Jurus Mabuk Corona, Akibat Tidak Punya Visi Kepemimpinan: Corona Meroket, Ekonomi Merosot


Jurus Mabuk Corona, Akibat Tidak Punya Visi Kepemimpinan

Oleh: Jusman Dalle

Maret, Corona baru mendarat di Jakarta. Dari Wuhan. Diduga via jalur turis Jepang. Begitu hipotesa dari hasil riset whole genome sequencing SARS-CoV-2 oleh para ilmuwan.

Kebatinan Indonesia ketika itu? Menegangkan. Para kepala daerah memblokir perbatasan. Diamini rakyat. Swadaya pasang barikade. Mengerem laju pergerakan manusia.

Aura LOCKDOWN menyelimuti negeri. Sesuai perintah UU karantina wilayah. Apalgi Lockdown dilakukan masif di berbagai belahan dunia. Seperti Italia, Malaysia & beberapa negara lainnya.

Eeeeh, tiba-tiba muncul istilah oplosan lockdown dan tidak lockdown :  PSBB. Kedengarannya sangar. Tapi ambyar!

Sejak awal, para ahli sudah mewanti-wanti pemerintah. Agar tegas, lockdown.

Tapi berdalih ekonomi. Tidak ada lockdown. Niatnya bagus, menjaga ritme ekonomi. Tapi eksekusi buruk. Contohnya : boleh mudik, dilarang mudik, boleh mudik, dilarang mudik, boleh deh. Silat lidah petinggi negeri.

Hasilnya :
🦠 Corona meroket
📉 Ekonomi merosot

Padahal, jika ada visi kepemimpinan. Punya skala prioritas. Lockdown sejak awal. Corona terkendali. Ini terbukti di negara lain.

Lalu ekonomi yang “dikorbankan” bisa lekas pulih. Tidak seperti sekarang. Keduanya tandas. Rakyat berguguran. Ini yang paling menyedihkan.

Di penghujung bulan Kemerdekaan kemarin kita disergap ketakutan. Soal kabar bahwa kapasitas rumah sakit se Indonesia diprediksi tidak akan sanggup lagi menyanggah pasien. Bukan cuma pasien Corona. Tapi pasien jenis penyakit lain.

Prediksi itu diutarakan Prof. Dicky Budiman. Epedemiolog Indonesia dan akademisi Griffith University, Australia. Sembari jogging, saya menyimak penjelasan sang pakar pada tanggal 31 Agustus. Di siaran podcast BBC Indonesia.

Di hari yang sama, beredar poster jika dokter yang gugur sudah 100 orang. Tertinggi di dunia. Layanan kesehatan kita, bak digencet dari berbagai sisi. Rumah sakit meniti jalan menuju over kapasitas.

Tenaga medis tumbang. Energi terkuras. Kewalahan. Namun pasien terus bertambah. Bahkan bikin rekor anyar. Lagi! 3.308 positif dalam sehari.

Tidak ada lagi yang bisa merepresentasikan fakta-fakta itu kecuali frasa: pemerintah gagal!

*Penulis adalah Direktur Eksekutif Tali Foundation & Praktisi Ekonomi Digital


Baca juga :