Rindu Soeharto


Rindu Soeharto

Beberapa tahun kebelakang, sejak Jokowi memimpin Indonesia. Nama Soeharto mantan Presiden RI mulai banyak disebutkan masyarakat. Mereka yang mengingat dan menyebut nama Soeharto adalah orang-orang yang mengenang bagaimana kepemimpinannya selama 32 tahun di Indonesia.

Merasakan lalu mampu menceritakan kebaikan dan apa yang telah ia berikan buat rakyatnya.

Kenapa nama Soeharto terus disebutkan masyarakat?

Ini bentuk mental atau sifat masyarakat itu sendiri. Mereka yang merasakan gaya kepemimpinan presiden-presiden sebelumnya pasti mempunyai penilaian dan membandingkan dengan keadaan saat ini sekedar melepaskan beban di kehidupan saat ini.

Mengingat 'mantan' karena perlakuan yang mereka dapatkan saat ini. Membandingkan dan mencari keindahan atas nilai perbandingan itu sendiri.

Selepas reformasi, nama Soeharto gak ada bagusnya. Dirinya disebut sebagai koruptor, pemimpin yang menghancurkan Indonesia karena kediktatorannya selama 32 tahun. Terlebih kalangan wartawan yang mempunyai jejak paling kelam dimasanya.

Setelah lengser kesibukan Soeharto dan keluarganya adalah menerima tuduhan dan tudingan. Nama cendana seperti aib bagi pemberitaan. Berbagai kasus mulai diangkat untuk menyeret Soeharto dan keluarganya hingga ke kroninya.

Lengser tanpa penghormatan, itulah yang dihadapi Soeharto di sisa hidupnya. Satu yang jadi catatan, selama hidupnya Soeharto meninggal tanpa menyandang gelar terpidana. Walau banyak kasus yang dituduhkan padanya, tapi gak satupun bukti hukum yang menjatuhkan vonis padanya.

Dalam catatan hukum, namanya bersih. Hanya tuduhan yang beredar.

Di masa Habibie, Gusdur, Megawati dan SBY nama Soeharto jarang terdengar. Jika terdengarpun lebih banyak soal kontroversial hukum yang membelitnya. Namun dimasa Jokowi, nama Soeharto justru banyak didengungkan masyarakat.

Pemerintahan Jokowi boleh dikatakan mengadopsi cara-cara Soeharto memimpin (gaya orba). Gak heran karena disekeliling Jokowi adalah orang-orang yang dulu memperoleh jabatan strategis dimasa Soeharto.

Kebebasan pendapat, kritik menjadi ancaman bui, pengambilan pajak dan pemotongan gaji menjadi hal-hal yang diingat pengamat akan kemiripan mereka memimpin. Malah yang lebih hebohnya, kepemimpinan Jokowi dianggap melebihi kediktatoran Soeharto dalam membuat kebijakan.

Bukan masyarakat yang tiba-tiba teringat Soeharto, melainkan pemerintahan Jokowi yang mengajak masyarakat bernostalgia pada beliau. Mengingat ketegasan dan kesangaran Soeharto, lalu mereka juga mengingat keindahan Soeharto dengan kemudahan yang didapat rakyatnya.

Berbagai pemberitaan tentang hal positif Soeharto beredar menceritakan sosok ini dibalik kisah kontroversialnya. Dan umumnya, masyarakat menyadari bahwa era Soeharto lebih baik dibandingkan era Jokowi saat ini.

Berita miring tentang Soeharto bukan lagi mendominasi. Berita baik dan apa saja yang mendekatkan ia pada rakyat, menjadi konsumsi publik untuk mengenangnya dalam senyuman.

"The smiling General.."

Itulah sebutan pada dirinnya selain Bapak Pembangunan. Pemimpin yang suka blusukan dan berdialog dalam suasana apa adanya tanpa setingan dan kamera. Mendengar dan langsung memerintahkan jajarannya untuk berbuat cepat atas aduan.

Saat beliau lengser, beliau pernah ditawari pindah kewarganegaraan oleh salah satu negara yang pemimpinnya dekat dengan beliau. Beliau menolak hal itu, beliau hadapi berbagai tuduhan dan proses hukum yang mencoba menjeratnya dengan keluarga yang setia mendampinginya.

Kecintaannya pada Indonesia ini luar biasa. Saat dilengserkan, beliau memilih menerima tuntutan mahasiwa dan rakyat. Andai beliau melawan dan memberi perintah pada militer untuk melindunginya, bisa jadi konflik di Suriah saat ini akan terjadi di negara kita. Loyalis militer pada Soeharto kala itu sangat tinggi. Mengingat dirinya pun berasal dari Militer. Dengan kekuasaan 32 tahun, apa yang tidak mampu beliau lakukan untuk tetap bertahan di RI-1?

Karena cinta Indonesia, dirinya memilih mundur tanpa perlawanan. Sikap mulia yang sangat diapresiasi kalangan saat itu mengingat banyak pengamat luar negeri mengatakan Indonesia akan hancur karena menganggap Soeharto akan mempertahankan kekuasaannya.

Dalam uraian air mata beliau berpidato terakhir menyampaikan pengunduran dirinya.

Saya pikir ketika ia lengser permasalahan bangsa ini akan selesai karena 'biang' nya sudah mengundurkan diri. Ternyata saya salah, justru permasalahan baru dimulai saat reformasi digemakan dan kita belum mampu melaksanakannya dengan baik.

Korupsi tetap ada bahkan lebih gila, rakyat tetaplah menjadi akhir dari akibat salahnya kebijakan. Yang miskin makin terpisah dengan yang kaya, koorporasi tertawa karena ada mafia yang melindunginya. Lebih parah dari era Soeharto yang dikenal sebagai penyebab krisis Indonesia.

Soeharto mungkin terlihat kejam, namun rakyat benar-benar diperhatikannya. Pemimpin saat ini terlihat sederhana namun rakyat menjadi sumber pendapatannya. Bukan menggali pendapatan dari banyaknya investasi, malah membebankan pemasukan negara dengan memproduksi kebijakan yang mengharuskan rakyat membayar lebih.

Wajar jika rakyat merindukan Soeharto ketika kasih sayang itu gak mereka dapatkan pada pemimpin saat ini. Kita rindu beras murah, kita rindu kuliah di perguruan tinggi favorite murah, kita rindu bantuan kredit pada rakyat dengan bunga rendah dan syarat ringat, kita rindu petani tertawa dengan panen ditangannya. Kita rindu sebuah senyuman yang hilang dari rakyat kecil.

Merindukan Soeharto karena senyumnya pernah membawa kebahagiaan bagi rakyat Indonesia. Senyum yang tulus tanpa rekayasa.

Selamat jalan jendral..

(Setiawan Budi)

Baca juga :