dr. Tifa: "Dokter Hewan" Ini tidak cuma SALAH, tetapi juga NGAWUR dan MEMBAHAYAKAN NYAWA pasien (manusia).


Masalahnya ada di terjemahan....

School of Medicine atau Medical School.

Lulusannya bergelar Medical Doctor atau disingkat MD.

Di Indonesia diterjemahkan menjadi Fakultas Kedokteran atau Fakultas Pendidikan Dokter.

Di Indonesia Fakultas ini masuk dalam Rumpun atau Klaster Ilmu-Ilmu Kesehatan.

Lulusannya bergelar Dokter. Disingkat Dr (versi IDI) atau dr (versi PUEBI)

Baik Medical Doctor atau MD atau Dokter atau Dr, inilah para Dokternya Manusia.

-----------------

School of Veterinary atau Veterinary School.

Lulusannya bergelar Veteriner atau disingkat Vet.

Di Indonesia sekolah ini diterjemahkan menjadi Fakultas Kedokteran Hewan.

Lulusannya bergelar Dokter Hewan atau Drh.

Di Indonesia, Fakultas ini masuk ke rumpun atau Klaster Ilmu-Ilmu Pertanian (Agrokompleks)

---------------------

Bukan bermaksud meninggikan yang satu profesi atau merendahkan yang lain, tetapi menurut perenungan saya, soal terjemahan inilah yang menjadi core of the core issue yang mengiringi pandemi COVID19.

Seorang Veteriner, atau Vet. walaupun di Indonesia disebut Dokter Hewan, dan juga kerap disapa Dok, TIDAK SELAYAKNYA dan jelas melanggar ETIKA yang tentu saja menyangkut Malpraktek apabila, gara-gara di Indonesia Dokter (hewan) juga, menjadi tempat bertanya tentang obat yang diperlukan untuk penyakit manusia. Dan yang lebih parah lagi, Dokter (hewan) itu menjawab pula pertanyaan dari pasien (manusia).

Dan paling FATAL adalah, ketika pengetahuannya ternyata tidak cuma SALAH, tetapi juga NGAWUR dan MEMBAHAYAKAN NYAWA pasien (manusia).

Salbutamol itu obat asma. Obat kategori C yang memiliki risiko tinggi kalau digunakan tanpa indikasi.

Obat penurun panas itu namanya Paracetamol.

Walaupun sama-sama berakhiran Mol, tetapi tidak segolongan bahkan amat sangat fatal akibatnya kalau salah.

Nanti jangan-jangan kasih resep Cimol lagi. Padahal Cimol adalah obat anti iseng jualan Abang-abang pengkolan.

Paracetamol = Salbutamol = Cimol. Hadeuh.

Entah siapa yang memulai kesalahkaprahan ini. Pasien yang sembarangan tanya keluhan kesehatannya kepada seorang Dokter (hewan)

Atau Dokter (hewan) nya yang kepedean memberikan komentar.

Makanya toh, bolak-balik saya bilang....

Kalau kucing saya si Bobby panas dan pilek, saya tidak akan sembarangan kasih Paracetamol dan Vitamin C kepadanya.
Karena sakitnya si kucing Bobby bukan kompetensi saya.
Tentu saya akan langsung pergi ke Dokter Hewan.

Btw.
Bahasa naratifnya mengerikan sekali: bajingan, asu, tempik, njegog.
Untung saya bukan temannya. Ngeri amat.


-----------------

Puluhan tahun saya menjadi Dokter dan berada di lingkungan Dokter, seingat saya tidak ada satupun dari kami yang pernah atau merasa pantas mengeluarkan makian sekasar itu, kepada Teman Sejawatnya.

Kami, Para Dokter (manusia), sangat menjaga adab dan kesantunan. Sejauh saya punya banyak kawan baik Dokter Hewan juga rata-rata santun dan menghormati satu dengan yang lain.

Saya kira ini cuma oknum saja.

Sayang saja diberi panggung dan sempat digelari karpet merah ke"pakar"an. Bahkan sampai diundang Presiden dan Mendagri pula.

Hmmmm....

(By dr. Tifauzia Tyassuma)

Masalahnya ada di terjemahan. School of Medicine atau Medical School Lulusannya bergelar Medical Doctor atau...
Dikirim oleh Tifauzia Tyassuma pada Sabtu, 18 April 2020
Baca juga :