Inilah 5 Koruptor dengan Jarahan Terbesar di Indonesia, Adakah Yang Kadrun?


[PORTAL-ISLAM.ID]  Buronan pelaku pembobolan Rp 1,7 Triliun Bank BNI Maria Pauline Lumowa akhirnya berhasil ditangkap dan diekstradisi dari Serbia ke Indonesia.

Maria Pauline Lumowa diekstradisi ke Indonesia pada Rabu (8/7/2020) kemarin, setelah sebelumnya berhasil ditangkap NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia pada 16 Juli 2019.

Pada September 2003, perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, 27 Juli 1958 ini sudah lebih dahulu terbang ke Singapura sebelum ditetapkan tersangka oleh Mabes Polri. Pada 2009 diketahui keberadaannya di Belanda dan sering bolak-balik ke Singapura. Petualangannya berakhir di bandara Serbia saat ditangkap interpol.

Indonesia memiliki sejarah kelam tentang korupsi. Banyak para pelaku tindakan kejahatan korupsi ini yang tertangkap, tapi banyak pula yang setelah tertangkap kemudian misterius. Entah menghilang kemana. Seringkali pula, ketika para koruptor ini tertangkap, sebelum di meja hijaukan keburu lenyap seperti di telan bumi. Padahal korupsi itu tindakan itu menyengsarakan rakyat, karena yang uang yang dikorupnya itu adalah uang negara. Yaitu uang dari rakyat untuk kesejahteraan rakyat.

Berikut ini 5 koruptor kakap dengan uang jarahan paling besar di Indonesia. Adakah dari mereka yang kadrun?

(1) Eddy Tansil (Tan Tjoe Hong)

Pemilik Golden Key Group
Nilai Korupsi : Rp 9 triliun

Eddy Tansil atau Tan Tjoe Hong atau Tan Tju Fuan adalah seorang pengusaha Indonesia keturunan Tionghoa yang melarikan diri dari penjara Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta, pada tanggal 4 Mei 1996 saat tengah menjalani hukuman 20 tahun penjara karena terbukti menggelapkan uang sebesar 565 juta dolar Amerika (sekitar 1,5 triliun rupiah dengan kurs saat itu) yang didapatnya melalui kredit Bank Bapindo melalui grup perusahaan Golden Key Group.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Eddy Tansil 20 tahun penjara, denda Rp 30 juta, membayar uang pengganti Rp 500 miliar, dan membayar kerugian negara Rp 1,3 triliun. Sekitar 20-an petugas penjara Cipinang diperiksa atas dasar kecurigaan bahwa mereka membantu Eddy Tansil untuk melarikan diri. Sebuah LSM pengawas anti-korupsi, Gempita, memberitakan pada tahun 1999 bahwa Eddy Tansil ternyata tengah menjalankan bisnis pabrik bir di bawah lisensi perusahaan bir Jerman, Becks Beer Company, di kota Pu Tian, di provinsi Fujian, China.

Pada tanggal 29 Oktober 2007, sebuah tim gabungan dari Kejaksaan Agung, Departemen Hukum dan HAM, dan Polri, telah menyatakan bahwa mereka akan segera memburu Eddy Tansil. Keputusan ini terutama didasari adanya bukti dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) bahwa buronan tersebut melakukan transfer uang ke Indonesia satu tahun sebelumnya. Akhir 2013, Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa Eddy Tansil telah terlacak keberadaannya di China sejak tahun 2011 dan permohonan ekstradisi telah diajukan kepada pemerintah China.

(2) Eko Adi Putranto

Komisaris Bank BHS
Nilai Korupsi : Rp 2,659 triliun

Eko merupakan salah satu direktur BHS. Dia adalah anak dari Hendra Rahardja pemilik BHS. Eko yang terlibat dalam korupsi BLBI Bank BHS, divonis 20 tahun penjara dan harus membayar denda sebesar Rp 30 juta. Kasus korupsi Eko ini diduga merugikan negara mencapai Rp 2,659 triliun. Ia melarikan diri ke Singapura dan Australia. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis in abenstia 20 tahun penjara.

Modus yang dipakai dalam kejahatan korupsinya adalah, pemberian kredit kepada perusahaan group. Selain itu juga memberikan persetujuan untuk memberikan kredit kepada 28 lembaga pembiayaan yang ternyata merupakan rekayasa. Karena kredit tersebut oleh lembaga pembiayaan disalurkan kepada perusahaan group dengan cara dialihkan /disalurkan dengan menerbitkan giro kepada perusahaan group, tanpa melalui proses administrasi kredit dan tidak dicatat /dibukukan dan selanjutnya beban pembayaran lembaga pembiayaan kepada PT. BHS dihilangkan dan dialihkan kepada perusahaan group.

Eko Adi Putranto disidangkan secara In Absentia, tidak dapat di eksekusi badan sesuai putusan pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor : 125/PID/2002/PT. DKI tanggal 8 Nopember 2002 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena terpidana melarikan diri. Posisi akhir di Australia Barat.

(3) Andrian Kiki Ariawan

Direktur Utama PT Bank Surya
Nilai Korupsi: Rp 1,5 triliun

Sekitar tahun 1989 s/d 1998 bertempat di Kantor PT. Bank Surya di Jl. Thamrin Kav. 9 Jakarta Pusat, terpidana Bambang Sutrisno bersama terpidana Andrian Kiki Ariawan telah merugikan keuangan negara dengan cara memberikan persetujuan kredit kepada 166 perusahaan yang dibentuk oleh dan atau dibawah kendali Bambang Sutrisno yang tidak melakukan kegiatan operasional/paper company. Pada kasus ii  negara dirugikan hampir Rp 2 triliun.

Andrian disidangkan secara In Absentia dan tidak dapat dieksekusi badan berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor : 71/Pid/2003/PT.DKI tanggal 2 Juni 2003 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena yang bersangkutan melarikan diri ke Australia.

Akhirnya, Andrian bisa diekstradisi dari Australia ke Indonesia. Penyerahan Adrian Kiki Ariawan dari Pemerintah Australia kepada Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Escorting Officers dilaksanakan pada tanggal 22 Januari 2014 bertempat di dalam Pesawat Garuda. Dalam perjalanan dari Perth, Australia ke Indonesia, Adrian Kiki Ariawan dikawal oleh Escorting Officers yaitu AKBP Dadang Sutrasno dan AKBP Jajang Ruhyat, yang keduanya adalah perwira pada NCB INTERPOL Indonesia.

(4) David Nusawijaya (Ng Tjuen Wie)

Direktur Utama Bank Umum Servitia
Nilai Korupsi: Rp 1,2 triliun

David Nusa Wijaya (lahir di Jakarta, 27 September 1961; umur 55 tahun dengan nama Ng Tjuen Wie) adalah seorang pengusaha Indonesia. Ia adalah Direktur Utama Bank Umum Servitia (BUS) pada tahun 1998-1999 dan merupakan terpidana dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) BUS sejumlah Rp. 1,291 triliun.

Pada 11 Maret 2002, Pengadilan Negeri Jakarta Barat menghukumnya tiga tahun penjara. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Jakarta pada 21 Mei 2002 memvonisnya dengan empat tahun penjara, disertai denda dan pembayaran uang pengganti.

Kemudian pada 23 Juli 2003, Mahkamah Agung memvonisnya hukuman penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp. 30 juta serta membayar uang pengganti sebesar Rp 1,291 triliun, namun David berhasil melarikan diri sebelum dieksekusi dan menjadi salah seorang 12 buronan kakap Indonesia yang berada di luar negeri. Dalam sebuah operasi yang dilakukan Biro Penyelidik Federal Amerika Serikat (FBI) pada 13 Januari 2006 di Amerika Serikat, ia berhasil ditangkap dan dikembalikan ke Indonesia empat hari kemudian.

(5) Maria Pauline Lumowa

Pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia
Nilai Korupsi: Rp 1,7 triliun

Maria Pauline Lumowa terlibat kasus pembobolan BNI melalui L/C bodong senilai Rp 1,7 triliun yang melibatkan sejumlah bankir dan pengusaha lainnya. Kasus Pauline ini kemudian menyeret Komjen Pol. Suyitno Landung dengan tuduhan menerima suap mobil dan Brigjen Pol. Samuel Ismoko yang menerima cek dari Adrian Waworuntu, koleganya Maria Pauline. Selanjutnya Hakim Ibrahim juga ikut terseret kasus ini karena tertangkap tangan oleh petugas KPK , sesaat setelah menerima tas plastik berisi uang Rp 300 juta.

Pembobolan itu dilakukan dengan pengajuan 41 L/C, yang dilampirkan dengan delapan dokumen ekspor fiktif, yang seolah-olah perusahaan itu telah melakukan ekspor. Maria Pauline Lumowa melarikan diri ke Singapura sebelum kemudian diketahui menetap di Negeri Kincir Angin. Maria Pauline saat ini bermukim dan menjadi warga negara Belanda  Pemerintah Indonesia dipastikan tidak dapat melakukan ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa.  Pasalnya, ternyata Maria telah resmi menjadi warga negara Belanda.

(Sumber: Kontan)

Baca juga :