Tere Liye: Tes PCR Sangat Rendah, Penanganan Covid-19 di Indonesia Delusional


Delusional

Bagaimana kita tahu sudah seberapa menyebar pandemi? Jawabannya: test.

Hanya itu.

Tidak bisa ditebak pakai dukun, apalagi nyuruh buzzer nebaknya. China misalnya, mereka bahkan melakukan test 9 juta penduduk Wuhan. Di test semua. Biar tahu, siapa sih yg kena. Setelah tahu siapa yg kena, karantina. Maka simpel sekali logikanya, setelah yg kena berhasil sembuh, melewati masa karantina, sisanya beres. Mereka bisa bikin pesta lagi, tanpa perlu jaga jarak, masker. Anak2 sudah bisa sekolah, dll.

Tanpa test yang memadai, aduh, gelap semua.

Menurut data ourworldindata (kalian bisa buka website mereka), per 11 September, Indonesia itu rasio penduduk yg ditest hanya 5,37 (baca: LIMA KOMA TIGA TUJUH) dari 1000 penduduk. Duh, Gusti, itu tuh rendah sekali. Bandingkan dengan Singapura, 389 per 1000 penduduk, atau UEA, juga Bahrain yang 700 lebih per 1000 penduduk. Malaysia tetangga kita juga lebih banyak, 44 per 1000 penduduk.

Indonesia itu posisinya sama dengan Zambia, Zimbabwe, Nigeria, dkk. Bahkan Ethiopia lebih banyak, 9,6 dari 1000 penduduk.

Nah, jika pemerintah memang niat mengatasi pandemi ini, mbok ya niat melakukan test. Nggak usah ribut soal PSBB, PSBM, PSSI, PSBL, terserah elu mau bilang apa.

Lama-kelamaan keributan antar pejabat daerah dan pusat, miskom antar menteri, pernyataan2 ngawur, dll sangat menjengkelkan. Lihat itu data test, bukan rahasia lagi, Indonesia itu ada di urutan bawah soal test ini. Jangan delusional sekali. Test paling rendah kok mau ngaku paling berhasil mengatasi pandemi. Nah, mari kita fokuskan semua sumber daya untuk melakukan test lebih banyak. Kita menggelontorkan puluhan trilyun utk ini itu, kenapa nggak elu gelontorkan buat biaya test?

Dalam situasi begini, semua serba gelap. Saya, kamu, kalian, tetangga, dll, kita tidak tahu lagi, siapa sebenarnya yang sudah kena, Orang Tanpa Gejala, dll. Medan perang akan berubah saat kita tahu siapa sj yg kena, siapa yang tidak.

Ayo, mulailah serius soal test ini. Kita itu baru bisa test 30.000 per hari. Itu angka yg kecil sekali. Menyedihkan. Mari kompak semua pejabat. Belajarlah dari Wuhan. Kota ini berhasil mengatasi pandemi bukan karena sim salabim, mereka melakukan test massal, 9 juta hanya dalam hitungan 1-2 minggu di satu kota saja (bandingkan dgn tes kita utk seluruh Indonesia). Kenapa nggak kita contoh?  Daripada sibuk bertengkar soal kapasitas RS. Menteri nyinyirin pejabat daerah. Belum lagi pejabat daerah yg sibuk klaim merasa paling berhasil mengatasi pandemi.

Capek tahu.

Jadi tolonglah gelontorkan dana utk test ini. 20-30 trilyun misalnya, itu kecil saja dibanding 690 trilyun anggaran PEN. Tambah kapasitas test. Tambah stafnya, tambah fasilitasnya. Umumkan ke seluruh penduduk, yg mau test, silahkan ke Puskesmas, atau lokasi2 lain, gratis. Undang semua rakyat di zona2 merah utk test swab/PCR. Jangan dibatasi jatah testnya. Biar minimal, kami ini tahu, apakah termasuk OTG atau bukan.

(By Tere Liye)

___
*NB (Admin): Ngomong-ngomong soal Tes PCR, Hanya DKI Jakarta yang jauh melampaui standar WHO

Jumlah Tes PCR di DKI Jakarta 4 Kali Lipat dari Standar WHO
https://jakarta.bisnis.com/read/20200807/77/1276474/jumlah-tes-pcr-di-dki-jakarta-4-kali-lipat-dari-standar-who

*Delusional Bagaimana kita tahu sudah seberapa menyebar pandemi? Jawabannya: test. Hanya itu. Tidak bisa ditebak...

Dikirim oleh Tere Liye pada Sabtu, 12 September 2020
Baca juga :