan Partai Demokrat melalui KLB di Deli Serdang. Artinya, ia bisa berhenti sebatas isu saja, atau terus melaju ke agenda dan skema sebagaimana pola asymmetric war: isu - tema/agenda - skema (ITS). Jadi, sukses atau tidaknya isu tersebut masih relatif. Tergantung dinamika serta konstelasi (geo) politik setelah isu KLB ditebar di publik. 

Lantas, apa agenda lanjutan dan skema besarnya? Nanti dibahas sekilas dan secara garis besar di bawah.

Melambung sejenak ke lingkungan (global) strategis yang fluktuatif. Siapa sangka, di era Joe Biden -- perseteruan antara Amerika (AS) versus Cina bukannya mereda, kini malah semakin sengit tetapi dengan tata cara tidak sama daripada sebelumnya. Ya, pola Biden berbeda dengan Donald Trump yang cenderung terbuka baik head to head maupun cuitan di ranah siber. Kalau pola Biden, tidak (menyentuh) secara langsung dan silent. Tetapi, ia menggunakan kuru setra pihak ketiga ---proxy war--- entah via negara proxi, atau melalui organisme yang levelnya di bawah negara: partai politik misalnya, atau LSM, institusi, lembaga nirlaba, ataupun lewat person alias individu.

Ada asumsi berkembang, bahwa konflik lokal merupakan bagian dari konflik global. Itu sudah jamak di dunia geopolitik. Gejolak Myanmar misalnya, bukanlah faktor yang berdiri tunggal, namun merupakan konflik kepentingan para adidaya terkait sumber daya dan konsesi energi di Myanmar. Apa hendak dikata, Myanmar hanya medan kuru setra antara Cina melawan AS. Kuat diduga, Cina ada di belakang junta militer; dan Paman Sam, berada (disinyalir) di balik massa aksi. Coba dibolak-balik pakai sketsa geopolitik, "gambar" kajian seperti itu. 

Pun demikian isu KLB Demokrat. Secara proxy war, isu tersebut cermin melemahnya hegemoni AS di satu sisi, sebaliknya -- potret kian menguatnya pengaruh Cina di Indonesia pada sisi lain. 

Melambung ke skema KLB dahulu melewati agenda lazimnya. Ya, skema dalam KLB, tidak lain dan tak bukan adalah 'kepentingan 2024'. Lalu, apa breakdown kepentingan dimaksud? Wah banyak tafsir. Juga, uraian narasi amat tergantung dinamika (geo) politik setelah isu ditebar, misalnya, jika nanti junta militer Myanmar 'menyerah' oleh tekanan internasional, niscaya akan mengubah peta konflik KLB. Itu sekedar contoh frasa: 'tergantung perkembangan dinamika politik'. Mungkin ada ujud lainnya. Kenapa demikian? Perkembangan (geo) politik itu bersifat turbulent serta sulit diramalkan. 

Itulah clue kecil menyikapi dua isu sekaligus baik di level global (kudeta Myanmar) maupun isu lokal (kudeta Demokrat). 

Retorikanya sederhana: "Seandainya Myanmar dan Indonesia cuma penghasil ketela rambat, apakah mungkin ada isu-isu kudeta?" 

End___

(Oleh: M Arief Pranoto)

Baca juga :