SALAH KAPRAH MPUD..!!


SALAH KAPRAH MPUD..!!

Tokoh masyarakat, Tenaga kesehatan, pakar lingkungan, dan masyarakat sendiri sudah meminta Pilkada dihentikan untuk antisipasi meledaknya penularan corona.

Media ikut mengulasnya dengan mengambil contoh negara-negara lain yang juga menunda Pilkada karena corona.

Melawan opini dan pemberitaan, pemerintah melakukan cara-cara amatir untuk menunjukkan bahwa Pilkada tidak akan menjadi masalah atas penyebaran corona.

Kali ini Mpud bersuara, mengambil perbandingan kota Jakarta yang tidak menggelar Pilkada, namun tetap mencatatkan angka penambahan corona yang luar biasa.

Terlalu simple dan tidak mau melihat statistik.

Terlalu bernafsu harus mengadakan Pilkada, membuat Menteri berbicara bak anak kecil yang baru lurus kencingnya.

Kenapa Jakarta sangat rentan dengan penularan corona? Mpud harusnya tau kenapa bisa terjadi demikian.

Jakarta adalah kota metropolitan, salah satu kota dengan tingkat kesibukan paling tinggi di Indonesia. Letak geografis Jakarta yang berdekatan dengan provinsi yang jumlah penduduknya terbesar (Jabar), menyebabkan terjadinya mobilitas yang luar biasa. Kedekatan dengan daerah lainnya menyebabkan pertukaran warga yang keluar masuk itu sangat besar.

Sehebat apapun Jakarta melakukan test pendeteksian corona, gak akan ada gunanya ketika arus keluar masuk ke daerahnya tetap terjadi dan cukup tinggi.

Apa yang gak dipunya Jakarta? Anggaran besar, fasilitas kesehatan nomor 1, tingkat pendidikan warganya pun diatas daerah lainnya. Yang berarti kesadaran masyarakat untuk menjaga protokol diri masih cukup tinggi. Namun mengapa bisa menjadi daerah dengan penambahan kasus corona tertinggi?

Mahfud seharusnya malu, jika hal ini dikaji lebih dalam. Maka ada kesalahan Pemerintah Pusat juga didalamnya.

Saya pikir Anies sangat mendukung ketika wacana pemindahan ibukota dilontarkan. Dalam pikiran Anies, ketiadaan pemerintah pusat didaerahnya akan membuat Anies "merdeka" memberlakukan kebijakan tanpa harus direcoki dengan kepentingan pusat.

Selama ini, setiap keinginan Anies terkait penganggulangan penyebaran corona selalu terbentur arogansi pemerintah pusat yang langsung anulir. Anies ingin lockdown saat awal corona, pemerintah pusat tidak setuju. Anies melarang bus AKP beroperasi, pemerintah pusat bersama Menhub  melarang. Anies ingin pekerja kantoran, melaksanakan WFH. Pemerintah pusat pun melarang hal itu. Anies ingin memberlakukan aturan ketat pada pintu keluar masuk wilayahnya, lagi-lagi pemerintah pusat tidak menerima.

Ketika Mahfud menjadikan Jakarta sebagai contoh daerah yang tidak laksanakan pilkada tapi tetap tinggi kasus corona, sebenarnya Mahfud justru menelanjangi tanggung jawab pemerintah pusat.

Penyebab utama mengapa Jakarta tetap tinggi kasus corona adalah keberadaan istana negara beserta isinya di DKI. Andai istana dan isinya tidak ada, saya yakin Jakarta bisa bebas melakukan upaya penyelamatan pada warganya.

Seperti daerah lain yang bisa melakukan apa saja ketika mereka menilai daerahnya sudah masuk zona merah.

Tingginya kasus corona di Jakarta seharusnya bisa dijadikan contoh terbalik oleh Mahfud dan kementerian lain agar menunda pilkada. Dengan fasilitas kesehatan wahid, pengujian dan serangkaian test secara random yang telah dilakukan, ternyata gak membuat corona berhenti. Hal ini akan berbahaya jika terjadi di daerah yang lakukan pilkada.

Keramaian yang akan ditimbulkan oleh Pilkada bisa mengakibatkan kondisi corona seperti di Jakarta. Kesiapan daerah dengan fasilitas kesehatannya belum sehebat Jakarta, pendeteksian melalui rangkaian tes-tes secara random pun masih minim dilakukan. Jika kasus corona meledak karena pilkada, saya yakin daerah-daerah tersebut akan kewalahan dan korbannya akan lebih banyak dari Jakarta.

Mahfud dan kementerian yang mencoba mencari perbandingan dengan Jakarta, adalah bentuk orang-orang yang terlalu memaksa mencari pembenaran Pilkada harus dilakukan.

(By Iwan Balaoe)

Baca juga :