Balada Partai Demokrat Amerika & Demokrat SBY
PARTAI DEMOKRAT Amerika punya akar sejarah dan idiologi jelas. Thomas Jefferson dan James Madison, Presiden Amerika ke-3 dan ke-4 ini berada langsung di jantung Demokrat Amerika. Partai Demokrat Amerika adalah kelanjutan dari kaukus Republik-Demokrat, sebelum akhirnya berubah menjelma menjadi Demokrat saja.
Kaukus ini diotaki langsung oleh Thomas Jefferson dan James Madison, arsitek dibalik lahirnya UUD Amerika, sekaligus pencipta konsep Presidensial. Garis politiknya top dan berkelas. Sangat jelas. Bukan pemerintahan Federal yang supreme, tetapi pemerintah lokal. Bukan aristokrat, tuan tanah yang kaya di belahan Utara Amerika yang supreme. Tetapi petani di belahan Selatan Amerika yang supreme. Itulah cikal-bakal demokrat Amerika.
Property Keluarga Cikeas?
Bagaiman dengan demokrat SBY? Ah ini dia problemnya. Sangat tidak jelas posisinya. Tak pro kepada konglomerat, tetapi memiliki jarak yang jauh miliaran mil dengan petani kecil dan rakyat miskin. Entah karena itu sebabnya atau bukan, Demokrat SBY sejauh ini terlihat asyik sendiri dengan caranya, entah dirancang sendiri oleh SBY atau kuntilanak.
Apa betul SBY adalah founder utama Demokrat? Berapa duit yang ditaruh SBY pada saat Demokrat didirikan? Apakah lambang Mercy saat ini hasil rancangan SBY? Siapa pencipta mars Demokrat? SBY kah atau Max Sopacua, nyong Ambon manise ini yang menciptakan?
Kalau SBY memang terlibat dari awal dalam membentuk Partai Demokrat, tidakkah saat itu SBY adalah Menkopolkamnya Presiden Megawati? Apa SBY minta izin atau beritahukan kepada Ibu Megawati? Jadi anak buah Ibu Megawati, tetapi bikin partai lalu gunakan partai itu untuk melawan Ibu Mega dalam pilpres. Etiskah itu SBY? Kalau itu tidak etis, pantaskah SBY meminta Pak Jokowi menghidupkan etika?
Dari kejauhan Demokrat SBY benar-benar milik keluarga SBY. SBY jadinya semacam “Bos of the Bos” Demokrat. Ini menarik. Mengapa menarik? Demokrat Amerika tak pernah sekalipun terindikasi sebagai property milik Thomas Jefferson dan James Madison. Top mereka. Betul-betul negarawan mereka.
Apakah tanpa Demokrat, SBY kehilangan wadah politik? Kalaupun begitu, etiskah Demokrat harus dikendalikan Hadi Utomo, iparnya Ani Yudhoyono? Setelah Hadi Utomo, memang Anas Urbaningrum. Tetapi Sekjennya Mas Ibas, anak SBY juga. Lalu begitu Anas kena musibah, SBY langsung kendalikan. Setelah itu AHY, kakak Ibas, jadi Ketum dan SBY jadi Ketua Majelis Tinggi. Inikah model demokrasi SBY?
Demokrat memang angkuh dalam perpolitikan mutakhir. Sikapnya pada beberapa persitiwa politik, benar-benar menjengkelkan orang. Bayangkan Demokrat begitu independen pada Bang Hatta Rajasa, Besan SBY ketika dia jadi cawapres berpasangan dengan Jendral Prabowo Subianto.
Entah apalah maksudnya agar terlihat hebat, atau sombong atau agar menjadi center dalam permainan politik, sehingga orang harus bolak-balik konsultasi dengan SBY, setelah AHY-Sylvia Murni tersingkir pada putaran pertama Pilgub DKI. Demokrat SBY tak mendukung sana dan sini, baik Anies-Sandi atau Ahok-Djarot. Sikap mirip ini terjadi pada pilpres 2019 kemarin.
Demokrat SBY benar-benar memusingkan orang. Prabowo Subianto harus bolak-balik ketemu SBY. Selalu saja ada sikap Demokrat, yang bukan hanya memusingkan Prabowo, tetapi juga pendukung-pendukungnya. Itu terjadi ditengah hasrat dan ekspektasi banyak orang agar Demokrat habis-habisan memenangkan Prabowo-Sandi.
Apa sikap SBY itu dipengaruhi kenyataan Prabowo-Sandi disokong habis-habisan oleh ulama dan ummat Islam? Apa susahnya bagi AHY untuk datang ke Senayan pada kampanye akbar Prabowo-Sandi yang dipadati ribuan ummat Islam? Apapun alasan dibalik itu, ummat Islam merasa menderita, dilukai oleh keangkuhan Partai Demokrat SBY.
Partai Demokrat dan SBY tampil sebagai pemain solo dalam politik Indonesia. Tidak peduli pada apa penderitaan politik yang dialami oleh kolega-koleganya. SBY tak berkontribusi pada penderitaan yang dialami Golkar dibawah Bang Ical dan PPP di bawah Yan Farid. Payah amat SBY dan Partai Demokrat.
Sekarang Demokrat terang-terangan mengajak orang berjuang bersama mereka menghadapi kemelut KLB di Sibolangit Seli Serdang, Sumatera Utara. Bertempat di sekretariatnya di Dekat Tugu Proklamasi, diselenggarakan mimbar bebas.
Demokrat Tidak Berkelamin
Ada banner yang bertuliskan “Commander Call” Ketua Partai Demokrat se-Indonesia, Rapatkan Barisan Jaga Kehormatan dan Kedaulatan Partai. Taufiqurrahman, salah seorang pimpinannya mengatakan dalam mimbar itu “pada sore hari ini, saya ingin menyampaikan pada seluruh rakyat Indonesia, bahwa dari Kantor DPP Partai Demokrat, kita akan memulai sebuah gerakan dengan nama Aliansi Rakyat Penyelamat Demokrasi”. Anda waras Bung Taufiqurrahman?
Memangnya Demokrat itu demokratis? Demokrat tak produktif berpihak pada rakyat miskin kok bung. Demokrat tak bersuara terhadap hukum suka-suka yang menimpa anak-anak bangsa ini. Apakah Partai Demokrat dan SBY bersuara tentang penahanan semena-mena aktvis demokrasi Dr. Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Dr. Anton Permana, Ustazah Kingkin Anidah? Eh, sekarang bicara minta didukung soal demokrasi, etika dan rule of law? Gawat deh Demokrat.
Kemana suara SBY, AHY dan Partai Demokrat terkait penahanan Habib Rizieq Shihab (HRS) yang ditahan dengan ancaman hukuman Cuma dua tahun? Demokrat tidak bersuara juga soal unlwafull killing pada anak-anak laskar Front Pembela Islam (FPI) di kilometer 50 tol Jakarta-Cikampek (Japek).
Partai Demokrat SBY tidak minta agar Allah Subhanahu Wata’ala yang Maha Tahu beri petunjuk pada aparat hukum agar pakai hati, pakai akal, pakai nalar dalam menegakan hukum. Apakah Partai Demokrat bodoh dan tolol untuk soal-soal yang seperti ini? Haqul yakin pasti tidak.
Demokrat juga tak bersuara untuk anak-anak yang ditangkap dalam demo tolak Perubahan UU KPK. Demokrat SBY juga tak tahu ada anak-anak yang kepalanya bocor, hampir sekarat terkena benda tumpul Polisi. Demokrat SBY diam tenan atas ditangkapnya anak-anak yang menolak UU Cipta Kerja.
Demokrat SBY ini payah sepayah-payahnya. Ketika tersambar KLB Sibolangit Deli Serdang, eh ajak orang bersama Demokrat menyelamatkan keadilan, demokrasi dan rule of law. Memangnya di Demokrat ada demokrasi dan rule of law? Enak aja. Senang, senangnya sendiri, ketika susah baru minta tolong orang.
Jangan-jangan orang malah bilang ogah lah yaooo. Bro AHY, maju aja bersama Ibas adik anda dan SBY, ayah kalian itu. Kan ini partai punya kalian. Ya urus saja sendiri. Apalagi SBY kan jagoan. Jagoan ko minta tolong orang. Yang benar aja deh AHY dan SBY.
Perilaku Moeldoko Primitif
Oke itu satu hal. Seburuk itu sekalipun Demokrat SBY dan AHY, sikap Jenderal (Purn) Moeldoko juga kebangetan dekil, jorok dan primitif. Yang lebih kebangetan lagi, ya sikap Presiden Jokowi. Presiden jangan pura-pura tak tahu tentang kelakuan Moeldoko ini. Moeldoko itu Kepala Kantor Staf Presiden (KSP). Dia berkantor di Kantor anda Pak Jokowi. Masa anda tak tahu? Mustahil pak bos tidak tahu.
Apa anda, Pak Presiden telah mati rasa? Tak lagi punya rasa sebagai manusia, juga sebagai Presiden? Tidak bisakah anda pintar lagi sedikit saja? Presiden jangan bilang pemerintah tak bisa melarang orang ber-KLB. Orang bodoh juga tahu itu. Orang bodoh juga tahu masalahnya bukan di situ Pak Jokowi.
Masalahnya Moeldoko itu Kepala Kantor Staf Presiden, berkantor di kantor Presiden, kantor anda Pak Presiden Jokowi. Itu masalah pokoknya. Apa anda diam-diam mau kangkangi Partai Demokrat SBY? Apa anda punya agenda mengamendemen UUD 1945, mengubah pasal 7 UUD 1945, sehingga bisa mencalonkan diri jadi Presiden lagi? Picik, licik dan primitif amat kalau itu tujuannya.
Pak Presiden Jokowi, sikap anda ini mengingatkan orang atas sikap Presiden Richard Nixon, Presiden Amerika pada skandal gedung “watergate”. Itu terjadi 47 (empat puluh tujuh) tahun lalu. Perkaranya sederhana. Takut kalah pada pemilu 1972, Tim Nixon diam-diam menyadap pembicaraan-pembicaraan di Kantor Demokrat, di Washington DC.
Apakah perintah melakukan wiretapping di Kantor Demokrat datang dari Nixon? Tidak juga. Perintah itu datang dari John Mitchell, attorney general, yang pernah jadi Ketua Tim Kampanye Nixon 1968. Dialah yang merancang wiretapping itu. Selain dia, teridentifikasi diantaranya Howard Hunt, mantan agen CIA, James MacCord, mantan agen FBI, Gordon Liddy, Ketua Tim Keuangan Kampanye Nixon.
Semuanya terkait dengan Nixon. Merekalah yang berada di front depan kasus Watergate ini. Howard Hunt yang merekrut Virgilio Gonzalez, Bernard Barker, James McCord, Eugenio Martinez, dan Frank Sturgis. Orang-orang ini yang beroperasi menyadap pembicaraan-pembicaraan di kantor Demokrat.
Tak terhitung berapa kali Nixon menyangkal peristiwa itu. Tetapi Demokrat yang dominan di House of Representative dan Senat, melalui Judiciary Committe terus menggalakan penyelidikan dalam kerangka impeachment. Pada saat yang sama Mark Felt, penyelidik FBI, yang punya koneksi kuat dengan Bob Woodward dan Karl Benstein, dua jurnalis Washington Post ini, terus membagi informasi valid katagori A1 kepada keduanya.
Washington Post terus memberitakannya. Pada saat yang sama Archibal Cox, Profesor hukum dari Harvard University, yang bertindak sebagai penyelidik independen, terus menemukan kenyataan top. Hari-hari berat buat Nixon tiba bersamaan House of Judiciary Committe meminta Supreme Court mengeluarkan perintah pengambilan paksa (subpoena) material recorder yang asli.
Apa yang terjadi? Recorder asli yang berkali-kali ditolak Presiden Nixon untuk diserahkan kepada Judiciary Committe, akhirnya harus diserahkan juga oleh Nixon. Dan saatnya “saturday nigh massacre” tiba. Nixon mundur. Game over.
Pak Jokowi anda musti ingat yang anda hadapi adalah SBY. International networkingnya Pak SBY top. Pak SBY pernah bilang, untuknya Amerika adalah “second country”. Bagaimana kalau tiba-tiba Pak SBY eksploitasi habis-habisan kasus unlawfull killing enam laskar FPI di tol Japek itu?
Pak Jokowi, apa anda tidak tahu bahwa urusan cetak-mencetak uang itu sama dengan menampar mukanya The Fed? Bagaimana kalau nanti Pak SBY mengeksploitasi semua itu? Bisa barabe dan berantakan semuanya lho Pak Jokowi.
Terus terang saja, tidak masuk akal kalau Pak Jokowi lepas tangan dari tindakan Pak Moeldoko jijik, jorok dan primitif itu. Moeldoko ini sehari-harinya berada di kantor anda. Moeldoko tidak berkantor di luar pagar dan halaman istana. Itu fakta yang tidak bisa disangkal.
Jadi, semakin anda sangkal dan lepas tangan, maka semakin beralasan SBY mencela anda sebagai orang tak punya rasa dan etika. Sikap cuek-bebek Pak Jokowi itu sama dengan seruan kepada rakyat untuk bersama SBY melawan anda.
Penulis: Redaksi FNN
(Sumber: FNN)