Ekspedisi Tembok Dzulqarnain


Setelah bermimpi tembok yang dibangun Dzulqarnain untuk menahan Yajuj dan Majuj terbuka, khalifah ke-9 Dinasti Abbasiyah, Al-Watsiq Billah (842-847 M), akhirnya membentuk ekspedisi untuk melakukan pengecekkan kebenaran mimpi tersebut.

Dalam sebuah manuskrip Arab, catatan Ibnu Khurradadhbih, dengan redaksi sebagai berikut:

“Sallam al Tardjuman memberitahu saya [Ibnu Khurradadhbih]: ‘ketika al Watsiq Billah melihat dalam mimpinya bahwa tembok yang dibangun Dzulqarnain untuk memisahkan kita dengan Ya’juj dan Ma’juj telah terbuka, dia mencari seseorang yang bisa dia kirim ke tempat itu [di mana tembok berdiri] untuk mencari informasi tentang itu.”

Untuk tugas pentingnya mencari tembok Dzulqarnain, Khalifah al-Watsiq, tulis al-Idrisi, membekali Sallam dengan 5.000 dinar, 10.000 dirham sebagai uang darah, dan lima puluh pemuda berbadan kuat. Khalifah juga memberikan kepada pemuda yang menemani Sallam masing-masing 1.000 dirham dan biaya hidup selama setahun.

Selain itu, Khalifah juga memerintahkan agar semua anggota rombongan menyesuaikan cara berpakaiannya dengan pakaian penduduk kawasan hendak didatangi, seperti menambahkan kulit dan bulu binatang pada pakaian dan sepatu. Khalifah juga memberikan 200 ekor keledai untuk membawa perlengkapan dan air.

Rombongan Sallam berangkat dari Samarra menuju Tiflis, celah sempit pegunungan yang membentang antara Laut Kaspia dan Laut Hitam. Dari sana rombongan memasuki Khazaria, sebelum melanjutkan perjalanan menuju lokasi tembok.

Sallam menemukan tembok tersebut berada di kawasan bernama Igu. Di sana, Sallam mendapati tembok tersebut telah retak. Dia sempat mencungkil bagian tembok yang retak tersebut dengan pisau, mengambil sebagian serpihannya, untuk diperlihatkan kepada Khalifah al-Watsiq.

Total waktu perjalanan itu, menurut catatan al-Idrisi, berlangsung selama 28 bulan. Perjalanan mencari tembok memakan waktu 16 bulan, sedangkan perjalanan kembali memakan waktu 12 bulan.

Sallam tiba kembali di Samarra, dan melaporkan temuannya kepada Khalifah al-Watsiq. Tak lama setelah ekspedisi tersebut, al-Watsiq wafat dalam usia muda, yaitu 32 tahun.

Di mana sebenarnya lokasi tembok yang ditemukan Sallam? Sampai saat ini masih menjadi misteri yang tak terpecahkan. Sehingga muncul keraguan tentang kebenaran laporan perjalanan tersebut. Bahkan, Donzel dan Schmidt sampai pada kesimpulan bahwa Sallam telah mencampuradukkan fakta dengan fantasi. Namun, ada satu hal yang menarik, deskripsi tembok Dzulqarnain yang ditemukan  Sallam memiliki kemiripan dengan yang tertulis dalam Alquran, surat al-Kahf.

Masih ada dua hal menarik lain dalam laporan Sallam, bahwa orang-orang yang berada di sekitar tembok, yang berseberangan dengan Ya’juj dan Ma’juj, telah memeluk Islam. Bahkan, pada tembok Dzulqarnain tersebut dituliskan ayat ke-98 surat al-Kahf yang berbunyi:

ۖ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا

 “…Ketika janji Tuhanku datang, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku adalah benar”.

Isyarat tentang telah terjadinya sesuatu pada tembok yang dibangun Dzulqarnain, telah disampaikan Nabi, dua abad sebelumnya. Sebuah riwayat melalui Ummu Habibah dari Zainab binti Jahsy (istri Nabi) menyebutkan:

أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، دَخَلَ عَلَيْهَا فَزِعًا يقولُ: لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، ويْلٌ لِلْعَرَبِ مِن شَرٍّ قَدِ اقْتَرَبَ، فُتِحَ اليومَ مِن رَدْمِ يَأْجُوجَ ومَأْجُوجَ مِثْلُ هذِه وحَلَّقَ بإصْبَعِهِ الإبْهَامِ والَّتي تَلِيهَا

"Pada suatu malam Nabi SAW keluar rumah lalu bersabda, “Sungguh celaka orang Arab, akibat suatu bencana yang telah dekat datangnya. Hari ini terbuka tembok/dinding Ya’juj dan Ma’juj sebesar ini (sambil meletakkan ujung jari telunjuk beliau ke ujung ibu jari).” (HR Bukhari dan Muslim).

Siapa Sallam al Tardjuman?  

Sallam al Tardjuman adalah orang yang diutus Khalifah Al-Watsiq, Khalifah kesembilan Dinasti Abbasiyah, yang memerintah Baghdad pada 842–847 M, untuk mencari tembok Dzulqarnain. Adapun Ibnu Khurradadhbih adalah salah seorang yang mencatat kata-kata yang didiktekan Sallam, yang berisi catatan perjalanan, perintah Khalifah, dan laporan Sallam kepada Khalifah.

Catatan Ibnu Khurradadhbih tersebut dibukukan dengan judul Kitab al-Masalik w’al Mamalik yang diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul Book of Routes and Kingdom.

Dalam Gog and Magog in Early Syriac and Islamic Sources; Sallam Quest for Alexander’s Wall, Emeri van Donzel dan Andrea Schmidt, menulis umumnya orang mengira Sallam sebagai orang Arab. Tapi, Donzel dan Schmidt mengatakan tidak tertutup kemungkinan Sallam adalah seorang Khazaria.

Al Tardjuman, gelarnya, bermakna sang penerjemah. Sallam konon menguasai sekitar 30 bahasa. Karena dia orang Khazaria, ekspedisi yang dipimpinnya mudah memasuki Khazaria, dan wilayah lain di bawah kekuasaan Khazaria.

Bahkan, Donzel dan Schmidt pun menduga Sallam merupakan seorang Yahudi, yang memungkinkan aksesnya lebih leluasa di wilayah Khazaria. Soal nama Sallam yang diduga Yahudi, Donzel dan Schmidt menganalogikan nama Sallam dengan nama suami Zainab binti al- Harits, Sallam bin Mishkam. Suami istri ini adalah Yahudi yang hidup di zaman Nabi. Zainab menjadi terkenal karena dialah yang pernah mencoba meracun Nabi lewat masakan kambing. Tapi, ini hanya perkiraan Donzel dan Schmidt.

Sekadar informasi, sejak abad keenam hingga abad ke-13, di kawasan Kaukasus, antara Laut Kaspia dan Laut Hitam, berdiri sebuah imperium Yahudi. Kekuasaannya membentang dari Eurasia hingga Asia Tengah, dari Volga Bulgaria hingga Kaukasus.

Yahudi Khazaria ini, antara lain menurut Arthur Koestler dalam The Thirteen Tribe, bukanlah Yahudi semit yang berasal dari Palestina, melainkan orang Khazaria, salah satu suku nomaden Turki. Mereka memeluk Yahudi pada abad ke delapan. [ROL]
Baca juga :