Kenang Semasa Jadi Presiden, SBY: Tiada Hari Tanpa Kritik

[PORTAL-ISLAM.ID]  Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan semasa kepemimpinannya kebebasan berekspresi dalam mengutarakan pendapat nyaris tanpa batas.

SBY mengaku senantiasa berusaha memahami kritik yang dilayangkan publik maupun media massa atau pers terhadap dirinya agar lebih matang memimpin pemerintahan selama 10 tahun masa jabatannya.

"Boleh dikatakan tiada hari tanpa kritik. Maklum pada waktu itu kita masih berada dalam euforia kebebasan, euforia reformasi, dengan demikian freedom of speech, freedom of the press luar biasa ekspresinya dan kita semua harus memahami konteks waktu itu," kata SBY dalam wawancara dengan TV One, Senin (15/2).

SBY menyampaikan bahwa keberhasilan menjabat sebagai Presiden RI selama 10 tahun tak lepas dari peran pers.

Menurutnya, berbagai kritik yang dilayangkan media massa akhirnya membuat dia berhati-hati dalam membuat kebijakan agar tidak menyimpang dan bertentangan dengan kehendak mayoritas rakyat Indonesia.

"Saya sendiri mengatakan merasa dikawal. Kalau saya bisa mengakhiri tugas saya dengan yang tadi itu tiada hari tanpa kritik, itu buat saya aware, buat saya berhati-hati dalam ambil keputusan dalam menetapkan kebijakan dan melaksanakan tindakan-tindakan pemerintah agar tidak menyimpang secara fundamental dari konstitusi, UU (undang-undang), sistem politik, tata krama, dan sebagainya," kata SBY.

"Dan yang lebih penting jangan sampai kebijakan dan tindakan ini bertentangan dengan kehendak mayoritas rakyat Indonesia," ujarnya.

SBY menyatakan hubungan antara pemerintah dengan media massa seperti benci dan cinta.

Dia menerangkan, hubungan cinta antara pemerintah dan media massa muncul ketika semua kebijakan dan imbauan pemerintah bisa disiarkan di media massa.

Sementara benci, lanjutnya, muncul ketika media massa melancarkan kritik keras serta sinis terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

"Hate-nya dalam artian ini adalah boleh dikatakan era saya dulu pers sangat kritis, sangat keras, bahkan kadang-kadang sangat sinis," tutur SBY.

SBY pun menyatakan sejumlah pejabat di pemerintahan terkadang kurang nyaman dengan kritik-kritik keras yang dilayangkan oleh media massa.

Namun menurutnya hal itu merupakan sebuah keindahan dari hubungan antara pemerintah dengan media massa.

"Menghadapi itu terus terang sejumlah pejabat pemerintahan kurang nyaman, tetapi itulah indahnya antara hate and love relations tadi semuanya harus siap," katanya.

Perdebatan mengenai kritik terhadap pemerintah kini jadi polemik publik setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat lebihaktif menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintah. Publik di sisi lain tak leluasa mengemukakan pendapat lantaran kerap diserbu buzzer dan dibayang-bayangi ancaman pidana Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Jokowi ingin pelayanan publik semakin baik di masa mendatang. Dia berharap seluruh pihak ikut ambil bagian dalam mewujudkannya.

"Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan, atau potensi maladministrasi, dan pelayanan publik harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan," kata Jokowi saat berpidato di Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin (8/2).

Wakil Presiden ke-10 RI Jusuf Kalla (JK) belakangan menyoroti indeks demokrasi Indonesia yang menurun berdasarkan survei The Economist Intelligence Unit (EIU).

Dalam survei itu Indonesia menempati peringkat 64 dari 167 negara di dunia. EIU menyatakan skor indeks demokrasi Indonesia adalah 6,48 dalam skala 0-10.

JK menyinggung pelaksanaan demokrasi belakang ini, terutama ihwal penyampaian kritik terhadap pemerintah tanpa berujung panggilan polisi.

"Beberapa hari lalu Bapak Presiden mengumumkan silakan kritik pemerintah. Tentu banyak yang ingin melihatnya bagaimana caranya mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi?," kata JK dalam agenda 'Mimbar Demokrasi Kebangsaan' yang digelar Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Jumat (12/2).[cnn]
(mts/gil)
Baca juga :