SERU!! Fahri Hamzah VS Tempo: LEGALISASI BENUR LOBSTER dan DUNIA USAHA


[PORTAL-ISLAM.ID]  Majalah TEMPO mengangkat soal Ekspor Benih Lobster yang akhirnya diperbolehkan oleh kebijakan baru Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Di era Menteri Susi sebelumnya expor benih lobster dilarang.

"Ada Fahri Hamzah dan Hashim Djojohadikusumo dibalik perusahaan yang menjadi eksportir benih lobster" -- demikian salah satu sorotan majalah TEMPO.

Siapa tak kenal Fahri Hamzah? Tapi selama ini ia dikenal sebagai politisi pejabat  murni. Selama menjabat tak terdengar punya bisnis apalagi yang terkait negara. Itu yang membuatnya nampak berani melawan arus dan mengkritik pemerintah.

Tapi sejak 1 Oktober 2019 Fahri pensiun dari pekerjaan yang telah ditekuninya lama. Meski masih menjadi politisi tapi ia tak menjabat jabatan apapun dalam negara. Artinya ia bergerak dari pejabat murni ke swasta murni. Ia sekarang menekuni dunia usaha dan fokus di kampung halamannya Nusa Tenggara Barat.

Atas kontroversi di majalah TEMPO, Fahri Hamzah menjawab segala pertanyaan tentang bisnisnya dan termasuk kenapa ia  mendukung legalisasi ekspor benur lobster dan menjadi pemainnya, berikut jawabannya:

(1) Tentang FH Kok Cawe-Cawe Bisnis

Saya kan pensiunan (sejak 1/10/2020) jadi boleh bisnis sekarang... kalau saya nggak boleh jadi pengusaha trus saya harus jadi apa? Hampir 20 tahun kerja pemerintahan gak korupsi..masak gak boleh usaha ?

(2) Tentang Bisnis di NTB

Tentu saya pilih kampung halaman (NTB) dong. Biar punya efek kepada pembangunan daerah. Dulu saya mendorong pembangunan pakai dana negara (APBN) sekarang saya dorong pembangunan pakai dana swasta apa salahnya?

(3) Tentang Mitra

Saya memerlukan kemitraan dengan teman-teman investor dalam dan luar negeri untuk bisnis. Saya juga sedang mengembangkan sektor-sektor lain di NTB; pertanian, kelautan, perkebunan, parawisata dll, agar nilai tambah dan dampak sosialnya lebih massif.

(4) Bisnis Lobster

Saya bukan orang baru karena kami orang pesisir, saya dulu menghindari terjun langsung karena menjabat. Tidak etis aja. Tapi keluarga saya juga keluarga nelayan dan petambak udang dan ikan... lobster bukan dunia baru. Saya paham peta.

(5) Ekspor disponsori Penyelundup?

Justru kalau eksport terbuka maka penyelundupan hilang. Logikanya ngapain nyelundup kalau jalur legal lebih jelas. Menurut saya justru penolakan ekspor untungkan penyelundup dengan permainan terbatas dan menyogok sepanjang jalan.

(6) NELAYAN JADI KORBAN

Bisnis Lobster ini adalah bisnis nelayan pesisir yang hidup dari laut. Mereka ingin tangkapan mereka dibeli secara legal. Tidak seperti selama ini dibeli penyelundup. Nanti mereka dikorbankan. Padahal itu hidup mereka sehari-hari.

(7) KEBIJAKAN HARUS BIJAK

Melarang nelayan kecil menangkap lobster kecil dan membebaskan pemodal besar adalah tindakan tidak bijak. Rakyat pesisir adalah kantong kemiskinan, pilihan bagi nelayan untuk mengubah nasib harus banyak.  Hidup mereka terbatas.

(8) LOGIKA EKSPOR

Lobster itu produksi (netas) rutin. Minyak dan mineral perlu jutaan tahun. Kok gak dilarang?Tambang bisnisnya orang kaya. Lobster bisnisnya nelayan miskin, kok rakyat dilarang? Laut itu luas, 3 kali daratan. “Punah” itu fiksi yang tidak adil bagi nelayan.

(9) MENATAP KE DEPAN

Sekarang.. kebijakan baru ini (dibolehkannya export - red) disambut pesta rakyat...Kita lupakan masa lalu tapi kita harus mau berbuat yang lebih baik... pengusaha sekarang diwajibkan bikin budidaya. Negara dapat pemasukan, nelayan dapat penghasilan, pengusaha menjadi mitra.

(10) PENUTUP

Kebijakan yang baik tetap harus diambil. Pengusaha harus didorong hidupkan sektor swasta. Negara gak kuat jika penopangnya tidak banyak. Saya terima kasih disorot media, semoga jadi sebab bisa mendapat mitra dalam usaha. Namanya juga usaha, ada untung ada rugi. Itu biasa 😀

(Sumber: Twit @fahrihamzah 05/07/2020)
Baca juga :