Geopolitik Singkat Sengketa China vs India di Tibet, Himalaya


Geopolitik Singkat Sengketa China  vs India di Tibet, Himalaya

Dari sisi geopolitik, China dan India memiliki banyak kesamaan. Keduanya adalah peradaban kuno yang terluka karena penaklukan kekaisaran di masa lalu.

Keduanya dengan cepat memodernisasi dan mendapatkan kembali status sebagai para pemain perdagangan global dan kekuatan ekonomi yang cukup diperhitungkan.

Dan mereka adalah dua negara terpadat di dunia. Bila digabungkan, jumlahnya lebih dari sepertiga populasi dunia.

Namun demikian walau banyak kesamaan, China dan India tidak dapat menyelesaikannya batas teritorialnya hingga hari ini.

Ketegangan terus mendidih di sepanjang Himalaya, dan fakta ini adalah sebuah paradox dan membingungkan.

China berbagi perbatasan dengan lebih banyak negara daripada negara lain di dunia.

Sejak 1949, sengketa perbatasan itu juga terjadi dengan masing-masing dari 20 tetangganya.

Namun China juga telah menyelesaikan perselisihan perbatasannya dengan banyak dari mereka, termasuk Myanmar (1960), Nepal (1961), Korea Utara (1962), Mongolia (1962), Pakistan (1963) dan Laos (1991), Vietnam (1999) dan Rusia (1991-1994).

Dalam beberapa kasus, perselisihan ini diselesaikan sesuai dengan norma internasional melalui jalan damai dan konsesi diplomatik.

Pada kasus lain, seperti dengan Rusia dan Vietnam, resolusi hanya terjadi setelah konflik bersenjata.

Jadi mengapa, jika China dapat berkompromi dengan beberapa negara tentang sengketa wilayah dan mencapai kesepakatan tapi mengapa sengketa di wilayah seputaran Himalaya dengan India terbukti sangat sulit?


Di dalam tulisan kali ini hanya mengungkap secara ringkas penyebab sengketa China vs India di Tibet, salah satu titik sengketa terbesar yang juga berpengaruh besar pada tingkat kestabilan keamanan di Asia Selatan. Di Himalaya China juga berkonflik di Bhutan dan Nepal.

Persengketaan India vs China di Titik Sengketa di Tibet berdasarkan garis waktu:

(1) Pada tahun 1914, di Konferensi Anglo-Tibetan Simla, pihak berwenang kolonial Inggris  menggambar peta Garis McMahon (dinamai setelah kepala negosiator Sir Henry McMahon), yang menetapkan batas antara India (koloni Inggris) dan Tibet.

Walau hadir juga di Simla, China menolak menyetujui peta karena anggap Tibet bagian dari yurisdiksi China.

(2) Setelah merdeka th 1947, India menjadikan Garis McMahon sebagai perbatasan resminya dengan Tibet.

(3) Ketika China menyerbu dan menganeksasi Tibet th 1950, China tidak mengakui Garis Mc Mahon. China melihat McMahon Line sebagai batas ilegal, kolonial dan adat, sementara India dianggap garis itu sebagai batas internasionalnya

(4) Saat menandatangani Perjanjian 'India-Cina' 1954 tentang Perdagangan  antara Wilayah Tibet di Cina dan India, India anggap bahwa dengan mengakui Tibet di bawah China maka ditukar dengan perbatasan internasionalnya sesuai peta yang dibuat Mc Mahon dan masalah perbatasan selesai.

Namun ternyata India salah kira. China anggap bahwa pengakuan India itu tidak ada hubungannya dengan penolakan China atas garis Mc Mahon.

Padahal India hanya mengakui Tibet sebagai bagian dari Cina di tahun 1954, dengan persyaratan Tibet menikmati otonomi.

Sebaliknya ketiadaan otonomi Tibet akan menyebabkan India tidak pernah mengakui Dataran Tinggi Tibet sebagai bagian dari China.

(5) Th 1962 akhirnya terjadi perang antara kedua negara, yang berakhir pada kekalahan India.  Selama perang yang berlangsung selama sebulan, pasukan China masuk jauh ke wilayah India di Ladakh dan Arunachal Pradesh, sebelum akhirnya menarik kembali ke posisi sebelumnya di sepanjang apa yang disebut Line of Actual Control.

(6) Hingga hari ini, persengketaan perbatasan ini belum selesai.

(7) Cina menyatakan bahwa Jalur McMahon secara efektif telah menyebabkan India menduduki sekitar 90.000 kilometer persegi wilayahnya di negara bagian India Arunachal Pradesh.

(8) Di  sisi lain, India anggap bahwa China menempati 38.000 kilometer persegi tanah di Aksai Chin di Utara, Pojok timur Jammu dan 5.180 kilometer persegi tanah di Kashmir yang diserahkan oleh Pakistan ke India pada tahun 1963.

Pertanyaannya adalah mengapa Tibet menjadi penting bagi kedua belah pihak?

Hubungan dengan India dan Cina memang mendominasi sejarah Tibet, dan pengaruh India meresap pada sejarah, budaya, dan agama Tibet. Tak heran pengaruh India mendominasi tatanan masyarakat Tibet.

Di sisi lain pengaruh Cina di Tibet berasal dari sekitar 640 M dan pada masa sekarang ditandai dengan penaklukan teritorial yang pahit akibat persaingan Dinasti Tibet dan sistem anak sungai kekaisaran Cina.

Posisi Geostrategis Tibet

John Garver (The Unresolved Sino-Indian Border Dispute: an interpretation’, China Report, Vol. 47, No. 2, 2011) mengatakan, Tibet selalu berada pada lingkup pengaruh perselisihan nasionalis antara dua kekuatan besar (India dan China).

Pentingnya Tibet bagi Cina dan India berakar pada lingkungan geo-strategis Tibet sendiri.

Norbu (Dawa Norbu, ‘Chinese Strategic Thinking on Tibet and the Himalayan Region’, Strategic Analysis, Vol. 32, No. 4, July 2008), berpendapat bahwa Tibet diserang oleh Cina bukan hanya karena dalih sejarah tetapi terutama pada alasan strategis karena merupakan “pintu belakang terbuka ke China” bagi  India.

Narasi ini bisa diterangkan sebagai berikut:

Bila Tibet merdeka dan bersekutu dengan India, maka India akan dapat melaju ribuan kilometer ke Cina tengah, dan rudal jelajahnya akan dapat mengancam seluruh daratan China melalui Dataran Tinggi Tibet.

Jadi bagi China ditinjau dari perspektif keamanan nasional, tentu tidak mau kehilangan barikade yang kuat dengan misalnya membiarkan Tibet merdeka.

Bila China memberikan otonomi atau kemerdekaan bagi Tibet, maka bila terjadi perang China-India,  maka Tibet berpotensi bersekutu dengan India sebagai pilihan alami, akan bisa membawa pasukan India masuk ke China tengah hingga jarak 100 km dengan provinsi Sichuan, China.

Lingkungan geostrategis Tibet di sisi lain juga memberikan ketakutan bagi India.

Aneksasi China ke Tibet 60 tahunan lalu jelas menghapus 'penyangga politik' India.

Dan karena strategi China yang melakukan penguatan dan pengembangan sipil militer di wilayah China Barat, India sekarang merasakan ancaman dari pembangunan jaringan landasan udara dan pangkalan udara Cina di seluruh Dataran Tinggi Tibet.

Bersamaan  dengan itu China juga lakukan pengembangan proyek infrastruktur luas lainnya. Maka menurut India, hal itu bisa menjadi penyedia sarana logistik invasi Cina di perbatasan India.

Kekuatan Geoekonomi

Selain geografi zona penyangga, berkah alami Dataran Tinggi Tibet menjadi satu kekuatan geoekonomi tersendiri yang sangat besar.

Warren Smith (China’s Tibet: autonomy or assimilation, Roweman and Littlefield: Lanham, Maryland, 2008) menegaskan bahwa 'sejak China pertama kali menguasai Tibet, para pemimpin Cina secara terbuka mengakui bahwa mereka mendambakan kekayaan mineral Tibet. Tibet, atau Xi Zang dalam bahasa Cina, secara harfiah berarti 'gudang harta karun barat'.

Empat puluh persen sumber daya mineral dalam negeri China, termasuk batubara, emas, lithium dan tembaga digali dari Dataran Tinggi Tibet.

Dataran Tinggi Tibet juga merupakan tempat penyimpanan air tawar terbesar ketiga di dunia, setelah kutub es, dan sekarang menjadi sumber sebagian besar sistem sungai utama di daratan Asia, termasuk Yellow, Salween, Irrawaddy, Sungai Yangtze, Mekong, Brahmaputra dan Indus.

Nilai sumber daya mineral dan air  ini memiliki dua aspek utama yang membentuk Himalaya sebagai kekuatan utama daya dukung lingkungan.

(1) Pertama, sebagai kekuatan sumber daya langka bagi negara penguasa wilayah yang akan bisa difungsikan untuk menopang “ekonomi yang bergantung pada air.”

Cina memandang Tibet sebagai wilayah yang luas dengan kekayaan ekonomi yang melimpah untuk dieksploitasi untuk mendukung tujuan pembangunan nasional.

Sederhananya, tujuan Cina untuk menyerang dan menguasai Tibet sejak awal adalah 'mengubahnya menjadi koloni sumber daya China. China tidak mungkin melepaskan cengkeramannya atas “gudang harta karun baratnya”.

(2) Kedua, masalah pengelolaan air.

Penguasaan sumber daya air (untuk proyek-proyek seperti pengendalian banjir, irigasi dan pembangkit listrik tenaga air) memberikan Cina potensi dan pengaruh kuat bagi negara hilir sungai , seperti seperti India, Nepal, Bhutan, Bangladesh, Pakistan, Vietnam, Burma, Kamboja, Laos, dan Thailand.

Sebagai contoh, rencana Cina untuk membendung Sungai Brahmaputra di Tibet bisa menimbulkan penurunan tingkat keamanan di India. Bila China mematikan hulu keran air maka  bisa terjadi kelaparan di timur laut India.

Secara keseluruhan, berdasarkan potensi sumber dayanya, Tibet adalah sumber kekuatan laten dan langsung dimana China bisa memainkan pengaruhnya di seluruh wilayah Asia Selatan dan India menginginkan hal yang sama.

Dan rangkulan erat India ke Tibet, salah satunya dengan memberikan perlindungan pada Dalai Lama dan para pengikutnya di wilayah pengasingan adalah untuk tetap menjaga pengaruh India di wilayah Tibet yang dianeksasi China dan tidak diakui India kecuali ada otonomi Tibet. Kondisi ini dari sisi sebaliknya menjadi ancaman laten keamanan nasional China.

Itulah salah satu sebab, mengapa Tibet akan tetap menjadi daerah konflik utama antara China dan India yang sulit untuk diselesaikan. Ini yang kerap kukatakan seperti halnya Bhurma (Myanmar), Indonesia atau wilayah kaya lainnya di dunia yaitu Kutukan Wilayah Kaya (KWK). Sekian.

(By Adi Ketu)

Baca juga :